Antara Giroud, Guivarc'h, dan Sejarah yang Berulang

Antara Giroud, Guivarc'h, dan Sejarah yang Berulang

Rifqi Ardita Widianto - Sepakbola
Senin, 16 Jul 2018 12:10 WIB
Olivier Giroud mengangkat trofi Piala Dunia 2018. (Foto: Dylan Martinez/REUTERS)
Moskow -

Sejarah boleh jadi memang berulang. Setiap kali Prancis juara Piala Dunia, ada penyerang yang jadi sorotan. Dulu Stéphane Guivarc'h, kini Olivier Giroud.

Prancis menjuarai Piala Dunia 2018 usai menang 4-2 atas Kroasia di Luzhniki Stadium, Minggu (15/7/2018) malam WIB. Ini jadi gelar Piala Dunia yang kedua untuk Les Bleus setelah 1998 silam.

Selain bertepatan dengan dua dekade sukses pada 1998, ada sejumlah catatan menarik dari keberhasilan Prancis tahun ini. Didier Deschamps yang kini menjabat sebagai pelatih, mengulang prestasinya sebagai kapten tim 20 tahun silam.


Catatan unik lainnya melibatkan dua penyerang: Guivarc'h dan Giroud. Keduanya sama-sama jadi juara dunia, sama-sama pula tak bikin gol sepanjang turnamen.

Guivarc'h dibawa pelatih Prancis saat itu, Aime Jacquet, ke Piala Dunia 1998 karena ketajamannya di klub. Bersama Auxerre di musim 1997/1998, dia bikin 21 gol dari 32 penampilan. Musim sebelumnya bersama Rennes, dia bikin 22 gol dalam 36 pertandingan.

Ketajamannya di level klub membuat Jacquet memercayakannya peran ujung tombak. Dia bersama Christophe Dugarry merupakan dua penyerang paling berpengalaman di skuat Prancis 1998, sementara Thierry Henry dan David Trezeguet yang sama-sama berusia 20 tahun saat itu masih mematangkan diri.

Menariknya, sebagai penyerang utama Guivarc'h bahkan tak berkontribusi gol maupun assist sepanjang turnamen. Padahal dia tampil enam kali dari tujuh pertandingan Prancis, cuma absen di laga kedua fase grup melawan Arab Saudi.


Antara Giroud, Guivarc'h, dan Sejarah yang Berulang

Dari enam penampilan itu, Guivarc'h empat kali bermain sebagai starter termasuk di final dan dua kali sebagai pengganti, tak pernah tampil penuh. Di Piala Dunia 2018 ini, kisah itu 'diceritakan' ulang oleh Giroud.

Sebagaimana Guivarc'h di 1998, Giroud pun merupakan ujung tombak utama Prancis di skuat saat ini. Giroud malah benar-benar tak pernah absen di tujuh pertandingan dari fase grup sampai ke final.

Kecuali di laga pembuka melawan Australia, penyerang Chelsea ini selalu dipercaya Didier Deschamps untuk tampil sebagai starter. Namun dari sebanyak 546 menit yang dilalui Giroud di lapangan, tak ada gol yang berhasil diciptakan.

Satu-satunya kontribusi langsung terhadap gol Prancis yang dia buat adalah sebiji assist. Assist ini diciptakannya untuk gol kedua Kylian Mbappe ke gawang Argentina pada laga babak 16 besar.

Lebih ekstrem lagi, Giroud bahkan tak sekalipun mencatatkan tembakan tepat target sepanjang kejuaraan. 13 percobaan dilepaskannya, dengan sembilan melenceng/melambung dan empat lainnya diblok. Maka kritik pun bermunculan untuknya karena dianggap tak signifikan untuk tim.


Tapi Deschamps malah menyebutnya sebagai kepingan penting dalam permainan Prancis. Pemain 31 tahun ini krusial untuk menghubungkan umpan, menjadi pemantul untuk Mbappe dan Griezmann, juga membuka ruang untuk kedua rekannya tersebut.

"Dia penting untuk gaya kami, kami butuh dia menyokong permainan. Bagus saja kalau dia mencetak gol, tapi Olivier selalu bersikap murah hati dan tak pernah komplain soal bekerja keras," kata Deschamps dikutip RTE.

Dia mungkin tidak punya gaya flamboyan, tapi tim membutuhkan dia sekalipun dia tak bikin gol," tandasnya.

Giroud tak bikin gol, tapi membawa pulang trofi dan medali juara dunia seperti halnya Guivarc'h, membungkam para pengkritik. Sejarah pun berulang.

Kalau filsuf George Santayana menyebut bahwa 'Mereka yang tak bisa mengingat masa lalu dikutuk untuk mengulanginya', Deschamps dan Giroud justru mengingat baik-baik masa lalu Prancis dan menggunakannya untuk mengulangnya.

Kroasia-lah yang tidak (mengingat dan belajar dari sana).


Simak Juga Selebrasi Tanpa Henti Prancis di Dressing Room Hingga Bus:

[Gambas:Video 20detik]

(raw/krs)