Eks pelatih AS Roma, Paulo Fonseca menceritakan pengalamannya meninggalkan Ukraina di tengah invasi Rusia. Suasana mencekam membuatnya sulit tenang.
Fonseca sedang berada di kota Kiev bersama sang istri, Ekaterina dan putranya, Martin sewaktu Rusia memulai serangan ke Ukraina pada 24 Februari lalu. Ekaterina memang berkewarganegaraan Ukraina, dan dinikahi Fonseca pada 2018 lalu.
"Waktu itu 24 Februari, dan saya bersama keluarga akan berangkat ke Portugal pukul 10 pagi, tapi jam setengah 5 subuh kami mendengar suara bom," cerita Fonseca kepada La Gazzetta dello Sport.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami ketakutan. Teman saya (Darijo) Srna (direktur Shakhtar) mengajak saya ke Hotel Opera, tempat para tim berlindung. Kami berlindung di bunker. Di sana ada (pelatih Shakhtar, Roberto) De Zerbi, para pemain Brasil dengan keluarga mereka. Anak-anak tidur di lantai memakai sleeping bag."
"Kemudian kedutaan Portugal menyiapkan minivan dan kami berangkat menuju Moldova. Perjalanan yang buruk, 30 jam nonstop. Kadang kecepatan mobil hanya 5 km/jam, dengan adanya pesawat melintas di atas kepala kami."
"Di mana-mana ada pos pemeriksaan, orang-orang kesulitan makanan dan bahan bakar. Sewaktu tiba di perbatasan Rumania, barulah saya merasa rileks. Istri saya menangis sepanjang waktu, karena kami punya banyak kerabat di Ukraina," jelas Fonseca.
Ukraina memang punya arti mendalam bagi Fonseca. Bukan hanya soal cinta, tapi juga sepakbola. Ia tiga tahun melatih Shakhtar pada 2016-2019, dengan menjuarai Liga Ukraina tiga kali dan Piala Ukraina tiga kali. Saat ini, Fonseca tengah menganggur usai meninggalkan Roma musim lalu.
(adp/aff)