Ratu Tisha Disebut Kebablasan, 'Dimanja' Jokdri dan Edy Rahmayadi

Ratu Tisha Disebut Kebablasan, 'Dimanja' Jokdri dan Edy Rahmayadi

Mercy Raya - Sepakbola
Selasa, 14 Apr 2020 18:23 WIB
Sekjen PSSI, Ratu Tisha
Ratu Tisha dinilai kebablasan sejak kepengurusan PSSI sebelumnya. (Foto: detikcom/Hasan Alhabshy)
Jakarta -

Ratu Tisha Destria sudah mengundurkan diri dari kursi Sekjen PSSI. Dia dinilai kebablasan karena dimanja rezim sebelumnya, era Edi Rahmayadi dan Joko Driyono.

Di tengah pandemi virus corona, Tisha mengumumkan resign dari PSSI. Perempuan berusia 35 tahun itu mengumumkan pengunduran dirinya melalui sebuah audio rekaman yang diunggah dalam akun Instagram pribadinya, Senin (13/4/2020).

Tepat pukul 17.00 WIB, Tisha membuat pengumuman itu melalui rekaman suaranya. Dia juga mengucap syukur pernah mendapat kesempatan bekerja sama dengan para pelaku olahraga, baik di dalam lapangan maupun di luar lapangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perjalanan Tisha sampai mendapat posisi Sekjen PSSI memang sempat menjadi sorotan. Tisha pertama kali muncul ketika menjadi direktur kompetisi Kompetisi PT Gelora Trisula Semesta (GTS), operator Indonesian Soccer Championship (ISC) pada 2016. Kemudian di tahun berikutnya, dia berhasil menduduki posisi Direktur Kompetisi PT Liga Indonesia Baru pada awal 2017.

Saat itu, PSSI dipimpin oleh Edy Rahmayadi dengan Ade Wellington sebagai Sekjennya. Namun, sayangnya Ade dinilai tidak kooperatif dengan awak media sehingga kiprah Ade pun dievaluasi dan berujung pada pengunduran diri.

ADVERTISEMENT
Mantan Sekjen PSSI Ratu Tisha.Mantan Sekjen PSSI Ratu Tisha. (Foto: detikcom/Hasan Alhabshy)

PSSI memang tak lantas menunjuk pengganti. Mereka menggunakan fit and proper test untuk memilih sosok yang tepat sebagai Sekjen. Tercatat ada beberapa calon, termasuk Tisha di dalamnya. Tisha pun berhasil memenangkan uji kelayakan dan kepatutan di antara kandidat lain.

Tisha pun terpilih sebagai Sekjen pada Juli 2017. Namun, di sela-sela pemilihan itu muncul kabar tak sedap jika keberhasilannya menjabat tugas strategis di organisasi atas rekomendasi Joko Driyono, yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua umum PSSI. Sebab, selama ini hampir seluruh kegiatan Tisha lekat dengan pria yang karib disapa Jokdri itu.

Ketua Umum Asprov PSSI Jawa Barat, Tommy Apriantono, mengatakan dari awal sudah ada yang janggal dari pemilihan tersebut. Pasalnya, untuk memilih sekjen adalah kewenangan Ketua Umum. Akan tetapi hal itu tak dimanfaatkan, melainkan dengan menggunakan embel-embel fit and proper test.

"Tentunya Sekjen itu adalah tenaga profesional yang diangkat oleh ketua umum dengan sepengetahuan komite eksekutif. Jadi tak perlu persetujuan karena itu mutlak kewenangan ketua. Mau di UEFA atau apa," kata Tommy ketika berbincang dengan detikSport, Selasa (14/4/2020).

Kondisi itu pula yang akhirnya berujung pada kebablasan Tisha dalam menjalankan organisasi. Tidak hanya dari zaman Edy Rahmayadi tapi hampir semester kepemimpinan Mochamad Iriawan. Terlebih sejak Joko Driyono berkasus hukum mafia bola dan Edy fokus pada pencalonan dirinya sebagai Gubernur Sumatera Utara.

Salah satu contoh overlapping yang dikeluhkan muncul dari Ketua Umum PSSI 2011-2015, Djohar Arifin, yang saat ini menjabat sebagai anggota Komisi X DPR RI. Dia mengkritik kinerja Ratu Tisha hingga menyebut kelewat batas.

Ratu Tisha sebagai Sekjen dinilai semena-mena dalam menghentikan beberapa pertandingan, salah satunya laga leg kedua final Piala Indonesia antara PSM Makassar dengan Persija Jakarta di Stadion Andi Mattalatta, Mattoangin, Makassar, tahun lalu. Kemudian, kasus kursi VVIP di SEA Games 2019, Manila, sehingga berujung pada permohonan maaf Iwan Bule kepada Djohar.

"Ketika Pak Jokdri mundur dan masuk tahanan, posisi pak Edy enggak ada orang yang powerfull lagi. Segala sesuatu diambil. Begitu sekarang ada ketua, itu (dia) masih merasa seperti dulu. Ketuanya mungkin merasa seperti diambil. Nah, Exco yang lama selama ini merasa dilewati," katanya.

Ratu Tisha saat masih bertugas menjadi Sekjen di kantor PSSI.Ratu Tisha saat masih bertugas menjadi Sekjen di kantor PSSI. (Foto: detikcom/Hasan Alhabshy)

"Sekarang jangankan pernyataan Pak Ibul, pernyataan Djohar Arifin saja, kan harusnya dihormati sebagai mantan Ketum PSSI. Sekarang jabatannya malah lebih lagi, posisinya di DPR. Dia sebagai mantan ketua umum PSSI, harusnya dia dapat kursi VVIP. Ini kan dia kasih ke orang lain, yang tiga orang siapa. PSSI kan butuh partner dari pemerintah," ujarnya.

Tommy pun menyerahkan keputusan kepada PSSI sebagai pihak yang berwenang memilih Sekjen. Dia juga tak ingin berspekulasi siapa sosok yang pantas.

"Ya, saya tidak tahu. Mungkin ketua sudah punya calon atau tidak. Tapi sekarang kan ada wakil Sekjen, ya wakil Sekjen bisa saja naik. Apakah dinaikkan atau ada yang lain, wakil sekjen tetap di situ," katanya.

"Mudah-mudahan tidak ada (masalah lagi) dan Sekjen baru bisa bekerja sama dengan Exco dan timnya," dia mengharapkan.


Hide Ads