Final Liga Europa, Upaya Terbaru Azerbaijan Tutupi Pelanggaran HAM?

Final Liga Europa, Upaya Terbaru Azerbaijan Tutupi Pelanggaran HAM?

Yanu Arifin - Sepakbola
Rabu, 29 Mei 2019 17:37 WIB
Baku Olympic Stadium, venue final Liga Europa yang mempertemukan Chelsea vs Arsenal, Kamis (30/5/2019). (Foto: Phil Noble/Reuters)
Jakarta - Final Liga Europa antara Chelsea vs Arsenal digelar di Baku, Azerbaijan. Ada anggapan laga ini upaya terbaru tuan rumah menutupi pelanggaran hak asasi manusia.

Baku ditunjuk UEFA menjadi kota tuan rumah final Liga Europa 2018/2019. Olympic Stadium akan menjadi venue pertandingan yang mempertemukan Chelsea vs Arsenal di final pada Kamis (30/5/2019) dini hari WIB.

Keberhasilan menjadi tuan rumah final Liga Europa memperpanjang catatan Azerbaijan sebagai 'negara olahraga'. Sejak 2015, negara yang terletak di persimpangan Eropa dan Asia Barat itu banyak menggelar event olahraga bertaraf internasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




Mulai dari European Games 2015, Formula 1 sejak 2017, final Liga Europa 2019, dan siap menyelenggarakan Piala Eropa 2020. "Tiap acara ini menguatkan posisi Azerbaijan di peta dunia dan menciptakan kondisi yang memicu kedatangan turis," kata Azad Rahimov kepada AFP beberapa waktu lalu.

Belum sampai di situ, menurut laporan AFP, perusahaan minyak Azerbaijan SOCAR sudah menjadi sponsor utama UEFA sejak 2013. Slogan negaranya, Land of Fire, terpampang di jersey Atletico Madrid.

Kendati sukses bermain-main dengan event olahraga internasional, banyak anggapan hal itu dilakukan Azerbaijan untuk menutupi kondisi negaranya yang sesungguhnya. Azerbaijan diklaim salah satu negara dengan tingkat pelanggaran hak asasi manusia yang tinggi.

Negara pecahan Uni Soviet itu disinyalir menutupi banyak pelanggaran ham dan korupsi yang sistematis dilakukan dinasti Aliyev, yang berkuasa sejak 1993.




Laporan Human Rights Watch memaparkan, Azerbaijan menjadi salah satu negara dengan tingkat represi yang tinggi. Mereka menempati urutan ke-166 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers yang dirilis Repoter Without Borders.

Selain itu, laporan Human Rights Watch pada 2018 menyebut ada 43 orang pembela HAM, jurnalis, aktivis politik dan agama yang dipenjara di Azerbaijan.

Terkait sepakbola, suporter Eropa juga mengeluhkan aturan pemerintah Azerbaijan yang tidak mendukung persamaan hak. "Suporter sepakbola Eropa menandai 'atmosfer yang represif' untuk fans dan pemerintah yang punya catatan buruk soal hak-hak LGBT," tulis Human Rights Watch.

Tak ayal, sorotan Azerbaijan menjadi tuan rumah final Liga Europa tak sebatas pada permasalahan Henrikh Mkhitaryan. Pemain Arsenal itu tak berani bermain karena negara asalnya, Armenia, sedang terlibat konflik politik dengan Azerbaijan.




Final Liga Europa pun disebut menjadi upaya terbaru Azerbaijan memoles citranya sebagai negara olahraga, menutupi stigma sebagai negara pelanggar HAM. Hal itu yang sedianya harus dikritisi banyak pihak, termasuk sepakbola dan dunia olahraga itu sendiri.

"Kami harus memastikan Azerbaijan tidak diizinkan melakukan 'sportwash' [menutupi lewat event olahraga] catatan hak asasi manusia yang mengerikan berkat keriuhan dari sepakbola," ucap direktur Amnesty International Inggris Kate Allen. (yna/fem)

Hide Ads