Eko bisa bernapas lega dengan kepastian kelas 62 kilogram di Asian Games 2018 Jakarta dan Palembang. Atlet angkat besi 28 tahun itu hanya perlu mengembalikan staminanya setelah tumbang oleh tifus pada Februari lalu.
Ya, belakangan Eko seolah diajak bermain-main rollercoaster. Enam bulan menjelang Asian Games, kondisi badannya malah drop. Eko kena tifus dan dirawat di Rumah Sakit Hermina Galaxy Bekasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
[Baca Juga: Kelas Milik Eko Yuli Tak Akan Dipertandingkan di Asian Games 2018]
Sebabnya, kelas spesialis Eko, kelas 62 kg, dicoret dari Asian Games. Komite Olimpiade Asia (OCA) mengambil keputusan itu mengacu pada Olimpiade Tokyo 2020 dengan angkat besi hanya mempertandingkan 14 kelas (tujuh putra dan tujuh putri).
Pasrah
Tapi, sejak awal Eko optimistis pemerintah, Komite Olimpiade Indonesia (KOI), INASGOC, dan PB PABBSI, akan memerjuangkan kelas spesialisnya di Asian Games. Kalaupun gagal, dia juga sudah menyiapkan alternatif.
"Saat masih di rumah sakit, istri saya bilang nggak usah khawatir, rezeki nggak akan ke mana. Kalau memang kelasnya dicoret coba naik ke kelas 69 kg, kalau nggak bisa bersaing ya, sudah bukan rezeki kami," kata Eko.
![]() |
Dalam prosesnya, Indonesia berhasil mengajak bicara OCA. Kelas 62 tetap dipertandingkan. Kini, dengan penambahan terbaru, cabang angkat besi putra di Asian Games 2018 akan mempertandingkan delapan kelas, yakni 56 kg, 62 kg, 69 kg, 77 kg, 85 kg, 94 kg, 105 kg, dan +105 kg.
[Baca Juga: Saat Kelas 62 Kg Angkat Besi Dihapus, Eko Yuli Sakit Tifus]
Dengan kepastian itu, Eko bisa kian fokus berlatih. Dia sudah menjalani latihan sejak awal bulan ini dan sudah memasang target untuk mengembalikan kondisinya mendekati ideal sebulan ke depan.
"Sejak dua pekan lalu, mulai pembentukan otot-otot dan power lagi. Minggu depan mulai perbaikan teknik dan power. Mudah-mudahan salam satu bulan sudah pulih 80 persen," ujar Eko.
Lawan Nyaman
Pemilik medali perunggu Olimpiade 2008 Beijing dan 2012 London serta perak Olimpiade 2016 Rio itu, justru harus memerangi kenyamanannya. Eko yang dulu seorang penggembala kambing dan tinggal bersama orang tuanya di kontrakan di Lampung sana, kini sudah mapan.
Eko memiliki tiga rumah, dengan dua di antaranya merupakan bonus Olimpiade dari PB PABBSI. Bonus uang ratusan juta dan miliaran dari multi event yang diikuti juga sudah dikonversi menjadi rumah lainnya dan coba-coba usaha.
Uang saku untuk atlet elite juga sudha jauh lebih tinggi ketimbang pelatnas sebelumnya.
![]() |
Atmosfer Asian Games pun tak lagi asing. Dia adalah pemilik dua medali perunggu dari Asian Games 2010 Guangzhou dan 2014 Incheon.
"Beban nggak ada, bukan berarti saya mengabaikan tugas. Saya memaknainya dengan enjoy untuk menyiapkan diri dan tampil di Asian Games," ujar Eko.
Dia bertekad untuk bisa memersembahkan medali emas di Asian Games kali ini. Dia bertekad memerbaiki hasil tiga kali Asian Games yang diikuti sebelumnya. Dia sekaligus ingin membuktikan kalau kenyamanan bukanlah halangan.
"Motivasi saya pasti lebih bagus lagi karena adanya kepastian dan sudah diperjuangkan. Jadi, kini giliran kami memperjuangkan target yang diberikan. Apa yang kita terima (dari pemerintah) harus dipertanggungjawabkan dengan prestasi," Eko menegaskan.
(fem/din)