Pelatih berusia 52 tahun itu ditunjuk kembali sebagai pelatih Selecao, menggantikan Luiz Felipe Scolari usai Piala Dunia 2014. Di periode keduanya ini, Dunga hanya mampu mengantarkan Brasil sampai perempatfinal Copa America 2015, turnamen besar pertamanya.
Namun, di Copa America Centenario hasil lebih buruk justru diterima Dani Alves dan kawan-kawan. Brasil menelan kekalahan kontroversial 0-1 di tangan Peru, yang memastikan mereka tersingkir usai finis ketiga di Grup B di bawah Peru dan Ekuador.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini, Dunga ketar-ketir menanti nasibnya. Pasalnya, pemenang Piala Dunia 1994 dan Copa America dua kali itu benar-benar diharapkan untuk membangkitkan Brasil dari keterpurukan yang sudah berjalan dalam beberapa tahun terakhir.
"Saya hanya takut mati, saya tidak takut dengan hal itu [dipecat]," sahut Dunga, saat ditanya apakah dia takut kehilangan pekerjaannya usai Brasil tersingkir.
"Presiden tahu apa yang sedang kami lakukan, bagaimana kami melakukannya, kami tahu tentang tekanannya, dan kami tahu bahwa pekerjaan beriringan dengan kritik," lanjut dia, yang diwartakan Reuters.
"Ketika Anda bekerja untuk timnas Brasil, Anda harus tahu bahwa kritik akan gencar ketika Anda tidak mendapatkan hasil bagus tapi secara internal, kami tahu apa yang sedang kami lakukan," cetus dia.
Dunga sempat menuai sukses di periode pertamanya membesut Brasil pada 2006-2010. Brasil menjuarai Copa America 2007 dan Piala Konfederasi 2009, meski hanya meraih medali perunggu Olimpiade Beijing 2008.
(rin/roz)