Online abuse atau kekerasan di dunia maya bisa menimpa siapapun di era digital. Persib Bandung ingin memerangi demi kemaslahatan bersama.
Persib sebagai salah satu klub besar di Indonesia tentu punya penggemar yang sangat banyak, tersebar tak cuma di dalam tapi juga luar negeri. Di era modern seperti sekarang, media sosial adalah cara mendekatkan diri dengan fansnya.
Persib pun bisa mendapatkan timbal balik secara langsung dari fansnya terkait apapun yang dilakukan klub itu, terutama saat pertandingan. Tapi, hal ini juga mengundang risiko bahwa Persib bisa diserang dengan mudahnya di dunia maya.
Salah satunya seperti sekarang ketika Persib tengah anjlok karena cuma menang dua kali dari delapan pertandingan terakhir di Liga 1 2021. Fans Persib yang tak puas dengan kinerja tim langsung menggalakkan tagar #ReneOut.
Ini sebagai bentuk protes agar manajemen segera memecat pelatih Persib Robert Rene Alberts. Tidak cuma Rene Alberts, tapi beberapa pemain asing Persib yang dianggap main buruk juga jadi sasaran amuk fans.
Dari sekian banyak fans, ada beberapa yang malah membanjiri dengan kritik-kritik yang di luar nalar dan malah melahirkan fenomena online abuse atau pelecehan di dunia maya. Maka tak jarang dengan maraknya tindak kekerasan di dunia maya malah membuat para pemain atau atlet secara luar jadi tertekan, sehingga tampil lebih buruk.
Hal ini yang disoroti betul oleh Persib sebagai institusi besar di olahraga Indonesia. Mereka ingin memerangi hal buruk semacam itu demi kebaikan klub serta sepakbola ke depannya.
Di dalam negeri sendiri baru-baru ini, beberapa pemain bulutangkis nasional Indonesia mendapatkan kritikan bernada tidak pantas di media sosial karena penampilan beberapa atlet dirasa tidak sesuai harapan. Banyak dari kritikan-kritikan yang beredar melenceng jauh dari substansi hingga menyerang bentuk tubuh beberapa atlet. Bahkan pada beberapa kasus, tidak jarang serangan online abuse juga ditujukan kepada keluarga dan orang-orang terdekat atlet tersebut," ujar Vice President Partnership & Activation Persib, Gabriella Witdarmono, dalam pernyataannya kepada detikSport.
"Permasalahannya, online abuse tentunya menghasilkan dampak yang negatif terhadap target sasarannya. Alih-alih termotivasi dan berusaha menjawab kekesalan pendukung mereka, atlet-atlet ini menjadi tertekan dan rentan stres, yang berujung pada penampilan yang tidak maksimal di lapangan," sambungnya.
(mrp/ran)