Pacuan kuda di Kota Kecil Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur menjadi ajang paling bergengsi. Sudah digelar sejak belasan tahun yang lalu, pacuan kuda menjadi hiburan dan juga penyaluran hobi bagi masyarakat di perbatasan RI-Timor Leste ini.
Salah satunya adalah Muhammad Al Fatih, seorang peternak dan juga perawat kuda pacu yang ada di Wini. Muhammad menceritakan sejak kecil dirinya sudah menyukai kuda, karena keluarganya yang hobi memelihara kuda.
"Saya dari kecil memang sudah suka kuda, dulu kakek buyut saya itu sukanya naik kuda. Berangkat dari hal itu, terus bapak saya juga hobi kuda. Dia punya kuda, tapi bukan kuda pacuan, hanya kakak saudara yang lain yang punya kuda pacuan, bapak saya hanya hobi pelihara aja. Lalu, dari SD saya sudah suka tarik-tarik kuda sampai SMP," ungkap Muhammad kepada detikcom beberapa waktu yang lalu.
Singkat cerita, dirinya mengikuti sekolah kepolisian di Kupang. Setelah lulus, Muhammad ditugaskan ke Ibu Kota Kabupaten Timor Tengah Utara, Kefamenanu. Ia pun mendengar kabar di Wini ada kegiatan pacuan kuda dan membuatnya tertarik untuk mengikutinya.
Ketika berdinas di Polres Kefamenanu, ia suka bermain ke kandang kuda. Dari situlah muncul hobi untuk merawat dan melatih kuda pacu. Namun, ia tidak memiliki ilmu yang cukup untuk merawat kuda. Muhammad pun diajari tentang cara merawat kuda oleh teman baiknya.
"Tapi cara perawatan kuda biasa dan kuda pacu itu sudah beda mulai dari pemberian pakan, dimandikan, dikompres, pemberian tapal itu kan perlu. Akhirnya diajarin (sama teman saya)," tuturnya.
Di tahun 2012, Muhammad pun memutuskan untuk membeli kuda yang ia beri nama Almira. Saat itu, Almira berusia 4 bulan dan ia beli dengan harga Rp 10 juta. Setelah melewati latihan beberapa kali, kuda miliknya sukses juara 2 kali di Wini dan 1 kali di Kupang.
Setelah itu, Muhammad membeli kuda kembali dari Rote yang ia beri nama Renjiro. Kuda yang satu ini juga kerap juara di kelas lokal B. Terakhir, kuda berwarna coklat tua ini berhasil merebut posisi 2 di kelas lokal B. Karena selalu menang, Renjiro pernah ditawar seharga mobil oleh seseorang.
"Waktu itu, Renjiro pernah ditawar Rp 120 juta-Rp 130 juta. Tapi saya tolak karena dia (Renjiro) adalah kuda kesayangan," kata Muhammad.
Setelah Renjiro, Muhammad pun makin ketagihan dan membeli Marquez hingga Queen Filomena. Kini, ia memiliki 5 kuda di kandangnya yang beberapa di antaranya sudah pernah mencicipi rasanya menjadi jawara.
"Akhirnya kompetisi dari tanggal 7 Agustus kemarin dalam rangka Piala Bupati ke-18, akhirnya Marquez di kelas lokal E juara 1. Renjiro di kelas lokal B juara 2, Queen Filomena di lokal D juara 4 kemarin," imbuhnya.
Mempunyai 5 kuda juga membuat Muhammad berpikir keras untuk merawatnya. Sebab, Ketika tidak ada event, 5 ekor kuda bisa menghabiskan biaya perawatan Rp 5-6 jutaan per bulan, sedangkan ketika sedang ada event satu ekor kuda saja bisa menghabiskan Rp 2-3 jutaan per bulan.
Di sinilah, ia mencoba untuk menabung sedikit demi sedikit uang yang ia dapatkan dari hasil memenangkan lomba pacuan kuda. Ia pun menabung uangnya di BRI karena dinilai lebih mudah. Muhammad pun termasuk nasabah setia, karena sudah 18 tahun bersama BRI.
"Yang lebih bagusnya itu ada SMS Banking, walaupun kita tidak ada pulsa dan di rekening kita ada transaksi, notifikasi SMS Banking itu otomatis masuk. Jadi dimudahkan. Ketika saya dapat transfer atau masuk gaji di situ langsung muncul. Kalau ada jual beli kuda, biasa ditransfer ke BRI, dan saya juga biasa transfer dari BRI juga," imbuhnya.
Sebagai informasi, detikcom bersama BRI mengadakan program Tapal Batas yang mengulas perkembangan ekonomi, infrastruktur, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan Indonesia. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus berita tentang Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!
(ncm/ega)