Inovasi taktik berawal di Inggris lewat Herbert Chapman dengan formasi "WM" pada akhir 1920-an. Tapi, setelah itu, Inggris miskin inovasi. Richard Giulianotti dalam buku Football: The Sociology of The Global Game menyebut periode ini sebagai refleksi kemerosotan sepakbola Inggris di mata dunia.
WM memang mewabah ke seluruh dunia dan seringkali "dipribumikan" agar cocok dengan kondisi lokal. Di Eropa Timur, misalnya, secara signifikan dibumbui oleh pemikiran taktis Rusia dengan merotasi seluruh pemain di depan agar lawan kebingungan. Inilah refleksi ideologi komunis yang menganggap semua pihak setara.
Di Italia dan Spanyol, WM yang dikenal dengan "Il Metodo" dan dikombinasi dengan taktik "sistemo" yang sesuai karakter bangsa latin. Imbasnya, ciri khas WM yang mengutamakan keterampilan individu secara estetis dan praktis, tergantikan oleh kombinasi kerja sama antarlini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
WM punya kelemahan dalam bertahan. Ia rapuh dan mudah dieksploitasi lawan. Adalah Karl Rappan, si jenus asal Swiss, menyadari itu dan memodifikasi lini belakang secara masif pada formasi WM. [Baca artikelnya di sini].
Seperti dijelaskan dalam artikel sebelumnya, penempatan seorang stopperspill di belakang untuk mengawal penyerang tengah lawan memang amat efektif. Pasalnya, aturan offside di zaman itu hanya berlaku bila striker lawan yang menguasai bola hanya berhadapan dengan satu bek + kiper. [Lihat grafis offside]

Namun siapa sangka, aturan yang baru ini membuat aliran gol yang asalnya seret menjadi amat lancar. Perangkap offside yang dilakukan dengan memasang seorang stoperspill ternyata dengan mudah ditembus oleh lawan.

Untuk menghindari jebakan offside, mulailah dipakai umpan bola daerah dan umpan terobosan [lihat grafis di atas]. Dengan taktik ini, otomatis inti serangan berpindah ke penyerang dalam dan penyerang luar. Bola dari tengah biasanya dialirkan langsung ke depan untuk diambil penyerang luar dan dalam. Kondisi ini mengorbankan peran penyerang tengah sebagai pencetak gol dan beralih menjadi pemancing bek yang mengawalnya man to man.
Kebetulan, catatan menarik pada periode WM menunjukkan persentase pencetak gol didominasi oleh para penyerang luar dan dalam -- bukan penyerang tengah.
Verrouler Sebagai Cikal Bakal Kelahiran Bek Modern
Aturan offside di atas memberi masalah pada tim dengan pertahanan yang buruk. Apalagi bila lawan yang dihadapi tetap memakai formasi 2-3-5. Menumpuknya pemain di depan membuat barisan belakang lawan kewalahan.
Rappan menyadari hal ini. Itu sebabnya dia memodifikasi taktik di area pertahanan dengan menempatkan seorang bek berposisi bebas di belakang layaknya stoperspill. Namun, bila taktik WM mengintrusksikan stoperspill melakukan man to man marking kepada penyerang tengah, maka sistem Rappan membebaskan stopperspill bergerak bebas ke kanan dan ke kiri.
Pada masa tersebut, sistem Rappan ini lazim disebut "verrou" yang secara verbatim bermakna gembok --mengingat pertahanan berlapis yang dilakukan. [Pertahanan berlapis ala Catenaccio, baca di sini]. Tugas seorang verrouler adalah menyapu bola, setelah bola lewat dari hadangan tiga bek sejajar di depannya. [lihat grafis di bawah]

John Foot dalam buku Calcio, The History Italian Football menyebut verrou sebagai sistem revolusioner pertama yang meminta bek melakukan pertahanan lewat zonal marking -- tak terikat melakukan man to man marking. Inilah cikal bakal kelahiran bek modern yang pada masa kini tak hanya fokus menjaga pemain tertentu.
Verrouler di sistem Rappan adalah cikal bakal kelahiran sweeper/libero pada sepakbola modern. Sebagai penyapu bola yang masuk ke area pertahanan. Rappan berujar bahwa verrouler mampu mengurangi risiko terjadinya one by one antara striker versus kiper lantaran pertahanan berlapis yang diterapkannya pada masa itu.
Lahir dari Kepekaan Taktik
Taktik Rappan ini melahirkan kesuksesan. Dalam konteks regional, dia mampu mengubah Servette FC dan Grasshopper Zurich menjadi kekuatan baru klub Eropa. Taktik ini sempat ia coba saat menangani timnas Swiss pada Piala Dunia 1938.
Pada masa itu Swiss dikenal sebagai tim terlemah di Eropa. Dari 32 kali bermain, Swiss hanya menang empat kali, imbang tiga kali, dan kalah 25 kali. Namun siapa sangka lewat pendekatan taktik verrou, Swiss mulai dianggap sebagai kambing hitam menakutkan.
Inggris pernah ditaklukkan dalam partai persahabatan dan Jerman diempaskan di Piala Dunia 1954. Menurut Rappan, timnya sukses karena taktik yang tepat.
"Kami tidak punya gen pesepakbola yang alami, tapi kami akan sangat senang dengan pendekatan lewat taktik. Para pemain dapat dibujuk untuk berpikir realistis ke depan lewat taktik. Itu sebabnya Swiss memainkan peran penting di Piala Dunia 1938," ucapnya kepada majalah World Soccer.
"Kita bisa melihat sebuah tim dengan dua sudut pandang berbeda. Tim yang mengutamakan kemampuan individu seperti Brasil, atau tim yang berusaha mendapatkan hasil terbaik dengan memanfaatkan kemampuan masing-masing individu untuk kepentingan tim.
"Untuk opsi yang kedua memang sulit. Solusinya adalah menegakkan disiplin taktik secara mutlak. Taktik membatasi kebebasan pemain untuk berpikir dan bertindak ," tegasnya.
Verrou Sebagai Pemicu Revolusi Taktik
Sistem verrou menjadi pemicu munculnya sejumlah taktik baru yang memodifikasi lini belakang. Bahkan taktik mengenai bek muncul begitu banyak di antara era Verrou (akhir dekade 30-an) dan era kelahiran Cattenaccio (akhir dekade 50-an).
Modifikasi taktik yang lazim ditemui umumnya berada di Eropa Tengah, yakni Swiss, Austria, dan Honggaria. Bahkan pelatih Austria Richard Kohn melakukan evolusi lini belakang yang unik dengan memadukan stoperspill pada WM dan verrouler pada Verrou. Inovasi Kohn populer disebut slingerback. [lihat grafis di bawah]

Sistem slingerback memakai dua pemain yang memerankan penyapu (sweeper) sehingga pertahanan memiliki tiga lapis area. Jadi, usai melewati garis pertahanan awal maka musuh harus melewati dua pertahanan lain yang dibentuk oleh dua bek berposisi horizontal atau saling melapisi.
Slingerback adalah bentuk defensif total. Ia menarik dua gelandang ke posisi bek dengan masing-masing tugas sebagai bek tengah dan sweeper.
Dalam taktik ini, kedua sweeper mendapat peran berbeda. Selain menjadi sweeper, pemain di garis pertama juga menjadi gelandang. Ruang geraknya lebih luas ketimbang verrouler yang berada di depan kiper. Posisi inilah yang menjadi cikal bakal libero/gelandang bertahan/deep-lying mieldfider. Peran ini tentu saja diadopsi dari formasi WM.
Satu catatan menarik di era slingerback adalah soal sweeper. Selain melakukan zonal marking, pemain di posisi ini juga sering diintruksikan melakukan man to man marking. Ini terjadi bila penyerang dalam lawan merangsek ke depan sehingga mendorong penyerang tengah naik lebih tinggi.
Sebenarnya ada banyak evolusi taktik ini belakang yang terjadi pada periode 30-40-an, terutama usai Perang Dunia II. Tapi dari sana, kita bisa melihat bahwa revolusi taktik lini belakang bukan bagian dari sebuah taktik anti-football. Dia hanya solusi cara membangun serangan dari lini belakang.
===
* Akun twitter penulis: @aqfiazfan dari Pandit Football Indonesia
Baca juga:
Evolusi Taktik Bertahan (Bagian 1): Embrio Sweeper dan Libero dari Modifikasi WM
Catenaccio, Lahir di Swiss Populer di Italia
(a2s/a2s)