Nuno bukanlah pilihan utama direksi Tottenham sewaktu hendak mencari pengganti Jose Mourinho. Ada nama-nama seperti Antonio Conte hingga Paulo Fonseca yang sudah didekati duluan, namun batal mencapai kesepakatan karena sejumlah alasan.
Meski akhirnya mendapat pekerjaan, Nuno tak dibekali modal bagus untuk membangun tim. Tottenham yang memilih berhemat akhirnya membeli pemain-pemain potensial tapi belum menjadi bintang seperti Bryan Gil, Emerson Royal, Pierluigi Gollini, dan Cristian Romero. Memang masih ada Harry Kane dan Son Heung-min, tapi nama pertama kondisinya sedang labil secara performa karena sempat merengek pindah di musim panas lalu.
Dengan segala apa yang terjadi, Tottenham nyatanya sempat mampu menepis segala keraguan yang ada. Tiga kemenangan di tiga laga perdana Liga Inggris menjadi periode positif bagi Nuno di awal kepemimpinannya. Sayang, catatan positif itu berhenti.
Dalam tujuh laga selanjutnya, hanya dua kemenangan yang diraih, sedangkan lima laga lainnya berakhir kekalahan. Tottenham yang tadinya bersaing di papan atas bersama Manchester City, Chelsea, dan Liverpool kini malah disalip Wolverhampton dan Brighton, serta dipepet Everton di klasemen Liga Inggris.
Kekalahan 0-3 atas Manchester United (yang baru dibantai Liverpool 0-5) pekan lalu membuat manajamen Tottenham mengambil langkah tegas. Nuno akhirnya dilepas dari jabatannya. Sepanjang melatih Tottenham, ia hanya meraih 8 kemenangan dari 17 laga di seluruh ajang.
Pundit Sky Sports Jamie Carragher memberikan pendapatnya soal pemecatan ini. Menurutnya, Tottenham seharusnya tak menunjuk Nuno Espirito Santo sejak awal.
"Saya bisa memahami (keputusan memecat Nuno). Saya tak bisa membenarkan situasi di mana seorang manajer kehilangan pekerjaan setelah 10 laga di Premier League, itu tak benar. Tapi keberadaan Nuno di Spurs juga tak terasa tepat sejak awal," ujar Carragher.
"Saya tak merasa itu adalah pemecatan yang buruk, saya berpikir ini justru adalah penunjukan yang buruk sejak awal. Gaya permainan yang diterapkan Nuno tak cocok dengan gaya main Tottenham selama ini, namun juga gaya bermain klub-klub besar," jelas eks bek Liverpool dan Timnas Inggris itu.
Nuno sempat mencuri perhatian kala membesut Wolverhampton selama 4 musim, membuat klub yang bermarkas di Molineux itu menjadi tim yang stabil di Premier League. Namun Carragher berpendapat bahwa selama di Wolves, sepakbola yang diterapkan Nuno terlalu berorientasi hasil, namun dengan gaya permainan yang membosankan.
Catatan Sky Sports lainya menunjukkan, meski Nuno memiliki jumlah poin yang lebih baik dari Mauricio Pochettino dalam 10 laga perdana melatih Tottenham di Liga Inggris (15 berbanding 14), namun filosofi permainan Pochettino lebih menunjukkan daya juang lebih tinggi.
Dalam periode yang sama, Tottenham-nya Pochettino memiliki jumlah gol yang lebih banyak, peluang gol yang lebih banyak, lebih sedikit kebobolan, dan lebih banyak berada di kotak penalti lawan. Hal ini jelas lebih disukai penonton. Pada akhirnya, Pochettino mampu membawa Tottenham konsisten tampil di Liga Champions 4 musim beruntun.
Kini, Tottenham berusaha untuk bisa bersaing lagi dengan klub besar. Caranya dengan menunjuk pelatih jempolan, dengan Conte kembali dibidik. Kabarnya, sang Italiano bersedia mengambi tongkat estafet, asal diberi keleluasaan dalam membangun tim, termasuk membeli pemain di bursa transfer Januari nanti.
Jika hal itu terwujud, artinya Tottenham tak bisa bersikap irit-irit seperti yang mereka lakukan kepada Nuno Espirito Santo.
(adp/aff)