Dijelaskan Riza, kasus Klok, Alex, dan Simic, itu yang muncul ke permukaan. Di luar itu, sebenarnya ada banyak kasus lainnya yang tidak terekspos.
Banyak juga pemain lokal yang melaporkan keluhannya ke APPI soal haknya yang dipotong sepihak. Bedanya, kebanyakan pemain lokal tak seperti pemain asing yang bicara di ruang publik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemain lokal banyak juga yang tidak puas saat klub memotong secara sepihak membayar gaji 10-25 persen. Mereka melaporkan ke APPI, lalu APPI somasi ke klub. Saat tidak ketemu, maka berlanjut ke NDRC," ujar Riza.
"Banyak kasus yang terjadi terkait SK PSSI. Bukan cuma pemain asing, pemain lokal juga banyak yang melakukan seperti Alex. Jalurnya beda, kalau lokal ke NDRC," ucapnya.
Dengan berbagai kasus yang ada, tak menutup kemungkinan akan ada Simic-Simic lainnya yang kemudian ikut muncul karena merasa tak puas. APPI menegaskan pemotongan adalah hal yang wajar di masa pandemi COVID-19, tapi harus dilakukan dengan proses yang benar.
"Kami di APPI selalu meminta pemain untuk menyelesaikan dulu dengan klub. Siapa tahu lapor ke manajer jadi ada titik temu. Kalau tak ada, kami kirim surat, tapi konfirmasi dulu. Bukan langsung kasih somasi. Ada klub yang menjawab, tapi banyak juga yang nggak menjawab," ucap Riza.
"Sebenarnya mau membayar 5 persen pun boleh, selama ada kesepakatan antara pemain dan klub. Jangan sepihak. Jangan tak ada pemberitahuan, main dipotong saja. Ada pemain gaji ratusan juta, ada juga yang Rp 5-10 juta. Nggak fair kalau dipotong sama rata. Dari sisi hukum negara dan ketenagakerjaan itu salah," tegasnya.
(aff/krs)