Kegagalan Italia lolos ke Piala Dunia 2022 mengonfirmasi keraguan eks penyerang Serie A Paolo Di Canio. Italia terlalu bergantung pada nasib.
Italia tak akan tampil di Piala Dunia 2022 Qatar setelah kalah dari Makedonia Utara di babak play-off, Jumat (25/3/2022) dini hari WIB. Gol Aleksandar Trajkovski pada masa injury time bikin Gli Azzurri tertunduk di hadapan pendukungnya sendiri di Stadio Renzo Berbera.
Ini menandai kegagalan kedua beruntun buat Italia lolos ke Piala Dunia. Mereka juga absen pada 2018 lalu, saat masih ditangani Gian Piero Ventura, setelah kalah dari Swedia di play-off.
"Kemarin malam saya sangat kalem di sofa, mungkin terlalu kalem. Saya sih mendapatkan firasat akhirnya akan seperti ini, saya lalu melihatnya segera. Menyaksikan gambar-gambarnya lagi membuat saya lebih marah," ungkap mantan penyerang Lazio, Juventus, Napoli, dan AC Milan Paolo Di Canio.
"Ada hiruk pikuk dan kegugupan yang terlalu besar, bahkan Mancini dari pertama cuma menunjuk kesalahan pemain. Dia khawatir, itu bukan sikap yang tercermin dari kata-kata sebelum pertandingan ketika dia bicara soal menjuarai Piala Dunia."
"Setelah laga kemarin malam, saya merasakan kekecewaan dari mereka yang mengharapkannya. Setelah ketenangan itu, saya menjadi marah, saya marah dengan seluruh sepakbola Italia," ujarnya kepada Sky Sports Italia, dilansir Football Italia.
Baca juga: Bencana Sepakbola buat Italia |
Di Canio mengklaim sebenarnya tak pernah benar-benar yakin dengan Italia polesan Roberto Mancini, bahkan setelah juara Piala Eropa 2020 dan sempat tak terkalahkan di 37 pertandingan. Meski tak mau mengecilkan kiprah Jorginho dkk juga, tapi ia merasa Italia terlalu menunggangi nasib.
Di Piala Eropa 2020, mereka juara usai dua kali menang adu penalti, atas Spanyol di semifinal dan atas Inggris di final. Di Canio juga merasa Italia bisa saja tersingkir jika kurang beruntung lawan Austria di babak 16 besar, di mana mereka menang 2-1 lewat babak tambahan.
Nasib pula yang bisa dibilang mendepak Italia. Jorginho menyesali dua penaltinya yang gagal melawan Swiss pada fase grup kualifikasi, yang pada akhirnya bikin mereka finis kedua dan harus ikut play-off.
"Saya tak mau mengecilkan apa yang Italia lakukan di Piala Eropa, mereka bikin kami bangga. Saya dulu meledek teman-teman Inggris saya. Lalu setelah Piala Eropa 2020, ketika orang-orang kembali bicara soal sepakbola, semuanya berpikir sebuah siklus telah terbuka, menyoroti prestasi kami," sambungnya.
"Tapi saya tak pernah yakin. Dalam hati saya bilang bahwa kami juga beruntung, dengan adu penalti lawan Spanyol, lawan Inggris juga sama, dan dengan Austria kalau lutut Arnautovic tidak offside pasti kami sudah tersingkir. Saya ulangi, saya tak mau mengecilkan prestasi itu, tapi kami tak punya mutu tinggi itu," kata mantan pelatih Sunderland tersebut.
(raw/mrp)