Dua Indikator Kesuksesan Alan Pardew

Kisah Para Manajer Tengah Musim (Bagian 1)

Dua Indikator Kesuksesan Alan Pardew

- Sepakbola
Jumat, 01 Mei 2015 16:53 WIB
Dua Indikator Kesuksesan Alan Pardew
Jakarta - Meninggalkan St. James Park bukan perkara mudah bagi Alan Pardew. Sudah empat Malam Natal ia melewatinya bersama Newcastle United. Sepanjang itu pula ia bekerja keras menjaga agar kapal tak karam dalam derasnya persaingan Premier League. Tapi musim ini, seperti apa pun kerja keras Pardew, kapal yang ia nakhodai berguncang jauh lebih kencang.

Hasil tidak memuaskan diraih Pardew di awal musim. Gelombang protes pun tak henti-hentinya digelorakan penggemar Newcastle; sampai-sampai mereka membuat situs khusus yang meminta manajer kelahiran Wimbledon, London, tersebut untuk segera hengkang dari posisinya.

Namun, sama seperti musim-musim sebelumnya, Pardew selalu mampu menjaga Newcastle tetap stabil di Premier League, meski tak ada prestasi yang mentereng. Bagi manajemen, hal tersebut bukanlah masalah. Toh Pardew memang tidak dibekali pemain-pemain kelas satu. Selain itu, pemain yang telah menemukan potensinya di Newcastle, justru tak pernah bertahan lama. Pemain yang tengah bersinar macam Andy Carroll dan Yohan Cabaye langsung dilego.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Musim ini merupakan musim yang paling berat bagi Pardew. Kehilangan Cabaye nyatanya berpengaruh besar bagi kekuatan di lini tengah. Untuk itu, pada tengah musim Pardew berencana menambah pemain untuk menambal kekurangan skuat The Magpies. Sayangnya, keinginan tersebut bertepuk sebelah tangan. Manajemen enggan mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli pemain.

β€œEmpat tahun di bawah situasi keuangan seperti itu, bersama dengan sejarah, membuat keputusan itu sulit,” kata Pardew seperti dikutip Dailymail. β€œNewcastle adalah kesebelasan besar, menjadi sulit karena kami menjalankannya dalam margin keuangan yang ketat.”

Bukan Pria yang Diharapkan

Kedatangan Pardew di St. James Park sebenarnya seperti sebuah cerita sempalan belaka. Kala itu, Newcastle baru saja mendepak Chris Hughton dari kursi kepelatihan pada Desember 2010. Kursi kosong tersebut memberi angin bagi pendukung Newcastle untuk mendapatkan pelatih bernama besar. Mereka mengadakan pemungutan suara tentang siapa yang paling diinginkan. Tentu saja, nama Pardew hanya tertera di bagian bawah dengan 5,5 persen dukungan.

Namun, manajemen Newcastle United tak mempermasalahkannya. Mereka menyodorkan kontrak berdurasi panjang: lima setengah tahun. Pardew dengan demikian dikontrak setidaknya hingga akhir musim 2015/2016.

Di tangan Pardew, Newcastle memang tidak bisa bicara banyak. Namun, sejumlah pemain sempat mengecap popularitas saat diasuh oleh Pardew. Sebut saja Hatem Ben Arfa,Yohan Cabaye, Demba Ba, hingga Papiss Cisse.

Jika melihat aktivitas transfer, Newcastle di tangan Pardew terbilang hemat. Baru pada musim ini Newcastle mengeluarkan lebih dari 35 juta pounds untuk merekrut Ayoze Perez, Jack Colback, Siem De Jong, Remy Cabella, Emmanuel Riviere, serta Daryl Janmaat.

Dengan komposisi pemain tersebut, pada awal musim ini Newcastle diprediksi sejumlah orang akan mengejutkan. Janmaat, De Jong, Riviere, dan Cabella, bersinar di Piala Dunia 2014, sementara Perez dan Colback diharapkan mampu menunjukkan kemampuannya pada musim ini. Sayangnya, Newcastle harus kehilangan Cabaye yang pindah ke PSG. Padahal, peran Cabaye di lini tengah begitu sentral.

Pada akhirnya, skenario tinggalah skenario. Newcastle terpuruk pada awal musim. The Magpies tidak pernah menang dalam tujuh pertandingan pertama mereka. Pardew pun dicela habis-habisan. Banyak suporter yang memintanya segera keluar.



Namun, Pardew membalikan segala ocehan tersebut dengan memenangkan lima pertandingan berturut-turut di liga. Mereka bahkan menjadi kesebelasan pertama yang mengalahkan Chelsea pada musim ini.

Sontak Pardew pun dipercaya kembali oleh penggemar. Namun, ia punya permintaan untuk menguatkan skuat pada bursa transfer Januari. Sayangnya, permintaan tersebut tidak dipenuhi manajemen.

Pardew berada di atas angin. Pasalnya Crystal Palace mendepak Neil Warnock sejak 27 Desember 2014. Mereka butuh segera seorang manajer. Pada 2 Januari 2015, Pardew resmi menukangi Palace. Tidak sedikit yang menganggap kepindahan tersebut sebagai bentuk protes karena manajemen Newcastle yang tidak mau mengeluarkan uang

Kepindahan Bersejarah

Akhir Desember, Pardew memutuskan itulah Natal-nya yang terakhir bersama Newcastle. Kebetulan, manajemen Newcastle sudah punya pengganti andai Pardew memutuskan kontraknya. Sebagai kesebelasan yang irit, manajemen The Magpies pun menunjuk asisten Pardew, John Carver, sebagai penggantinya.

Di tempat lain, Neil Warnock baru saja didepak Crystal Palace. Hasil buruk yang mereka raih di liga, membuat posisi Palace di Premier League terancam. Mereka hanya menempati peringkat ke-18 hingga akhir tahun.

Kepindahan Pardew dari Newcastle bukannya tak istimewa. Tujuan akhirnya adalah Selhust Park, tempat Pardew memulai karir profesionalnya pada 1987. Selhust Park menjadi saksi saat Pardew membawa The Eagles promosi ke divisi satu Liga Inggris. Ada dua tujuan utama kepindahan Pardew ke Crystal Palace: mengangkat The Eagles dari zona degradasi, dan mengakhiri musim di atas Newcastle United.

Dan demikianlah: kehadiran Pardew di Crystal Palace memberikan dampak yang luar biasa besar.

Pada awal Januari, Yannick Bolasie dan kolega hanya bertengger di peringkat ke-18. Selepas Pardew memimpin dari pinggir lapangan, mereka langsung naik ke peringkat 15 setelah menang atas Tottenham Hotspur 2-1. Ini merupakan kemenangan pertama Crystal Palace dalam delapan pertandingan terakhir di liga.

Setelah itu, Crystal Palace pun mendapatkan hasil positif yang jauh lebih baik. Sejak ditangani Pardew hingga pekan ke-34, mereka telah mengumpulkan 25 poin hasil delapan kali menang dan sekali imbang. Hingga pekan ke-34, The Eagles masih nyaman berada di peringkat ke-12 dengan 42 poin.



Tujuan pertama Pardew hampir tercapai. Dengan perbedaan 12 poin dari Sunderland yang menempati peringkat ke-18, Palace tinggal memenangkan satu pertandingan lagi untuk memastikan

tempat di Premier League pada musim depan. Kerja mereka akan jauh lebih mudah andai Sunderland gagal menyapu bersih lima pertandingan sisa mereka.

Lawan yang dihadapi Sunderland pun terbilang sulit karena harus menghadapi Southampton, Everton, Arsenal, dan Chelsea.

Mempermalukan Newcastle

Tujuan kedua yang bisa dicapai oleh Pardew, adalah mengakhiri musim di atas Newcastle. Tujuan ini pun hampir mungkin tercapai karena hingga pekan ke-34, Newcastle bertengger di peringkat ke-14 dengan 35 poin.

Secara perhitungan, Newcastle mungkin hanya berbeda tujuh poin dari Crystal Palace, tapi jika melihat tren, agaknya sulit bagi Newcastle untuk kembali mendulang poin dari sisa empat pertandingan. Di tangan Carver, saat ini Newcastle kalah tujuh kali secara beruntun. Hasil buruk ini masih belum mengamankan mereka dari ancaman degradasi. Pasalnya, mereka hanya terpaut lima poin saja dari peringkat ke-18, Sunderland.

Menghindarkan Palace dari degradasi menjadi tujuan bersama kesebelasan, penggemar, dan Pardew sendiri. Ia mampu menunjukkan kepada penggemar bahwa penunjukkan dirinya tidaklah salah. Ia juga menunjukkan bahwa rekrutannya pada tengah musimβ€”yang salah satunya mempermanenkan Wilfried Zahaβ€”terbukti efektif.

Mengakhiri musim di atas bekas kesebelasan sendiri, juga menjadi pelecut bagi penggemar Newcastle. Apalagi jika Newcastle akhirnya terdegradasi pada musim ini. Pardew menyadarkan penggemar Newcastle, siapa yang seharusnya out, ia atau Mike Ashley, yang kerap membuat perubahan aneh termasuk mengubah nama stadion St. James Park.

Yang jelas dua indikator kesuksesan Pardew hampir tercapai dan bisa terlihat hasilnya pada empat pekan mendatang.


*Foto: Getty Images

(raw/fem)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads