Lahir di Medan, tapi Halim besar di Jakarta. Saat penglihatannya menurun pada 2002, saat dia SMP, Halim memilih pindah ke Bandung. Dia bergabung dengan Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna.
Dari beberapa informasi yang didapatkannya, Wyata Guna merupakan panti sosial untuk tunanetra terbesar di Indonesia yang ditangani Kementerian Sosial.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tinggal beberapa hari di PSBN Wyata Guna, Halim dilematis. Dia tak enak hati karena merasa tak layak tinggal di sana.
"Saat itu, saya masih bisa melihat, cuma buram. Sementara penghuni lain benar-benar tunanetra. Apakah saya sudah masuk kriteria untuk masuk ke sini," kata Halim dalam One on One detikSport.
Di sisi lain, dia menjadi tahu bahwa menjadi tunanetra bukan berarti hidup kelar sejak tinggal di Wyata Guna. Keseharian teman-temannya yang mayoritas buta total berjalan normal. Mereka bermain gitar, membuat kerajinan, dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti saat dia masih di rumah.
"Di sana pula saya tahu, kalau tunanetra itu tidak harus buta total. Saya sudah masuk kriteria. Jadi, saya tetap di sana," ujar Halim.
Selama berada di Wyata Guna, Halim mempelajari banyak hal. Termasuk membuatnya memiliki ketrampilan pijat.
Lewat Wyata Guna pula, Halim membuka jalan menjadi atlet para-athletic atau atletik disabilitas.
Terdekat, halim bakal mewakili Indonesia di Asian Para Games 2018. Dengan segudang pengalaman dan prestasi, dia diharapkan mempersembahkan medali di pesta olahraga disabilitas itu.
(fem/fem)