Ratu Tisha Destria sudah mengundurkan diri dari kursi Sekjen PSSI. Dia dinilai kebablasan karena dimanja rezim sebelumnya, era Edi Rahmayadi dan Joko Driyono.
Di tengah pandemi virus corona, Tisha mengumumkan resign dari PSSI. Perempuan berusia 35 tahun itu mengumumkan pengunduran dirinya melalui sebuah audio rekaman yang diunggah dalam akun Instagram pribadinya, Senin (13/4/2020).
Tepat pukul 17.00 WIB, Tisha membuat pengumuman itu melalui rekaman suaranya. Dia juga mengucap syukur pernah mendapat kesempatan bekerja sama dengan para pelaku olahraga, baik di dalam lapangan maupun di luar lapangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjalanan Tisha sampai mendapat posisi Sekjen PSSI memang sempat menjadi sorotan. Tisha pertama kali muncul ketika menjadi direktur kompetisi Kompetisi PT Gelora Trisula Semesta (GTS), operator Indonesian Soccer Championship (ISC) pada 2016. Kemudian di tahun berikutnya, dia berhasil menduduki posisi Direktur Kompetisi PT Liga Indonesia Baru pada awal 2017.
Saat itu, PSSI dipimpin oleh Edy Rahmayadi dengan Ade Wellington sebagai Sekjennya. Namun, sayangnya Ade dinilai tidak kooperatif dengan awak media sehingga kiprah Ade pun dievaluasi dan berujung pada pengunduran diri.
![]() |
Baca juga: PSSI Masih Bisa Jalan Tanpa Ratu Tisha |
PSSI memang tak lantas menunjuk pengganti. Mereka menggunakan fit and proper test untuk memilih sosok yang tepat sebagai Sekjen. Tercatat ada beberapa calon, termasuk Tisha di dalamnya. Tisha pun berhasil memenangkan uji kelayakan dan kepatutan di antara kandidat lain.
Tisha pun terpilih sebagai Sekjen pada Juli 2017. Namun, di sela-sela pemilihan itu muncul kabar tak sedap jika keberhasilannya menjabat tugas strategis di organisasi atas rekomendasi Joko Driyono, yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua umum PSSI. Sebab, selama ini hampir seluruh kegiatan Tisha lekat dengan pria yang karib disapa Jokdri itu.
Ketua Umum Asprov PSSI Jawa Barat, Tommy Apriantono, mengatakan dari awal sudah ada yang janggal dari pemilihan tersebut. Pasalnya, untuk memilih sekjen adalah kewenangan Ketua Umum. Akan tetapi hal itu tak dimanfaatkan, melainkan dengan menggunakan embel-embel fit and proper test.
"Tentunya Sekjen itu adalah tenaga profesional yang diangkat oleh ketua umum dengan sepengetahuan komite eksekutif. Jadi tak perlu persetujuan karena itu mutlak kewenangan ketua. Mau di UEFA atau apa," kata Tommy ketika berbincang dengan detikSport, Selasa (14/4/2020).