Nina Gusmita, Meraih Asa di Tengah Keterbatasan

Nina Gusmita, Meraih Asa di Tengah Keterbatasan

Mercy Raya - Sport
Senin, 24 Sep 2018 22:50 WIB
Atlet voli duduk Nina Gusmita (Agung Pambudhy)
Jakarta - "Saya ingin seperti Jendy (Pangabean) medali emasnya banyak di lehernya." Kata -kata itu terlontar dari Nina Gusmita, atlet voli duduk, dengan mata penuh harapan.

Nina mematok emas di Asian Para Games 2018. Lewat cabang olahraga tim voli duduk, ia ingin menggapai mimpi bersama tujuh atletnya di lapangan voli.

Orang yang mendengar mungkin itu menganggap harapan itu terlalu muluk apalagi voli putri baru pertama kali tampil di Asian Para Games. Tapi bagi atlet berusia 20 tahun itu, target tersebut menjadi keinginannya yang harus tercapai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nina merupakan atlet voli normal pada 18 tahun lalu. Tapi dalam sehari kondisinya seketika berubah lantaran kecelakaan yang menimpanya. Sama seperti rutinitas kesehariannya, Nina saat itu baru pulang dari latihan voli bersama rekan-rekannya di klub Gaverta FC, Medan.






Jalur padat dengan banyaknya truk -truk besar tak membuat pengendara motor seperti Nina leluasa menancapkan gasnya. Sampai ketika sekitar pukul 20.00 WIB kaca spion motor Nina yang mengarah dari arah berlawanan ditabrak mobil dan mengakibatkan dia jatuh.

Naas, truk yang berada di belakang Nina tengah melaju dalam kecepatan tinggi menghantamnya, juga menyeretnya hingga beberapa meter.

Nina tidak pingsan. Dia masih sadar dan sempat bangun. Tapi kakinya ancur. "Kejadiannya seminggu sebelum saya Ujian Akhir Sekolah (UAS), Maret 2016. Tidak pingsan loh itu saya. Syok saja saat jatuh. Saya duduk dan diam. Kemudian lihat kaki saya sudah ancur banyak. Batin saya bilang,'ya udah lah sudah tidak bisa main voli lagi. Kemudian dibawa ke rumah sakit dan dulu tulang belakang saya patah," Nina membuka kisah.

"Operasi pertama memperbaiki kaki. Rupanya sadar dari operasi saya batuk darah tapi saat scan paru-paru saya sobek karena usus ke atas jadi harus operasi torak. Prediksi dua hari tapi sampai 3 hari aku baru bangun. Orang tua juga sudah sempat ikhlasin tapi saya bangun. Kemudian, operasi ketiga baru amputasi kaki karrna dokter bilang takut infeksi dan bisa kanker tulang, makanya saya minta diamputasi. Kebetulan sudah lama juga di ICU. Syukur-syukur setelah operasi bisa pindah ke ruang biasa. Akhirnya amputasi," dia mengungkapkan.

"Lalu operasi terakhir itu karena ada luka besar juga di bagian kaki kiri. Itu operasi menambah daging akhirnya operasi. Jadi total empat kali operasi."

Kembali ke Voli

Hampir lima bulan pemulihan di rumah tak membuat Nina mengubur mimpinya. Asanya untuk tetap menjadi atlet tersalurkan lewat ajakan seniornya saat di tim voli untuk masuk kembali menjadi atlet khusus penyandang disabilitas.

Awalnya dia turun di cabang para atletik nomor lempar cakram dan tolak peluru. Hanya bertahan satu sampai dua bulan, Nina mendapat tawaran untuk lanjut di voli duduk.






"Awalnya coba-coba dulu. Lihat seperti apa. Karena saat itu tahu passing dan mukul. Ternyata ngesotnya ternyata harus cepat. Dua bulan baru terbiasa lah," kata pemain berposisi all around ini.

Nina kemudian masuk pelatnas ASEAN Para Games Malaysia 2017. Tapi kesempatan untuk tanding harus tertunda sebelum Nina dan kawan-kawan pulang bertanding. Kuota negara peserta tak terpenuhi sampai akhirnya voli duduk batal tampil.

Nina dapat kesempatan kedua di Asian Para Games 2018. Dia sudah mulai pelatnas sejak awal tahun. Tekadnya pun tinggi, setinggi perjuangannya menghadapi kondisi terpuruk di usia yang masih muda.

"Saya pribadi ingin emas. Apapun targetnya saya ingin tampilkan terbaik terbaik tim," tegasnya.

Nina bilang tak ada alasan untuk menyerah. Apalagi kondisi saat ini masih lebih beruntung ketimbang penyandang disabilitas lain.

"Lebih bersyukur karena setiap kejadian ada hikmahnya. Saya dikasih begini melihat yang lain, tuna netra, fisik normal, tapi tidak bisa melihat, sama saja. Jadi saya bersyukur bisa diberi gini. Enggak pernah marah sama diri sendiri, keluarga," katanya.






Dia pun berharap melalui voli duduk dirinya bisa membanggakan orang tuanya.

"Saya ingin sukses balas jasa orang tua. Kemarin di rumah sakit kasian mengurusi saya. Biasanya aku tak bisa diam, sekarang diam saja. Sedih juga sih lihat orang tua begitu," demikian atlet kelahiran Medan, 8 Agustus 1998 ini.


(mcy/mrp)

Hide Ads