Pengalaman Dinda Jadi Relawan Piala Dunia: Dapat Tepuk Tangan Sampai Makian

Pengalaman Dinda Jadi Relawan Piala Dunia: Dapat Tepuk Tangan Sampai Makian

Isfari Hikmat - Sepakbola
Jumat, 13 Jul 2018 18:40 WIB
Dinda Maurissa Hartlan di antara suporter Argentina saat bertugas jadi volunteer Piala Dunia 2018 (ist)
St Petersburg - Menjadi relawan Piala Dunia 2018, Dinda Maurissa Hartlan bertemu dengan ribuan orang dengan bragam sifat dan karakter. Banyak yang berkesan, tapi ada yang menguji kesabaran.

Dinda mendaftar menjadi relawan jauh-jauh hari sebelum Piala Dunia 2018 kick-off. Berbekal pengumuman yang dia lihat di salah satu stasiun St Petersburg dia mendaftar menjadi volunteer. Gadis kelahiran 7 Mei 1998 itu sampai menunda kepulangannya ke Balikpapan.

Bermodalkan penguasaan Bahasa Inggris dan Rusia, Dinda terpilih dari 5.906 pelamar. Anak kedua pasangan Asmuri Soeryo dan Hariyati ini jadi bagian dari 2.300 relawan di kota Saint Petersburg.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sudah sebulan penuh bertugas sebagai relawan Piala Dunia 2018, Dinda terlibat dalam banyak kejadian menarik. Dari yang sepele seperti menemani suporter ke imigrasi, sampai ke hal-hal yang masuk kategori 'menantang'.

Pengalaman Dinda Jadi Relawan Piala Dunia: Dapat Tepuk Tangan Sampai MakianFoto: ist




Salah satu yang paling dia ingat adalah saat membantu sekitar 80 orang suporter yang hendak pulang ke Barcelona. Mereka tak bisa kembali ke kampung halaman lantaran maskapai penerbangan melakukan pembatalan tanpa pemberitahuan.

Karena ada anak-anak dan perempuan di dalam rombongan dan sudah berjam-jam di bandara, Dinda kemudian membantu menghubungi pihak-pihak terkait demi mengurus kepulangan mereka.

"Kami akhirnya menghubungi pihak maskapai, mengurus bis mereka ke hotel," kisahnya penuh semangat.

Usai memastikan semua rombongan ada di dalam bis, ia juga memastikan barang bawaan mereka lengkap tidak tertinggal satu pun. Saat dua bus membawa mereka ke hotel untuk menunggu penerbangan berikutnya, Dinda pun diberi tepuk tangan oleh rombongan tersebut sebagai ucapan terima kasih.

Bertemu banyak orang dan memberikan bantuan pada mereka membuat mahasiswi Saint Petersburg State Transport University ini merasa menemukan jati dirinya. Tugas menjadi relawan dia jalannya dengan penuh komitmen, meski sama sekali tak mendapat bayaran dan bekerja menggunakan sistem shift (7-12 pagi).





Dinda juga harus siap ditempatkan di lokasi-lokasi yang berbeda. Setiap relawan biasa ditugas di stadion, bandara, stasiun, atau pelabuhan. Dinda, yang mengambil jurusan perkeretaapian, ditugaskan di bandara.

Setiap bertugas Dinda diberi perlengkapan standar untuk dia gunakan. Perlengkapan tersebut terdiri dari hoodie, jaket, kaos polo, celana training, serta kartu akses transportasi tak terbatas.

Di kesempatan yang lain Dinda pernah harus membantu seorang asal Nigeria yang kebingungan di bandara. Pria tersebut salah membeli tiket dan terdampar di bandara. Berkat keuletannya, pria tersebut bisa kembali ke Nigeria tanpa harus membeli tiket lagi.

Pria itu pun mencoba memberikan sesuatu kepadanya sebagai tanda terima kasih. Namun, pemberian tersebut ia tolak. Pria tersebut terlihat sedih saat saya tolak,. Pria tersebut sampai memposting kebaikan Dinda di akun sosial medianya. "Nice lady with a good heart", tulis pria itu.

Tapi menjadi relawan tidak selamanya indah. Pernah juga relawan jadi sasaran kekesalan suporter yang mendapat masalah.

"Pernah ada yang kehilangan, tapi setelah coba dibantu malah keluar kata-kata kasar," curhatnya saat ditemui detik.com di St Petersburg.

Apakah kejadian buruk tersebut membuat Dinda menyesal menjadi relawan?

"I love my job," jawabnya semringah.

Pengalaman Dinda Jadi Relawan Piala Dunia: Dapat Tepuk Tangan Sampai MakianFoto: ist
(isf/din)

Hide Ads