Inggris gagal melangkah ke final Piala Dunia 2018 usai kalah 1-2 dari Kroasia. Pada pertandingan tersebut, tim 'Tiga Singa' dikritik bermain dengan gaya lama yakni bola-bola panjang.
Di satu sisi, Inggris dipuji karena bisa memaksimalkan bola-bola mati. Dari 12 gol yang diciptakan, empat di antaranya merupakan gol dari bola mati. Empat gol bola mati itu sejauh ini yang terbanyak dari seluruh peserta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Lukaku vs Kane, Siapa Akhiri Tren Negatif? |
Le Tissier menilai minimnya sosok gelandang kreatif di skuat membuat mereka kesulitan saat menghadapi tim-tim yang disiplin dan bertahan dengan rapat. Le Tissier menyebut Inggris kurang pemain semacam Jack Wilshere, Jonjo Shelvey, atau Adam Lallana.
Di skuat saat ini, Inggris praktis hanya mengandalkan Jordan Henderson sebagai pengatur serangan. Sementara Dele Alli atau Ruben Loftus-Cheek cenderung bergaya box-to-box.
"Kami tak punya terlalu banyak gelandang di skuat yang bisa membuat peluang dari sesuatu yang amat kecil, gelandang yang bisa mengumpan dari celah seperti lubang jarum. Itulah satu area yang kurang dari skuat ini," kata Le Tissier dikutip Sky Sports.
"Itulah sebabnya orang-orang sebelumnya berbicara soal Jonjo Shelvey dan Jack Wilshere, dan bagi saya juga soal Adam Lallana. Saya tahu dia sebelumnya cedera di sebagian besar musim, tapi kami kekurangan pemain yang bisa membuka sebuah tim dan itu terbukti jadi keruntuhan kita."
"Ada banyak aspek di sepakbola dan bola mati punya bagian besar dari permainan sebagaimana yang telah kita lihat di turnamen ini. Kami bagus dalam hal itu dan mempersiapkannya dengan brilian, dan mencetak banyak gol."
"Peluang-peluang yang tercipta dari open play adalah satu bagian dari turnamen ini di mana kami jauh lebih buruk dari banyak tim lainnya," imbuhnya. (raw/krs)