Ketidakadilan untuk Sang Pengadil

Ketidakadilan untuk Sang Pengadil

- Sepakbola
Jumat, 12 Sep 2014 12:29 WIB
Ketidakadilan untuk Sang Pengadil
Getty Images/Stu Forster
Jakarta - "Ingin hobi Anda menghasilkan uang? Bergabunglah bersama kami."

Sekilas, kalimat di atas teramat cocok sebagai pembuka untuk mengajak seseorang bergabung dalam jaringan MLM. Namun, siapa sangka kalimat tersebut terpampang di situs resmi Federasi Sepakbola Inggris, FA.

Apakah mereka mulai merambah bisnis MLM? Bukan, penawaran tersebut ditujukan bagi mereka yang ingin "mencoba" untuk menjadi wasit. Tawaran yang juga ditampilkan di situs pencari kerja Pemerintah Inggris ini memiliki syarat mudah. Anda hanya perlu berusia di atas 14 tahun dan kuat secara fisik untuk menjalankan tugas. Pelamar tinggal menguasai Laws of The Game yang nantinya dipelajari dalam sejumlah pelatihan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mudah? Belum tentu.

Mulai dari Bawah

Di Inggris, tidaklah sulit untuk menjadi seorang wasit. Siapapun, asal berusia di atas 14 tahun, berkesempatan untuk menjajal "hobi" tersebut. Informasi segala hal tentang pendaftaran bisa ditemukan dengan mudah, termasuk di situs pencarian kerja resmi Pemerintah Inggris.
Β 
Pelamar bisa langsung datang ke perwakilan FA di tiap county (wilayah geografis yang terdiri dari beberapa kota, semacam provinsi di Indonesia) di seluruh penjuru Inggris. Tiap county biasanya memiliki peraturan khusus tersendiri.

Peserta kursus nantinya akan melewati lima tahapan. Pertama, perkenalan tentang bagaimana peran wasit di lapangan dan Laws of The Game. Kedua, peserta mulai masuk pada praktik pemanasan, penempatan posisi, mengatasi situasi di lapangan, dan penggunaan sinyal sebagai teknik berkomunikasi.

Pada tahapan ketiga, para calon wasit dievaluasi. Jika mendapatkan nilai di bawah 75 persen, maka mereka harus ikut tes ulang. Jika lulus, bisa langsung masuk ke tahap keempat.

Tahap ini menjadi satu yang paling penting. Peserta harus memimpin enam pertandingan. Nantinya, FA akan berkoordinasi dengan penyelenggara pertandingan di tiap kota untuk memberikan slot kosong bagi peserta.
Β 
Tahapan kelima adalah yang termudah. Ini merupakan fase seremonial ketika peserta akan diberikan arahan tentang yang akan mereka dapat dan bisa lakukan di masa mendatang. Tentu saja, tiap peserta akan mendapatkan sertifikat hasil kerja keras tersebut.

Dari tahapan di atas, sekilas terlihat begitu mudah untuk menjadi wasit. Namun, jangan salah sangka dulu, karena untuk menjadi seorang Howard Webb, masih ada sembilan tingkatan yang mesti dilewati.

Dengan sertifikasi level sembilan atau "Trainee Referees", pelamar hanya bisa memimpin pertandingan tingkat junior atau U-15. Untuk bisa memimpin pertandingan kasta keempat atau Football League Two, pelamar harus mengantongi sertifikasi level satu atau "National List Referees".

Sementara itu, untuk menjadi wasit di Premier League, mesti masuk dalam kategori "Select Group Referees" yang dikelola langsung Professional Game Match Officials Limited (PGMOL). Badan ini adalah organisasi independen yang terpisah dengan Premier League selaku operator liga. Nantinya, PGMOL lah yang akan menentukan penempatan wasit pada tiap-tiap laga.

Maka, jangan heran jika mayoritas wasit yang memimpin laga di Liga Primer Inggris berada pada rentang usia 40-50. Hanya ada dua wasit yang berusia di bawah 30 tahun: Robert Madley (28) dan Michael Oliver (29).

Mereka-mereka yang ingin memimpin laga di salah satu liga terbaik di dunia itumemang mesti melalui tahapan panjang.

Hidup Penuh Tekanan

Pada 2013, bekas wasit PGMOL, Mark Halsey, menulis buku berjudul Added Time. Buku tersebut sempat dicegah penerbitannya oleh Premier League. Mereka takut, Halsey mengungkapkan sisi gelap wasit yang belum diketahui publik.

Untuk memahami sisi gelap tersebut, maka mari beralih ke Jerman.

Pada 2011, wasit Bundesliga, Babak Rafati, ditemukan tergolek tak berdaya di kamar hotel tempatnya menginap. Pinggangnya berlumuran darah. Ia mencoba untuk bunuh diri dua jam sebelum pertandingan dimulai. Sebabnya, ia tak tahan dengan segala tekanan. Ia lelah dengan ejekan yang ditujukan padanya.

Dalam sebuah wawancara pada 2013, Howard webb mengaku ia pernah melamun saat pertandingan masih berlangsung. Ia memikirkan tempat makan malamnya nanti.

Ketika malam datang, ia malah tak bernafsu untuk makan. Ia hanya termenung dan tak henti menyesali keputusannya yang melewatkan sebuah pelanggaran karena lamunan makan malamnya.



Tekanan pada diri wasit ini bisa dikatakan lebih berat pada Liga Inggris yang terkenal dengan permainan cepat dengan kombinasi umpan pendek satu-dua. Permainan pun sering diwarnai dengan umpan-umpan terobosan, yang memaksa hakim garis terus terjaga mengamati pergerakan bola dan para pemain bertahan.

Tak heran wasit yang memimpin pertandingan di Liga Primer Inggris sering dipuji. Korps baju hitam ini memiliki pandangan yang awas dan jeli. Pun dengan kinerja hakim garis yang bertugas memberi aba-aba saat bola keluar lapangan, dan pemberi tanda offside.

Namun, bukan berarti semua berjalan dengan mudah.

Keliru sedikit saja, stadion menjadi bising oleh ejekan fans yang tak puas. Segala jenis umpatan terdengar begitu vulgar karena diteriakkan kurang dari tiga meter di belakang sang hakim garis.

Meski cemoohan terhadap wasit terlihat sangat biasa, nyatanya hal ini memang menimbulkan tekanan batin bagi sang pengadil. Belum lagi jika berbicara mengenai serangan fisik. Pada 2009, sebuah laporan yang dikeluarkan oleh county Manchester saja mencatatkan ada 42 serangan terhadap wasit dalam satu tahun!

Tak heran jika satu laporan pada 2009 menyatakan bahwa jika diakumulasikan dalam beberapa tahun sebelumnya, ada kuranglebih tujuh ribu wasit yang mengundurkan diri.

Para pengadil Premier League tentu mendapatkan tekanan lebih hebat lagi. Saat membuat kesalahan, ia tak hanya menerima cercaan dari penonton stadion, tapi juga menghadapi belasan analisis dari media, juga cemoohan yang kadang datang dari media sosial.

Bahwa hasil keputusan mereka akan mempengaruhi nasib satu tim yang bernilai puluhan juta Euro pun bukan satu tanggung jawab mudah.

Beban berat yang diterima wasit membuat mereka dijauhkan dari media. Sejumlah federasi telah menerapkan larangan bagi manajer atau perwakilan klub untuk mengomentari atau menentang keputusan wasit.

Bahkan, federasi biasanya memberi sanksi denda cukup besar bagi sang pelanggar. Contohnya, pada Mei lalu, Jose Mourinho dikenai sanksi 10 ribu pounds karena mengomentari kinerja wasit.

Federasi memiliki aturan mutlak untuk melindungi wasit. Sang pengadil pun berhak memberi peringatan untuk pemain yang memprotes terlalu keras. Ini dilakukan untuk menjaga wibawa wasit sebagai zat tertinggi yang mesti dihormati di atas lapangan.

Gaji Rendah

Nyatanya, jumlah pemasukan wasit dalam satu tahun tidak sesuai dengan beban yang mesti mereka tanggung. Dalam setahun, rata-rata wasit utama bisa meraih pemasukan hingga 70 ribu pounds. Nilai ini didapat dari gaji pokok sebesar 38 ribu pounds, dan match fee sebesar 1.150 pounds per pertandingan.

Sulit untuk mendapatkan data resmi terkait gaji wasit, apalagi hakim garis di Liga Inggris. Pada tahun 2011, media The Independent melaporkan hakim garis hanya dibayar 600 pounds per pertandingan. Namun, mereka hanyalah part-timer sehingga tidak mendapatkan gaji pokok seperti wasit utama.

Jika dalam semusim hakim garis memimpin 20 laga, mereka hanya mendapatkan 12 ribu per musim. Nilai yang teramat kecil mengingat beban kerja yang mesti mereka emban. Nilai yang cukup jauh jika melihat pendapatan asisten wasit di Spanyol. Dalam setahun, mereka bisa mengumpulkan 43.000-56.000 poundsterling setiap tahunnya.



ESPN melaporkan berdasarkan data dari Deloitte, gaji rata-rata pemain di Liga Inggris pada musim 2012/2013 mencapai 31 ribu pounds per pekan. Artinya, hanya dalam tiga pekan, mereka bisa menyamai pendapatan seorang wasit utama dalam satu tahun.

Ironisnya lagi, seorang pemain hanya perlu tiga hari untuk memperoleh pendapatan yang sama dengan seorang hakim garis dalam satu tahun.

Tidak heran jika hakim garis tidak dijadikan sebagai profesi utama. Kepada The Guardian, seorang hakim garis menyatakan pernah mengeluarkan sejumlah keputusan keliru. Menurutnya, ia hilang konsentrasi karena terlalu lelah. Wajar, karena esok ia mesti bekerja di tempat lain.

Bagi sebagian hakim garis, mereka tidak berniat untuk mengeruk kekayaan dengan cara berlari di sisi lapangan dan mengibaskan bendera selama sembilan puluh menit. Ada dua hal yang membuat mereka terus menjalani "hobi" berbahaya ini: mereka mencintai sepakbola, dan mereka memiliki kompetensi untuk menjadi seorang hakim garis.

John Flynn contohnya. Tanpa menjadi wasitpun hidupnya bisa dibilang senang. Ia bertugas di Angkatan Udara Royal Army Force (RAF) dengan pangkat Flight Sergeant. Sehari dalam sepekan, ia melepaskan tugas militernya guna menyalurkan hobinya tersebut. Konsekuensinya, ia harus tahan dengan caci maki penonton yang tidak puas atas keputusannya.

Memang, jika dikonversi 12 ribu pounds sama dengan 231 juta rupiah. Nilai yang tergolong besar bagi sebuah hobi. Namun, nilai tersebut tak berarti karena untuk memiliki sebuah apartemen dua kamar di daerah Brighton, London, harganya mencapai 200 ribu pounds.

Berdasarkan data dari Nationwide Building Society, harga rata-rata rumah di Inggris berkisar 189.306 pounds. Perlu 16 tahun bagi seorang hakim garis untuk menabung demi membeli rumah!

Demi Sepakbola

Meski terdapat tantangan yang demikian banyak, masih banyak orang yang ingin menjadi wasit. Salah satu alasan yang sering dikemukakan adalah karena tetap ingin terlibat di sepakbola.

Oliver Dalton, misalnya. Saat berusia 14 tahun, ia sadar bahwa dirinya tak punya cukup kemampuan untuk menjadi seorang pesepakbola profesional. Namun, dengan menjadi wasit, maka ia bisa terlibat dalam permainan di pertandinga-pertandingan level tertinggi, yang jauh melebihi kemampuannya sebagai pemain.

"Siapa pun yang pernah melihat saya bermain tahu bahwa saya tak mungkin bisa berlaga di Premier League," ujarnya pada satu wawancara dengan The Telegraph pada 2009. "Tapi, siapa tahu saya bisa memimpinnya."

Ya, pada akhirnya, seperti para pemain bola, mereka yang memutuskan untuk menjadi wasit pun melakukannya atas dasar kecintaan pada the beautiful game.

***

Patut diakui bahwa wasit adalah entitas keadilan dalam sebuah pertandingan. Merekalah penyeimbang agar pertandingan berlangsung adil tanpa keluhandari kedua kubu. Mereka menjadi perwakilan federasi sebagai penyelenggara dan penegak aturan dalam sebuah laga.

Namun, sayangnya, korps yang dituntut untuk selalu adil ini justru menjadi mereka-mereka yang belum menerima perlakukan adil. Ironis!

====

*ditulis oleh @aditz92 dari @panditfootball

(roz/mrp)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads