Jacksen F. Tiago: Sepakbola dan Ketidakberdayaannya

Jacksen F. Tiago: Sepakbola dan Ketidakberdayaannya

Randy Prasatya - Sepakbola
Selasa, 08 Mei 2018 13:35 WIB
Jacksen F. Tiago (Foto: Randy Prasatya/detikSport)
Jakarta - Sepakbola sudah menjadi napas kedua untuk Jacksen F. Tiago. Ambisi besar itu dibayar dengan minimnya perhatian kepada keluarga.

"Saya ingin meninggalkan warisan untuk Barito Putera. Bukan jumlah gelar juara, tapi aspek respek dan harga diri klub ini di pentas sepakbola Indonesia," kata Jacksen dalam wawancara One on One dengan detikSport.

Kalimat pendek yang mewakili keinginan besar Jacksen setelah mengantarkan Persebaya Surabaya dan Persipura Jayapura menjadi juara liga. Padahal, Jacksen menyadari hasrat besar itu selalu minta tumbal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

***

Jacksen lahir di Rio de Janeiro, Brasil, pada 28 Mei 1968. Seperti kebanyakan anak-anak di negeranya, boleh dibilang Jacksen bermain bola sejak di jalanan sekitar rumah.

Pria yang kini menangani Barito Putera itu mulai menggocek bola sejak usia lima tahun. Dia makin antusias dengan kado sebuah bola dari sang ayah.

Bola itu membuat Jacksen kian rajin berlatih. Jacksen kemudian bergabung dengan tim junior Flamengo pada 1975-1983. Dia berposisi sebagai striker.

Karier profesional Jacksen dimulai tahun 1984. Saat itu dia dipinang Bonsucesso.

Setelah malang-melintang di beberapa klub Brasil, Jacksen mencoba mencari peruntungan di negara lain. Apalagi, usianya sudah tergolong tak lagi muda sebagai pemain di Brasil. Waktu itu, Jacksen berumur 26 tahun.
Jacksen F. Tiago bersama Barito Putera Jacksen F. Tiago bersama Barito Putera Foto: Liga Indonesia

Oleh agennya, dia dijanjikan untuk merantau ke Malaysia, bukan Indonesia. Sebuah 'kecelakaan' membuat Jacksen muda sampai di sebuah kota kecil di barat Surabaya, di Gresik.

Jacksen berlabuh di Petrokimia Putra pada 1994. Tepat saat musim perdana Liga Indonesia sebagai penyatuan perserikatan dan Galatama digulirkan.

Bersama tim Kota Pudak itu, Jacksen langsung membetot perhatian publik. Jacksen memberikan kontribusi signifikan dalam laju bagus untuk Petrokimia Putra. Di musim perdana, Petrokimia Putra melaju hingga ke final. Sayang, trofi juara tak bisa dibawa pulang.

Di musim kedua di Liga Indonesia, Jacksen bergabung dengan PSM Makassar. Tapi, sekali lagi, Jacksen harus mengalami rasanya nyaris mendapatkan gelar juara. PSM kandas di tangan Bandung Raya di final.

[Gambas:Video 20detik]


Baca Juga: Eksklusif! One on One Jacksen F. Thiago di detikSport

Dalam prosesnya, Jacksen bergabung dengan Persebaya setelah sempat bermain untuk PSM Makassar. Musim perdananya bersama Bajul Ijo, 1996/1997, berjalan mulus.

Jacksen membawa Persebaya juara Liga Indonesia 1996/1997, saat itu bernama Liga Kansas. Dia sekaligus merebut gelar top skor dengan torehan 26 gol.

Selepas itu, Jacksen tak lagi merasakan gelar juara liga sebagai pemain.

***

Mengawali karier di Indonesia bersama Petrokimia Putra, Jacksen pun memilih menutup status pemain di klub yang sama. Semusim di Petrokimia pada 2001, Jacksen kemudian gantung sepatu.

Assyabaab Surabaya menjadi klub pertama yang dia latih pada 2002. Tapi, lagi-lagi bersama Persebaya-lah tuah Jacksen.

Dia mengantarkan Persebaya menjadi juara Liga Indonesia pada 2004. tak sampai sewindu dengan jarak Jacksen menjadikan Persebaya sebagai juara saat menjadi pemain.

Taji Jacksen sebagai pelatih berlanjut. Dia mengantarakan Persipura Jayapura memenangi gelar Liga Super Indonesia pada 2008/2009, 2010/2011, dan 2012/2013. Serta masing-masing satu gelar Indonesian Community Shield dan Inter Island Cup.

Kini, Jacksen berada di atas kapal Barito Putera yang dia nahkodai. Sepakbola sudah memberikan dia banyak hal untuk dirinya. Permainan olahraga kaki ini bak napas kedua untuknya.

Jacksen F. Tiago Jacksen F. Tiago Foto: Liga Indonesia

"Sepakbola itu adalah napas kedua saya," kata Jacksen kepada detikSport, di Stadion 17 Mei, saat dimintai gambaran sepakbola untuk hidupnya.

Keberhasilan Jacksen di sepakbola Indonesia bukan diraih dengan gampang. Prestasi dia dapat berkat kegigihan dan fokus dengan target-target yang dia capai, juga kesanggupannya meninggalkan jauh keluarga. Seolah sebagai tumbal yang mau tak mau harus dibayar Jacksen.

Ya, dari semua yang didapat, pria 49 tahun itu sadar betul ada kekurangan di dalam dirinya. Dia mengaku belum bisa memberi perhatian penuh kepada orang-orang di sekitarnya karena terlalu fokus dengan apa yang ingin dicapai.

"Saya seorang manusia yang kadang terlalu fokus terhadap apa yang mau dicapai. Bahkan, saya sampai tidak bisa memberikan perhatian yang seharusnya saya berikan kepada orang-orang yang ada di sekitar saya," kata mantan pelatih Penang FA itu.

"Karena kadang terlalu fokus dengan sesuatu yang dikerjakan, sesuatu yang mau dicapai, bukan mengabaikan, tapi terlalu fokus pada satu arah. Itulah kekurangan saya. Tapi, bukan berarti saya cuek," Jacksen menegaskan.


(ran/fem)

Hide Ads