Liverpool meminta bantuan Pemerintah Inggris untuk menggaji stafnya di tengah pandemi corona. Langkah Si Merah ini dikritik keras eks pemain dan bahkan stafnya.
Kompetisi harus berhenti sementara waktu karena serbuan virus COVID-19. Alhasil, klub-klub yang berlaga di liga-liga top Eropa harus terganggu roda perekonomiannya karena tidak ada pemasukan selama sebulan lebih.
Langkah terbaik untuk menjaga stabilitas klub tentu dengan memangkas gaji para pemain yang terhitung tinggi, yang mana hal itu sudah dilakukan Barcelona, Juventus, Atletico Madrid, Bayern Munich, dan Borussia Dortmund.
Tapi, beda halnya dengan di Inggris ketika klub-klub justru merumahkan stafnya lebih dulu yang mengundang kritik keras. Terakhir, Liverpool melakukan itu sambil dibantu dana pemerintah sehingga mereka tetap menggaji penuh staf yang dirumahkan.
Meski begitu, Liverpool ternyata cuma menyumbang 20 persen dan sisanya ditalangi pemerintah Inggris sebagai amanat undang-undang ketenagarkerjaan di sana, jika dalam kondisi darurat. Aksi Liverpool ini lantas dikritik oleh mantan pemainnya Jamie Carragher.
"Juergen Klopp sudah menunjukkan rasa peduli kepada sesama di awal pandemi ini, lalu pemain senior juga mendorong agar pemain Premier League lain mau dipotong gajinya. Tapi rasa hormat dan niat baik itu musnah, gara-gara... Ah, Liverpool," ujar Carragher di akun twitter-nya.
Liverpool sepatutnya tidak perlu meminta bantuan pemerintah karena mereka meningkat pendapatannya sehingga mampu mencatatkan pendapatan sebelum pajak sebesar 42 juta paun Februari lalu. Apalagi, Liverpool berani membayar mahal sekitar 43 juta paun untuk komisi agen.
Padahal gaji seluruh staf Liverpool selama setahun tak sampai total komisi tersebut. Salah satu karyawan Liverpool mengaku kecewa dengan sikap klub seperti ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka memanggil staf sebagai keluarga - tapi saya tidak merasa seperti anggota keluarga," tutur staf yang tak mau disebutkan namanya kepada BBC Sport.
"Kenapa klub yang mampu meraup keuntungan ratusan juta paun malah menggunakan bantuan pemerintah untuk menggaji staf, sementara banyak sektor lain yang lebih membutuhkan," sambungnya.
"Saya merasa kecewa dan saya merasa bantuan pemerintah ini digunakan untuk sektor bisnis yang bermasalah. Saya juga kecewa karena Everton malah tidak melakukan ini."
(mrp/rin)