Klopp dan Nasib Jeleknya di Partai Final

Jelang Liga Champions

Klopp dan Nasib Jeleknya di Partai Final

Mohammad Resha Pratama - Sepakbola
Sabtu, 01 Jun 2019 10:02 WIB
Juergen Klopp diadang rekor buruk di ajang final Liga Champions (Sergio Perez/Reuters)
Madrid - Juergen Klopp harus diakui adalah salah satu pelatih jempolan saat ini. Tapi jika bicara soal partai final, entah mengapa kesaktian Klopp tiba-tiba saja menghilang.

Klopp sudah menancapkan kukunya di kancah persepakbolan Eropa saat membawa Borussia Dortmund dua kali juara Bundesliga sekaligus menghentikan dominasi Bayern Munich. Bersama Dortmund, Klopp memperkenalkan gaya sepakbola baru bernama Gegenpressing.

Pindah ke Liverpool, kariernya pun makin harum karena sorotan kini selalu mengarah kepadanya, terutama setelah performa apik tim Merseyside itu dalam dua tahun terakhir. Kalaupun ada yang kurang dari Liverpool-nya Klopp, itu adalah trofi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Telur" itu yang ingin dipecahkan Klopp saat memimpin Liverpool di final Liga Champions menghadapi Tottenham Hotspur di Wanda Metropolitano, Minggu (2/6/2019) dini hari WIB nanti. Liverpool jelas unggul segala-galanya, dari sisi skuat maupun pengalaman.




Tapi, ada satu hal yang bisa mengganjal hasrat besar Liverpool itu dan datangnya dari sang manajer, Klopp, yang punya rekor buruk di partai final. Sejak mencapai final pertamanya pada 2012, yakni DFB-Pokal, dan membawa Dortmund juara kala itu usai mengalahkan Bayern 5-2, Klopp selalu sial di partai puncak.

Dimulai saat dikalahkan Bayern 1-2 di final Liga Champions 2013, lalu berlanjut dibekuk 0-2 oleh Bayern juga di final DFB-Pokal 2014 dan kalah 1-3 dari Wolfsburg di final kompetisi sama setahun setelahnya.

Pindah ke Liverpool pada Oktober 2015, Klopp langsung membawa klubnya melaju ke final Piala Liga Inggris tapi takluk dari Manchester City di adu penalti, lalu kalah 1-3 dari Sevilla di final Liga Europa. Yang masih segar dalam ingatan musim lalu saat Liverpool takluk 1-3 dari Real Madrid.




Enam final beruntun berujung kekalahan, maka wajar Klopp dianggap punya nasib sial jika berlaga di final. Soal hal itu, Klopp mengaku tak bisa berbuat apa-apa karena toh dia selalu bekerja keras untuk memenanginya sejak peluit wasit dibunyikan.

"Karier saya sejauh ini memang kurang beruntung, tapi masalah saya adalah, sejak 2012, kecuali 2017, saya selalu lolos ke final. Saya adalah pemegang rekor pemenang semifinal dalam tujuh tahun terakhir - saya bisa menulis buku, tapi tidak ada yang membacanya," ujar Klopp di ESPN.

"Saya adalah manusia normal. Ada saat-saatnya tidak beruntun dan beruntung, tapi saya tidak bisa mengubahnya. Saya paham soal keberuntungan karena jika Anda mau mengusahakan itu, maka Anda akan rutin mendapatkannya. Kami ada di sini untuk juara. Ada saat-saat di mana Anda beruntung dan bernasib sial, dan ada kalanya kami bukan tim yang beruntung di final, tapi seperti itulah keberuntungan," sambungnya.

"Karier saya sejauh ini sudah oke dan belum selesai. Bisa saja lebih baik, bisa saja lebih buruk. Tapi jika saya adalah alasan mengapa di enam final beruntun, maka semuanya harus mulai khawatir."


(mrp/mrp)

Hide Ads