Membicarakan fungsi stadion sepakbola, yang terlintas tentunya adalah untuk menggelar pertandingan sepakbola saja. Dengan perpektif semacam ini, maka setiap kesebelasan yang bermain di stadion (entah sebagai pemilik maupun penyewa) akan mendapatkan uang dari tiket pertandingan, setidaknya satu atau dua pekan sekali, atau bahkan bisa saja dua kali dalam satu pekan jika kesebelasan tersebut bermain kandang di tengah pekan dan akhir pekan secara berturut-turut.
Jadi, kalau kita melihat nilai investasi sebuah stadion, kita bisa saja dengan entengnya berkata bahwa stadion adalah bisnis yang tidak menguntungkan. Bagaimana bisa, biaya yang sangat besar untuk membangun dan memelihara stadion tapi hanya dipakai paling banyak dua kali dalam satu pekan.
Lalu, kapan investor akan βbalik modalβ, alih-alih untuk kemudian mendapatkan keuntungan? Sangat panjang ....
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ya, kenyataannya dalam investasi, stadion justru memiliki potensi komersial yang sangat tinggi.
Di stadion modern di Inggris maupun di Eropa, stadion bukan hanya menjadi tempat acara olahraga. Stadion juga bisa menjadi tempat parkir (jika stadion terletak di tengah kota), menyediakan restoran stadion, toko pernak-pernik resmi (megastore), tur stadion, museum kesebelasan, sampai bersedia untuk menyewakan stadion untuk konser, festival, dan bahkan acara olahraga lainnya.
Standar FIFA dalam mengatur penggunaan stadion
Dalam standar yang disusun oleh FIFA melalui βFootball Stadiums: Technical recommendations and requirementsβ, ada standar tertentu dalam setiap pembangunan atau penyewaan stadion untuk dipakai dalam sebuah pertandingan sepakbola.
Secara jelas FIFA menyarankan stadion untuk bisa mengadakan acara olahraga lain dan juga acara hiburan yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat pemakaian dan juga keuangan.
Rekomendasi dari FIFA antara lain agar stadion bisa dipakai untuk keperluan lain yang berhubungan dengan si pemilik stadion (misalnya kesebelasan) dan juga lingkungan sekitarnya (misalnya untuk parkir atau disewakan untuk acara lain).
Dalam dokumen tersebut tertulis jelas: βStadion sepakbola dapat digunakan untuk acara hiburan seperti konser, festival, aksi teater, dan acara lainnya.β
Pada eksekusinya, penggunaan stadion untuk acara lain selain acara olahraga memang dapat meningkatkan keuntungan finansial bagi pemilik stadion. Biaya ini dapat mereka habiskan juga sebagiannya untuk biaya perawatan stadion yang tentunya tidak murah.
Selain masalah uang, berfungsinya stadion untuk acara lain dapat menjadi bagian penting dalam kontribusi stadion untuk komunitas dan lingkungan sekitar. Inilah kenapa stadion seringkali disewakan di luar acara olahraga.

Jika dirunut dari awal, dengan berdirinya stadion maka akan menyediakan lahan pekerjaan baru untuk masyarakat sekitar, apalagi jika stadion sering digunakan (bukan hanya untuk pertandingan olahraga).
Stadion yang sering digunakan maka akan membuat stadion tetap hidup, sambil terus-menerus meningkatkan kreativitas dalam pengelolaan manajemen stadion.
Rumput sebagai konsekuensi penggunaan stadion untuk acara lain
Masalahnya ternyata tidak sesederhana itu. Ketika stadion disewa untuk acara lain, konsekuensinya ada pada beberapa ruang stadion dan juga tentunya bagian utama pada stadion itu sendiri, yaitu lapangan.
Misalnya saja dalam konser, ruang ganti pemain yang disulap menjadi tempat istirahat bagi artis atau untuk meletakkan peralatan adalah sebuah konsekuensi yang mutlak, yang bahkan direkomendasikan langsung oleh FIFA.
Lain halnya untuk urusan lapangan yang berhubungan langsung dengan rumput.
βPenggunaan rumput artifisial akan memudahkan, karena bisa langsung digunakan dan/atau dilapisi dengan lapisan tertentu agar rumput tidak rusak,β yang tertulis di βFootball Stadiums: Technical recommendations and requirementsβ.
Tanpa rumput artifisial, aktivitas acara di atas lapangan akan merusak rumput dan permukaan tanah. Rumput artifisial ini tidak melulu musti rumput sintetis, tapi juga tetap rumput asli, hanya saja ditanam pada medium yang bukan tanah stadion.
Namun, banyak acara juga bisa diadakan di atas rumput alami tapi harus dilapisi dengan grass cover untuk waktu tertentu, seperti yang akan dilakukan pada konser One Direction di Gelora Bung Karno nanti misalnya.

Tetapi penggunaan rumput artifisial akan lebih memudahkan, mempercepat, dan memakan biaya yang lebih murah untuk digunakan secara multifungsi.
Cara agar stadion bisa digunakan secara multifungsi
Selain jenis rumput yang direkomendasikan oleh FIFA, ada beberapa aspek dalam menyiasati stadion yang digunakan untuk acara selain olahraga (bukan hanya sepakbola).
Perencanaan dalam perancangan stadion adalah faktor nomor satu yang juga dijelaskan dalam bab pertama di βFootball Stadiums: Technical recommendations and requirementsβ, yaitu βPre-construction decisionβ.
Kemudian ada faktor lainnya dalam menyiasati penggunaan multifungsi stadion, yaitu dalam hal penjadwalan.
Misalnya saja saat jeda kompetisi, biasanya pengelola stadion akan melakukan perencanaan waktu-waktu kapan saja akan ada pertandingan sepakbola di stadion tersebut. Maka pada waktu ini seharusnya jadwal kompetisi sudah pasti, pun jadwal main tim nasional juga sudah pasti.
Jika tanggal-tanggal sudah didapatkan, maka masyarakat sekitar akan dengan mudah mengetahui kapan saja stadion akan kosong dan bisa disewa untuk acara lain. Intinya, jangan sampai jadwal bentrok.
Jadwal acara berselang dua sampai tiga hari bukan masalah yang terlalu serius, asal rumput tetap dijaga kondisinya. Tetapi biasanya hal ini akan dihindari dengan sendirinya ketika penyusunan jadwal sudah baik, bukan hanya dari pihak yang berkaitan dengan olahraga, tapi juga dari pihak non-olahraga, seperti misalnya promotor musik pada sebuah konser.

Meskipun perencanaan dan penjadwalan sudah diatur, FIFA juga memberikan standar lainnya dalam hal perawatan rumput.
Secara umum, rumput membutuhkan lima hal utama untuk bertahan hidup: air, cahaya, karbondioksida, oksigen, dan nutrisi.
Sekarang mari kita langsung melihat pada Stadion Gelora Bung Karno yang akan digunakan untuk konser One Direction. Stadion GBK menggunakan jenis rumut manila atau Zoysia matrella. Jenis rumput ini memang merupakan jenis rumput terbaik untuk pertandingan sepakbola. [Baca: Mengenal 3 Jenis Rumput Lapangan Sepakbola]
Secara umum, FIFA mensyaratkan perawatan stadion mengandung empat faktor, yaitu estetika (keindahan), keamanan, penampilan permainan, dan jangka waktu yang panjang.
Perawatan rumput harus dilakukan secara rutin, tapi harus menyesuaikan dengan jumlah pertandingan. Rumput juga harus kering dan tumbuh merata.
Drainase (saluran air) juga menjadi faktor penting dalam perawatan rumput. Secara logika, ketika cuaca panas, drainase yang baik dibutuhkan untuk menurunkan suhu panas di permukaan lapangan, sedangkan ketika cuaca hujan, hal ini akan mengurangi genangan air.
Selain itu, FIFA juga mengatur pengecekan permukaan lapangan harus dilakukan setiap hari, pembersihan dilakukan setiap setelah stadion digunakan (biasanya 30-35 jam), pembasmian lumut setiap tahun, dan pembasmian gulma dan es (pada stadion yang terletak di daerah bermusim dingin).
Hal di atas berlaku untuk semua jenis rumput, baik rumput asli, rumput artifisial, dan juga termasuk rumput sintetis.
Membandingkan Gelora Bung Karno dengan stadion modern lainnya
Mengutip dari CNN Indonesia, Pusat Pengelola Komplek (PPK) GBK rutin melakukan perawatan. Pemotongan rumput dilakukan dua kali dalam satu pekan, sedangkan pemupukan dua hingga tiga kali dalam sebulan.
βKecuali jika ada pertandingan, maka akan lebih intensif," ujar Adi, salah satu pengurus PPK.
Yang mengherankan, 15 persen pendapatan yang didapatkan PPK dari banyak kegiatan komersial seperti penyewaan stadion, harus disetorkan ke negara. Hal ini berakibat kepada dana yang dapat digunakan untuk perawatan area GBK hanyalah 85 persen dari pendapatan.
Kegiatan komersial dan kerja sama yang dilakukan oleh GBK antara lain adalah dari konser, pameran, dan kegiatan partai politik. Jika tidak ada kegiatan komersial, maka perawatan stadion pun tidak akan berjalan.
Inilah kenapa mungkin kita malah harus bersyukur karena One Direction melaksanakan konser mereka di stadion GBK. Hal ini tentunya mendatangkan banyak uang yang nantinya akan dipakai untuk biaya perawatan stadion.
Berseberangan dengan GBK, jika kita melihat ke luar, perawatan GBK sangat berbeda jika dibandingkan dengan stadion-stadion di Eropa yang rumputnya tidak lagi merupakan rumput yang dipupuk.
Rata-rata stadion Liga Primer Inggris misalnya, sudah menggunakan jenis rumput dan konstruksi yang jauh lebih maju dibandingkan GBK. Teknologi drainase sudah diaplikasikan dan juga dengan menggunakan rumput artifisial.

Kembali mengingatkan saja, rumput artifisial ini tidak harus selalu rumput sintetis, tapi juga tetap rumput asli yang ditanam pada medium yang bukan tanah stadion, sehingga sewaktu-waktu rumput dapat diangkat, digulung, maupun diganti dengan mudah. Ini lah yang menjadi faktor pembeda utama antara GBK dengan stadion modern.
Selain itu, stadion modern juga memperhatikan pengaruh sinar matahari, angin, hingga memperhatikan masalah ekologi.
Penggunaan rumput artifisial atau rumput buatan pada lapangan sepakbola menjadikan rumput tahan lama dan selalu dalam kondisi terbaik ketika akan digunakan untuk pertandingan.
Rumput artifisial membutuhkan teknik khusus dalam penanaman ataupun pembuatan di awal. Namun, rumput ini memiliki perawatan harian yang lebih murah dan mudah sehingga semakin banyak pertandingan dapat dilaksanakan dan semakin bisa jika stadion digunakan untuk acara lain.
Solusi (bukan masalah) untuk stadion di Indonesia
Mencoba untuk menghindari perdebatan yang kontroversial, maka mengganti sistem rumput yang ditanam di tanah asli di stadion-stadion di Indonesia (bukan hanya GBK) dengan rumput artifisial akan sangat disarankan. Namun, penggunaan rumput artifisial sendiri dapat menimbulkan perdebatan panjang lainnya.
Lapangan dengan rumput alami yang murni ditanam langsung di atas tanah stadion sudah banyak ditingalkan oleh stadion-stadion modern. Di Inggris dan sebagian besar Eropa, lapangan alami secara kasar dapat dikelompokkan menjadi dua jenis: tanah keras dan tanah lunak.
Tanah keras biasanya digunakan untuk musim panas, sedangkan tanah lunak digunakan pada musim dingin. Itu lah kenapa di benua empat musim tersebut, tanah alami sudah lama ditinggalkan. Kekerasan tanah juga dapat langsung berpengaruh pada tingkat risiko cedera pemain.
Meskipun di Indonesia masalah ini jarang muncul, kekerasan tanah bukanlah satu-satunya parameter. Faktor-faktor seperti kedalaman akar, kadar air, suhu, kepadatan tanah, dan konstruksi lapangan juga sangat mempengaruhi kualitas dan cara perawatan rumput.
Namun, untuk urusan rumput artifisial (rumput buatan) yang masih menggunakan rumput alami yang ditanam di medium yang bukan langsung di atas tanah stadion, bisa dibilang semua kesebelasan di Inggris dan Eropa sudah mengaplikasikannya.
Masalah lainnya, kepemilikan stadion di Indonesia bukan sesuatu yang jelas dapat kita lihat. Padahal peran stadion sangat lah penting dalam pengelolaan kesebelasan sepakbola. [Baca artikelnya di sini]
Kepemilikan ini tentunya akan berdampak langsung pada kepedulian si pemilik dan/atau pengguna. Jika saja kesebelasan memiliki langsung stadion, maka mereka pastinya ingin merawat stadion (bukan hanya rumput) dengan sebaik-baiknya.

Selain itu, pemilik juga mempunyai keputusan absolut apakah mereka ingin menyewakan stadion untuk acara lain, memilih acara-acara tertentu saja, atau malah sama sekali tidak ingin stadionnya digunakan untuk acara lain (yang tentunya hal ini tidak disarankan oleh FIFA).
Rasa kepemilikan ini yang seringkali tidak timbul ketika kita sudah memakai stadion. Mulai dari cara kita masuk stadion (tiket), membuang sampah, menggunakan toilet, dan bahkan merawat rumput stadion. [Baca juga: Rawat-rawatlah Stadion Kami]
Sambil memberikan standar, FIFA sebenarnya sudah memberikan beberapa solusi melalui rekomendasi mereka. Seperti yang sudah disebutkan di atas, rekomendasi FIFA adalah: perencanaan yang matang dalam merancang stadion (membangun maupun menyewa), kepastian jadwal yang harus diatur dengan baik, penggunaan rumput artifisial (tidak harus rumput sintetis), serta kepemilikan stadion yang kembali harus ditegaskan.
Nah, sayangnya seluruh solusi dari FIFA tersebut malah timbul sebagai masalah besar di Indonesia:
Β
1. Tidak ada perencanaan yang matang dalam membangun atau menyewa stadion. Ini langsung direfleksikan dengan banyaknya stadion di Indonesia yang tidak memenuhi standar.
2. Jadwal kompetisi terus mengalami ketidakpastian. Jangan heran jika banyak agenda yang bentrok. Jangankan agenda antar pertandingan sepakbola atau antar acara olahraga, agenda antara pihak olahraga dengan pihak acara lainnya (misalnya musik) saja sering tidak jelas. Seperti yang terjadi pada konser One Direction baru-baru ini.
3. Penggunaan rumput artifisial masih sangat mahal. Bahkan GBK saja belum menerapkan standar rumput stadion modern.
4. Kemudian untuk masalah kepemilikan, kita harus ingat posisi timnas atau kesebelasan sebagai si penyewa, bukan si pemilik. Jadi jangan protes jika stadion disewakan untuk sebuah konser misalnya.
Yang jelas, FIFA sudah memberikan empat solusi di atas (kata yang tercetak tebal). Coba tengok dalam setiap perdebatan mengenai penggunaan stadion, di poin mana stadion Anda sudah sesuai dengan standar FIFA?.
====
* Akun twitter penulis: @dexglenniza dari @panditfootball
(roz/a2s)