Jakarta -
Pelaku sepakbola terlibat dalam peredaran narkoba. Hal itu disebut akibat sistem di PT Liga Indonesia Baru tak berjalan baik.
Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Timur mengungkap kasus peredaran narkoba. Tiga dari empat pelaku berkaitan dengan sepakbola.
Mereka adalah M Choirun Nasirin (kiper PS Hizbul Wathan), Eko Susan Indarto (eks Persela Lamongan), dan Dedi A Manik (wasit Liga 2). Satu tersangka lagi Novin Ardian merupakan sopir Dedi A Manik). Keempatnya terlibat dalam home industry sabu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dedi A Manik adalah produsen dan pengedar sabu. Sementara Choirun dan Eko Susan adalah pembeli dan mengaku sudah melakukan transaksi sebanyak dua kali.
Terlibatnya pesepakbola diduga kuat lantaran kesulitan ekonomi. Sebagaimana diketahui, kompetisi nasional rehat sejak akhir Maret 2020 dan gaji pemain serta ofisial dipotong menjadi maksimal 25 persen saja.
Pengamat olahraga nasional, Hifni Hasan, mengamini hal itu. Ia prihatin dengan situasi pandemi COVID-19 yang membuat pesepakbola gelap mata dalam kondisi sulit.
"Saya prihatin dengan kejadian ini apalagi di masa COVID-19, semua orang tak berpikir rasional lagi. Kesulitan keuangan klub ini dampaknya ke atlet sepakbola," kata Hifni Hasan kepada detikSport.
Hifni Hasan juga mengungkit konflik internal PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB). Ketidakharmonisan para pengurus sepakbola membuat hilangnya kepercayaan, termasuk dari pesepakbola.
"Secara tidak langsung dengan tidak adanya kompetisi, kompensasi dan sponsor, itu memberatkan atlet. Kepada pengurus PSSI, cobalah dibenahi liga sepakbola kita. Persoalan liga (PT LIB) dan PSSI ini berakibat atlet-atlet di Liga 1 dan Liga 2," ujarnya.
Mantan Sekjen Komite Olimpiade Indonesia (KOI) itu juga menyoroti macetnya dana hak komersial dari PT LIB. Sejauh ini operator kompetisi baru mencairkan 1 termin dana subsidi dari yang seharusnya sudah empat kali.
Bahkan klub Liga 2 nasibnya lebih mengenaskan lagi. Baru enam klub yang menerima dana subsidi untuk termin pertama.
"Pemain menjual dan memakai narkoba itu akibat sistem tidak berjalan dengan baik. Sistem ini contohnya klub tidak mendapat subsidi tahun ini," tutur Hifni Hasan.
"Semua klub harapannya dari subsidi dengan berbagai alasan termasuk CoVID dan kepengurusan dan dampaknya ke atlet. Kondisi keuangan tak memungkinkan, ini gampang cari duitnya jadi lupa dan khilaf," ucapnya.
Saat ini, Choirun sudah dipecat PSHW. Hifni Hasan meminta PSSI juga bertindak tegas.
"Kalau saya dari dulu memang tidak suka olahragawan melakukan tindak pidana dan hukum. Jadi, itu memang sudah sewajarnya dia (Choirun) dipecat," kata Hifni Hasan.
"Sekarang tinggal PSSI untuk ikut kasus ini, kita lihat mereka akan menerapkan hukum juga tidak. Jangan hanya sebatas klub, PSSI harus membuat surat dari Komite Disiplin atau Komite Etik bahwa pemain ini misalnya tak boleh tampil sekian tahun," kata dia menambahkan.