4-3-3 Rasa Baru a la Mourinho di Chelsea

4-3-3 Rasa Baru a la Mourinho di Chelsea

- Sepakbola
Jumat, 15 Agu 2014 15:44 WIB
Getty Images/Massimo Cebrelli
Jakarta - Tak terasa sudah hampir empat tahun berlalu saat Chelsea mampu mengangkat trofi Liga Inggris tahun 2010 silam. Selama empat tahun itu juga di setiap awal musim tim berjuluk The Blues ini selalu difavoritkan sebagai kandidat tim terbaik di Inggris. Namun prediksi tetaplah prediksi, bukan fakta yang terwujud nyata. Chelsea selalu gagal menjadi kampiun liga.

Memang di fase itu mereka mampu merengkuh banyak trofi dari mulai FA Cup, Europa League hingga Champions Leaque. Tapi belum lengkap rasanya jika menguasai Eropa tapi malah gagal menguasai kampung sendiri.

Berbagai upaya telah dilakukan Chelsea lewat kucuran uang Roman Abramovic yang tak bernomer seri itu. Estafet pergantian pelatih dilakukan berkali-kali, mulai dari Carlo Ancelotti, Villas Boas, Di Matteo, Rafael Benitez hingga kembali ke Jose Mourinho. Dalam soal pemain, tercatat dari tahun 2010-2014 Chelsea sudah menggelontorkan dana 450 juta poundsterling untuk membeli 35 pemain, nama-nama baru seperti Cesc Fabregas, Diego Costa dan Felipe Luis masuk di dalamnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yang patut menarik dicermati adalah dengan kehadiran pemain-pemain baru seperti Diego Costa, Filipe Luis, Thibaut Courtois, Fabregas dan muka lama yang kembali, yaitu Didier Drogba, apa yang akan dilakukan Mourinho?

Memaksimalkan Formasi 4-3-3

Banyak talenta-talenta bagus berkumpul di lini tengah Chelsea, hal ini yang jadi kekuatan Chelsea di musim ini. Mereka tak perlu khawatir kedalaman skuat di lini tengah karena kapasitas dan kualitasnya tak terlalu berbeda jauh.

Mou memiliki 6 gelandang serang yang jauh dari ecek-ecek, mulai dari Oscar, Mohamed Salah, Cesc Fabregas, Andre Schuerrle, Eden Hazard, dan Willian. Karena itu tidak mudah memprediksi siapa saja sosok yang akan mengisi posisi inti di lini ini, tergantung keinginan dan taktik yang Mou pakai, dan boleh jadi amat kondisional dengan mempertimbangkan siapa lawan yang akan dihadapi.

Dalam beberapa laga ujicoba terakhir untuk memaksimalkan seluruh pemain di tengah, Mou sempat kembali mencoba memakai ke formasi 4-3-3. Formasi ini adalah andalannya saat membawa Chelsea berjaya di tahun 2004-2007 silam. Lantas seperti apakah 4-3-3 yang akan dipakai Mourinho kali ini?



Dengan formasi 4-3-3 otomatis akan mengurangi peran pemain no. 10 yang selama ini diemban oleh Oscar. Saat membela Brazil di Piala Dunia, pemain ini ternyata mampu digeser ke sayap dan bisa bermain lebih dalam oleh Luiz Felipe Scolari, hasilnya pun begitu memuaskan. Untuk diketahui, demi memberi peran No. 10 kepada Oscar ini, Mou bahkan "tega" membuang Juan Mata, pemain terbaik Chelsea di musim sebelumnya saat menjuarai Liga Champions.

Untuk memainkan Fabregas dan Oscar secara bersamaan Mourinho mungkin akan menghapus posisi central attacking midfielder dan memainkan dua gelandang yang lebih fleksibel maju-mundur lewat Fabregas dan Oscar.

Kekosongan ruang yang ditinggalkan CAM akan lebih banyak memberikan ruang bagi pemain sayap dan striker yakni Costa. Peran Costa sebagai seorang decoy (pengecoh) dan kekosongan di tengah, membuatnya mudah untuk mundur, menarik bek, hingga ruang itu diisi pemain sayap yang bergerak masuk ke dalam. Peran memotong ke dalam akan diemban Hazard, Willian, Salah atau Schuerrle.

Sistem seperti inilah yang dilakukan Costa bersama Atletico Madrid. Suplai bola kepada Costa agaknya akan lebih banyak dilakukan pemain sayap ketimbang gelandang serang. Karena itulah dia sempat mengutarakan lebih nyaman memakai 4-4-2 dengan dua gelandang yang cenderung bertahan ketimbang memakai 4-2-3-1 yang memakai CAM.

Percobaan Mou pada Gelandang Bertahan

Dengan memakai formasi 4-3-3 mau tak mau Mou mesti kembali mengaktifkan peran "Makelele Role" alias Holding Midfielder yang wajib diemban Nemanja Matic [baca: Holding Midfielder Tak Berarti DM] hanya saja tugas Matic akan lebih sulit ketimbang Makalele, mengingat di masa-masa 2004-2006, dalam pola 4-3-3 Makalele ditemani oleh dua gelandang bertipikal box-to-box midfielder macam Lampard dan Essien. Kini Matic ditemani dua gelandang bertipikal stylish dalam hal penguasaan bola. Karena itulah, untuk mengantisipasi kelemahan Matic ini, Mou sempat mencoba taktik baru yakni dengan memasang Fabregas sebagai poros ganda, seperti yang dilakukan saat pre-seasson. Saat memakai formasi 4-3-3 tak jarang dia merubah menjadi 4-2-3-1 saat pertandingan berlangsung. Dengan menarik Fabregas agak lebih dalam.



Selain mengantisipasi kelemahan Matic, Mou nampaknya ingin menambal kelengahan Chelsea seperti musim lalu yang sering memaikan taktik parkir bus [khususnya saat melakoni laga-laga besar] dengan memainkan dua gelandang yang memiliki kemampuan bertahan lebih atau bertipikal box to box midfielder seperti duet David Luiz - Matic – Ramires – Obi Mikel.

Dengan memainkan Fabregas sebagai poros ganda nampaknya Mou ingin kembali memasang pemain yang berkemampuan menyerang – layaknya utak-atik seperti yang dilakukannya pada Lampard tahun lalu. Tapi tentu saja karakter Fabregas berbeda jauh dengan Lampard yang selalu langsung mendirect bola langsung ke depan. Lewat Fabregas diharapkan Chelsea mungkin dapat memaikan penguasaan bola lebih lama.

Cesc sosok yang bisa diandalkan dalam soal kepemilikan bola. Diharapkan dia dapat menekan permainan Chelsea untuk lebih tenang, atau mungkin mengatur tempo harus bermain lambat atau cepat. Hal ini memang cukup sukses, tapi bukan berarti tanpa ada kesalahan. Dalam dua laga ujicoba kontra Ljubiana dan Fenerbahce, utak-atik taktik dengan memasang Fabregas nyatanya hanya dilakukan di babak pertama saja. Mou terlihat masih ragu dengan pilihannya itu.

Sebuah pertanyaaan bernada pesimis akan muncul berkaitan dengan seberapa baik kemampuan Fabregas dalam bertahan? Dalam mengisi posisi poros ganda, kemampuan bertahan tentu saja tak kalah pentingnya dengan saat dia diintruksikan untuk menyerang.

Namun, dari penampilannya saat melawan Olimpija dan Fenerbahce, Fabregas mampu menepis keraguan itu. Dia terlihat sering melakukan tekel daerah pertahanan, sayangnya tekel-tekel tersebut berbuah pelanggaran konyol yang mestinya tak dia lakukan, maklum mengingat dia seringkali tertinggal dari lawannya saat diserang balik.

Sebenarnya, Fabregas tidak asing dengan posisi ini. Saat karirnya melesat di Arsenal, dia mengisi posisi yang ditinggalkan Patrick Viera saat masih berusia sangat muda. Dan hasilnya sangat memuaskan. Saat itu, Fabregas bahkan bisa membawa Arsenal lolos ke final Liga Champions walau dikalahkan Barcelona asuhan Frank Rijkaard di final.

Mou tampaknya tak begitu peduli akan buruknya kemampuan Fabregas dalam bertahan, toh fungsi pemain ini hanyalah mengendalikan ruang di sekitarnya. Sifat Fabregas saat bertahan pada dasarnya bersikap pasif – dia akan menahan diri sampai lawan menguasai bola dan kemudian mencoba untuk menghadangnya di lini belakang, dia jarang sekali melakukan pressing jauh naik ke depan seperti apa yang dilakukan gelandang bertahan lain.

Lubang di Lini Belakang

Dengan variasi taktik yang baru plus ditambah pemain anyar berkualitas yang langsung mengisi pos pemain inti, tak salah rasanya jika memprediksikan Chelsea akan menjuarai Liga Premier musim ini. Dengan kedalaman skuat yang tak berbeda jauh, Mou akan memiliki banyak opsi taktik. Hanya saja yang jadi soal adalah sampai saat ini mereka masih kekurangan pemain di sektor lini belakang. Okelah, tahun lalu Chelsea adalah tim dengan pertahanan terkuat – hanya kebobolan 27 gol dalam satu musim. Tapi hal itu bukan pertanda mereka tak ada masalah.

Salah satu soal di antaranya adalah fullback. Kedatangan Felipe Luis sudah mampu menambal masalah itu, tapi terlalu bergantung ke Fellipe Luis tentu tak baik juga, stok pelapis Luis hanya pemain muda Nathan Ake. Memang Azpilicueta pun bisa digeser ke posisi itu, tapi tentu saja hal itu mesti dilakukan dengan mengorbankan posisi fullback kanan yang diberikan pada Ivanovic.
 
Masalahnya Azpilicueta dikritik sebagai fullback konservatif yang jarang membantu serangan. Lantas apabila Azpilicueta bermain di fullback kiri dan Ivanovic di fullback kanan, komplit sudah serangan sayap tak akan jadi optimal – mengingat suplai dari belakang yang minim.

Bolong lainnya berada di sektor bek tengah. Terutama John Terry yang mulai dinilai lamban. Hal ini akan jadi masalah ketika Chelsea menerapkan garis pertahanan yang tinggi, alhasil saat menghadapi serangan balik Terry pun akan keteteran. Masalah inilah yang membuat Chelsea begitu ngebet untuk mendatangkan Mehdi Benatia atau Raphael Varane ke Stamford Bridge. Andaikan salah satu di antara mereka berhasil didatangkan, maka skuat Chelsea di musim ini bisa dikatakan komplit untuk bertarung merebut gelar juara Liga Primer.

Itu pun dengan catatan: Mou harus bisa tampil konsisten terutama saat menghadapi tim-tim yang kelasnya berada jauh di bawah mereka. Kegagalan Chelsea di musim lalu akibat tampil buruk saat menghadapi tim-tim papan tengah dan papan bawah, berbanding terbalik saat menghadapi tim-tim besar semacam Liverpool, Man City, Arsenal, Man United atau Tottenham. Dengan skuat yang ada sekarang maka tak ada alasan lagi jika mereka mesti ditekuk Stoke City, Cristal Palace, Newcastle, Aston Villa dan Sunderland di Stamford Bridge seperti musim lalu.

====

*ditulis oleh @aqfiazfan dari @panditfootball

(roz/a2s)

Hide Ads