Kisah Masa Kecil Son Heung-min: Juggling Empat Jam dan Didikan Keras Ayah

Kisah Masa Kecil Son Heung-min: Juggling Empat Jam dan Didikan Keras Ayah

Rifqi Ardita Widianto - Sepakbola
Rabu, 20 Mar 2019 11:36 WIB
Son Heung-min menceritakan masa kecilnya. (Foto: Carl Recine/Action Images via Reuters)
Jakarta - Son Heung-min kini jadi pesepakbola papan atas, membela klub top Premier League, Tottenham Hotspur. Untuk sampai titik ini bukannya mudah dan tanpa perjuangan.

Lahir di Gangwon, Chuncheon, Korea Selatan pada 8 Juli 1992 silam, Son tak asing dengan sepakbola. Sang ayah, Son Woong-jung merupakan mantan pesepakbola profesional.

Son yang sejak bisa berjalan sudah bermain-main dengan bola lantas masuk ke akademi FC Seoul pada 2008. Tak lama kemudian dia merantau ke Jerman karena direkrut Hamburg SV.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sepakbola Jerman menempanya. Setelah 78 penampilan dengan torehan 20 gol dan tiga assist untuk tim utama Hamburg, Son dibeli Bayer Leverkusen seharga 10 juta euro pada Juni 2013. Angka itu memecahkan rekor transfer klub saat itu.

Dikontrak lima tahun, Son rupanya hanya tiga tahun di Leverkusen. Performanya yang oke, dengan 29 gol dan 11 assist dari 87 penampilan di semua kompetisi, membuat Tottenham terpikat. Dibeli seharga 30 juta euro, Son jadi pemain Asia termahal dalam sejarah.




Dari sini kariernya terus menanjak. Di bawah arahan Mauricio Pochettino, performanya terasah. Son yang tadinya lebih banyak beroperasi sebagai penyerang sayap, kini juga bisa diandalkan sebagai penyerang tengah.

Musim ini, dia sudah bikin 16 gol dan sembilan assist di 37 laga. Dia turun 13 kali sebagai penyerang tengah dan membukukan tujuh gol+empat assist. Bersama Tottenham, Son sampai detik ini mencetak 63 gol dan 35 assist dari 177 laga semua ajang.

Menjadi salah satu pesepakbola Asia paling menonjol saat ini, Son mencapainya dengan perjuangan keras. Sejak kecil ayahnya mendidik dengan keras demi menjadikannya pesepakbola andal, termasuk menghukum dengan bola.

Son ingat jelas salah satu momen hukuman, yang didapatkan usai bertengkar dengan sang kakak, Son Heung-yun.

"Dia menugaskan kami melakukan juggling selama empat jam. Kami berdua. Setelah sekitar tiga jam, saya melihat bolanya ada tiga. Lantainya (jadi) merah," kata Son.




"Saya sangat lelah. Dan dia begitu marah. Saya rasa ini adalah kisah terbaik kami dan kami masih membicarakannya ketika kumpul-kumpul. Empat jam menjaga bola terus di atas dan tak menjatuhkannya. Itu sulit, bukan?" imbuhnya seperti dilansir Guardian.

Juggling selama empat jam nonstop buat masyarakat awam terdengar mustahil tentu saja, tapi Son memastikan bahwa tak sekalipun dia menjatuhkan bola dalam empat jam tersebut.

"Tidak. Tak sekalipun jatuh," tandasnya.

Son bercerita bahwa sang ayah memang berperan besar dalam memoles kemampuan sepakbolanya sejak kecil. Apalagi beliau sempat melatihnya di sekolah.

"Ketika saya usia 10 atau 12 tahun, dia melatih tim sekolah saya dan kami saat itu berlatih, 15 atau 20 pemain. Programnya saat itu adalah menjaga bola tak jatuh ke tanah selama 40 menit," sambung Son.




"Ketika seseorang menjatuhkan bola, ayah saya diam saja. Tapi saat saya menjatuhkan bola, dia membuat kami mengulang dari awal lagi. Para pemain mengerti karena saya putranya, dan ya, itu berat. Tapi kalau dipikir-pikir lagi sekarang, itu cara yang benar," imbuhnya.

Sang ayah diakui keras dan disiplin, tapi Son percaya tanpa semua yang dilakukan sang ayah, dia takkan bisa sampai di titik ini. Didikan itu memegang peran besar dalam kariernya.

"Apakah dia pelatih yang tegas? Ya. Juga menakutkan," kata Son.

"Saat itu ayah saya memikirkan tentang apa yang saya butuhkan. Dia melakukan segalanya untuk saya dan tanpanya, saya mungkin takkan sampai di posisi saat ini."

"Sebagai pemain, Anda butuh sejumlah bantuan. Juga penting untuk bertemu manajer yang bagus dan ada faktor keberuntungan juga. Segalanya berjalan baik untuk saya," tandasnya. (raw/cas)

Hide Ads