Masih Ada Stigma Buruk
Di ajang Piala Eropa 2020 lalu misalnya, masih terdengar chant atau nyanyian homofobik di tribune stadion. Spanduk-spanduk yang menyerang LGBT juga terbentang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu sendiri disebabkan karena UEFA tak tegas. Asosiasi Sepak Bola Eropa itu masih 'setengah hati' menerima keberadaan LGBT di lapangan hijau.
Begitu juga sikap dingin FIFA, sebagai induk asosiasi sepakbola sedunia. Terkait gelaran Piala Dunia 2022 di Qatar misalnya, isu LGBT sempat panas karena negara teluk itu punya aturan ketat soal kampanye LGBT. Sejak 2010, baru pada 2020 Qatar memutuskan akan menerima bendera LGBT di dalam stadion.
![]() |
Di tengah stigma yang terus mengalir, upaya perlawanan tetap hadir dari lapangan hijau. Seperti yang coba diperlihatkan Manuel Neuer, kiper Timnas Jerman, di ajang Euro 2020 kemarin.
Pemain yang membela klub Liga Jerman, Bayern Munich, itu mengenakan ban kapten berwarna pelangi, yang menjadi simbol keberagaman LGBT. UEFA, yang sempat menginvestigasinya, akhirnya mengurungkan niatnya karena protes global pecinta sepak bola.
![]() |
Adcock mengakui, pr besar saat ini adalah melawan stigma di lapangan hijau. Ia berharap dengan pemikiran masyarakat yang makin maju, dia dan para gay di lapangan hjau bisa diterima total ke depannya.
"Masih ada stigma tentang orang menjadi homoseksual dalam olahraga," katanya.
"Akan selalu ada di benak saya apa yang mungkin diteriakkan seorang penggemar jika mereka berpikir ada keputusan yang meragukan terhadap tim mereka.
"Tapi mudah-mudahan seiring dengan perkembangan masyarakat, jika ada gerakan atau komentar homofobia, ada orang di sekitar yang akan melaporkannya," katanya.
Hal senada juga dilontarkan Cavallo. Ia mengaku menjadi diri sendiri akan diterima banyak orang.
"Saya ingin menunjukkan kepada orang-orang bahwa menjadi diri sendiri dan bermain sepakbola tidak masalah. Jika ada, Anda akan mendapatkan lebih banyak rasa hormat dari orang-orang," kata pemain 21 tahun tersebut.
(yna/yna)