Demi Keselamatan, Pesepakbola Putri Afghanistan Diminta Hapus Identitas

Demi Keselamatan, Pesepakbola Putri Afghanistan Diminta Hapus Identitas

Yanu Arifin - Sepakbola
Jumat, 20 Agu 2021 09:07 WIB
AFGHANISTAN, KABUL - OCTOBER 29:  Members of the Afghan womens national football team huddles during a match with the NATO-led International Security Assistance Force (ISAF) womens team in a friendly football match at the ISAF headquarters in Kabul on October 29, 2010 in Kabul, Afghanistan. The Afghan womens team won 1-0. (Photo by Majid Saeedi/Getty Images)
Pemain Timnas Putri Afghanistan. (Foto: Majid Saeedi/Getty Images)
Kopenhagen -

Pesepakbola putri Afghanistan diminta waspada usai gerilyawan Taliban kembali menguasai negara. Demi keselamatan, mereka diminta menghapus identitas dan membakar jersey.

Dilansir Guardian, mantan kapten tim sepakbola putri Afghanistan, Khalida Popal, yang memberi seruan itu. Ia mengatakannya usai Taliban menguasai negaranya lagi.

Khalida Popal, yang berbasis di Kopenhagen, mengatakan bahwa militan Taliban telah membunuh, memperkosa dan melempari wanita sebelumnya. Hal itu yang diminta diwaspadai pesepakbola putri Afghanistan saat ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hari ini saya menelepon mereka dan memberi tahu mereka, mencatat nama mereka, menghapus identitas mereka, menghapus foto mereka demi keselamatan mereka. Bahkan saya suruh mereka bakar atau singkirkan seragam timnas kalian," kata Popal, yang juga salah satu pendiri liga sepakbola putri Afghanistan itu.

"Dan itu menyakitkan bagi saya, bagi seseorang sebagai aktivis yang berdiri dan melakukan segala kemungkinan untuk mencapai dan mendapatkan identitas itu sebagai pemain tim nasional wanita. Untuk mendapatkan lencana itu di dada, memiliki hak untuk bermain dan mewakili negara kami, betapa bangganya kami," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Popal mengatakan sepakbola sebenarnya memungkinkan perempuan mengambil sikap yang kuat untuk hak-hak mereka, dan menentang mereka yang coba membungkam.

"Mereka sangat takut. Mereka khawatir, mereka takut, tidak hanya para pemain, tetapi juga para aktivis. Mereka tidak punya siapa-siapa untuk pergi, mencari perlindungan, untuk meminta bantuan jika mereka dalam bahaya," kata Popal.

"Mereka takut sewaktu-waktu pintu rumahnya akan diketuk. Apa yang kita lihat adalah sebuah negara yang runtuh. Semua kebanggaan, kebahagiaan yang berada di sana untuk memberdayakan perempuan dan laki-laki di negara ini seperti disia-siakan," ujarnya.

Selama pemerintahan Taliban sebelumnya, pada 1996-2001, mereka melarang perempuan bekerja. Sementara anak perempuan tidak diperbolehkan pergi ke sekolah dan perempuan harus memakai burqa untuk pergi keluar, dan hanya jika ditemani oleh kerabat laki-laki.

Mereka yang melanggar aturan kadang kena sanksi sosial di muka umum oleh polisi agama Taliban. Di periode kedua kekuasaannya saat ini, Taliban mengatakan mereka akan menghormati hak-hak perempuan dalam kerangka hukum Islam.

(yna/bay)

Hide Ads