Demikian dikatakan ketua umumnya, Bridgjen Johni Asadoma, menyoal atlet-atlet tinju Indonesia yang tak pernah meloloskan wakil-wakilnya dalam tiga Olimpiade terakhir.
Sebelumnya, Indonesia selalu mengirim petinju-petinjunya di tiga Olimpiade. Di Barcelona 1992 ada Albert Papilaya dan Hendrik Simangunsong; di Atlanta 1996 ada La Paene Masara, Hermansen Bello, Hendrik Simangunsong, Nemo Bahari, dan Pino Bahari β kendati nama terakhir urung tampil karena cedera.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedatangan kami ke sini untuk mengamati, mempelajari, kenapa pada tiga Olimpiade terakhir Indonesia gagal mengirimkan petinju-petinjunya," ujar Johni dalam keterangannya kepada detiksport, Kamis (11/8/2016).
Johni dan delegasinya β Shelly Miranda (Sekjen Pertina), Herry Heryawan (Hubungan Luar Negeri), Chris Mboeik (Humas), dan Rovan Richard Mahenu (Bidang Kemitraan) β sedang berada di Rio de Janeiro antara lain untuk bertemu dengan presiden ASBC (Asian Boxing Confederation Association), Serik Konagbayev, serta Presiden AIBA (Asosiasi Tinju Internasional), Ching Kuo Wu.
Menurut Johni, kedatangan timnya ke Olimpiade s untuk mencermati perkembangan tinju di ajang internasional, sekaligus membaca kekuatan lawan agar siap dalam menghadapi olimpiade mendatang.
"Kita akan mulai mengusung program untuk olimpiade 2020 di Tokyo," imbuhnya.
Johni sangat berharap agar petinju amatir Indonesia dapat menelurkan petinju-petinju yang bisa berlaga di ajang internasional termasuk Olimpiade.
"Dan kita perlu menempatkan personel kita di badan tinju dunia AIBA. Ini yang merupakan satu terobosan yang belum dilakukan oleh pengurus yang dulu sehingga petinju kita banyak dirugikan karena kita tidak mempunyai orang di dalam wadah organisasi itu sendiri.
"Mudah-mudahan ini jadi awal yang baik untuk pengurusan yang baru dalam mempersiapkan petinju kita dalam menghadapi olimpiade Tokyo 2020," pungkasnya.
(mei/a2s)