Ada HAM yang Hilang dalam Proses Konsorsium Arab Saudi Beli Newcastle

Ada HAM yang Hilang dalam Proses Konsorsium Arab Saudi Beli Newcastle

Yanu Arifin - Sepakbola
Jumat, 08 Okt 2021 07:00 WIB
NEWCASTLE UPON TYNE, ENGLAND - DECEMBER 09: Fans are seen arriving prior to he Premier League match between Newcastle United and Leicester City at St. James Park on December 9, 2017 in Newcastle upon Tyne, England.  (Photo by Jan Kruger/Getty Images)
Newcastle United resmi diakuisisi Konsorsium Arab Saudi, Public Investment Fund. (Foto: Jan Kruger/Getty Images)
London -

Public Investment Fund (PIF), konsorsium Arab Saudi, resmi mengakuisisi Newcastle United. Prosesnya dikecam karena dinilai abaikan Hak Asasi Manusia (HAM).

Kesepakatan terjalin antara Newcastle dan PIF pada Kamis (7/10/2021) waktu setempat untuk mengakusisi klub. Dana sebesar 300 juta paun atau Rp 5,7 triliun disiapkan.

Sampai akhirnya, proses pembelian resmi terjalin. Kamis malam, Newcastle mengumkan bahwa PIF resmi mengakusisi kepemilikan klub sebesar 100 persen!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Grup investasi yang dipimpin Publik Investment Fund (PIF), dan juga terdiri dari PCP Capital Partners dan RB Sports & Media, telah menyelesaikan akuisisi 100 persen dari Newcastle United Limited dan Newcastle United Football Club Limited "Newcastle United" atau "Club" dari St. James Holdings Limited," tulis pernyataan klub.

Proses akusisis itu sendiri dikecam. Salah satunya oleh organisasi Hak Asasi Manusia, Amnesty International. Mereka meminta Premier League, sebagai otoritas yang menaungi Newcastle, lebih memperhatikan trek rekor pembeli klub.

ADVERTISEMENT

Arab Saudi dinilai punya trek rekor buruk dalam urusan HAM. Salah satu kasus, yang sampai saat ini masih buram, adalah kematian jurnalis Washington Post, Jamal Khashoggi, pada 2018.

Pangeran Arab Saudi, Mohammed Bin Salman, yang juga ketua PIF, terlibat dalam pembunuhan Khashoggi di Konsulat Arab Saudi di Turki. Laporan PBB menyatakan Arab Saudi harus bertanggung jawab atas kasus itu, yang sampai saat ini belum ada penyelesaiannya.

Hal itu yang dianggap tidak diperhatikan Premier League. Amnesty International mendesak agar tes calon kepemilikan klub diubah.

"Alih-alih membiarkan mereka yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang serius untuk masuk ke sepakbola Inggris, hanya karena mereka memiliki kantong yang dalam, kami mendesak Liga Premier untuk mengubah tes pemilik dan direktur mereka untuk mengatasi masalah hak asasi manusia," kata Sacha Deshmukh, Kepala Eksekutif Amnesty Internasional Inggris.

"Seperti halnya Formula 1, tinju, golf atau tenis, asosiasi dengan sepakbola papan atas adalah cara yang sangat menarik untuk mengubah citra negara atau orang dengan reputasi yang ternoda. Liga Premier perlu lebih memahami dinamika pencucian olahraga [sportswashing] dan mengencangkan aturan kepemilikannya," tulis pernyataannya.

(yna/bay)

Hide Ads