Indonesia (akhirnya) memetik kemenangan di Piala AFF 2014 usai menaklukkan Laos dengan skor telak 5-1. Kemenangan 'Merah Putih' hadir setelah hadirnya sosok belia di lini tengah yang menghidupkan permainan tim, Evan Dimas Darmono.
Sayang ini adalah pertama dan terakhir kalinya kita bisa melihat Evan Dimas beraksi di Piala AFF, karena akhirnya Indonesia tersingkir (lagi) di fase grup. Karena di saat bersamaan Vietnam sukses mengempaskan Filipina dengan skor 3-1 untuk merebut puncak klasemen Grup A dan mendampingi Filipina untuk maju ke semifinal.
Pada laga tersebut, Evan Dimas mewarnai debutnya di laga kompetitif bersama timnas senior dengan satu gol. Sementara empat gol lain dicetak Ramdani Lestaluhu (2 gol), Zulham Zamrun, dan satu gol bunuh diri Ketsada Souksavanh. Laos hanya mampu menyarangkan satu gol lewat Khampeng Sayavutthi lewat titik penalti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari sekian banyak perubahan pemain inti, nama Evan Dimas, Christian Gonzales dan Ramdani Lestaluhu masuk dalam daftar pemain yang turun sejak menit pertama. Ketiga pemain ini-lah yang lalu menjadi pembeda gaya bermain Indonesia dengan ketiganya menjadi pemain kunci dalam pesta gol ke gawang Laos.

Memaksimalkan peran Evan Dimas
Dalam debutnya di Piala AFF, bisa dikatakan Evan Dimas bermain cukup cemerlang. Satu gol dari dua tembakan ke arah gawang, serta satu assist-nya kepada Ramdani Lestaluhu menjadi pelengkap kegemilangan penampilannya malam tadi.
Tak seperti dua laga sebelumnya, skema penyerangan Indonesia lebih terorganisir. Evan Dimas yang bermain sebagai gelandang serang di belakang Gonzales bisa dimaksimalkan Riedl sebagai poros serangan. Bola yang dialirkan ke lini depan pun selalu bermula dari pemain berusia 19 tahun ini.
Evan Dimas yang memiliki kemampuan mengatur tempo, menguasai bola, dan mencari ruang kosong memang berhasil membuat lini tengah Laos –yang menjadi titik lemah pertahanan mereka— kocar-kacir. Khususnya dengan aliran umpan-umpan pendek dari mantan kapten timnas U-19 tersebut.
Pada laga ini, Indonesia memang lebih sering mengandalkan umpan-umpan pendek ketimbang pada dua laga pertama.
Hal ini terlihat dari persentase umpan lambung yang hanya sekitar 16,3 persen dari 375 umpan yang dilepaskan Indonesia. Persentase tersebut lebih sedikit dibanding pada laga melawan Filipina (19,7 persen dari 304 umpan) dan juga melawan Vietnam (31% dari 294 umpan).
Umpan-umpan pendek ini terlihat pada babak pertama (lihat grafis di bawah). Sementara pada babak kedua Indonesia mulai mengandalkan serangan balik setelah harus bermain dengan 10 pemain karena Supardi Nasir diusir wasit karena dianggap melakukan last man tackle.

Evan Dimas memegang peranan penting pada skema umpan pendek Indonesia. Pada babak pertama, akurasi umpan Evan mencapai 85%. Namun tingkat akurasinya tersebut menurun pada babak kedua. (lihat grafis di bawah)

Penurunan tingkat akurasi ini terjadi karena Evan Dimas mulai diposisikan sebagai gelandang yang harus rajin membantu pertahanan setelah Supardi diusir wasit. Manahati Lestusen –yang sebelumnya mengisi pos gelandang bertahan—lalu ditempatkan Riedl sebagai bek kiri mengisi posisi yang ditinggalkan Supardi.
Kegemilangan Trio Evan-Ramdani-Gonzales
Akanlah menjadi sia-sia jika kegemilangan permain Evan Dimas ini tak dibarengi dengan barisan penyerang yang mampu mengonversi umpan-umpannya menjadi gol. Namun untungnya, Gonzales dan Ramdani Lestaluhu, berhasil memaksimalkan peluang sehingga Indonesia mampu menciptakan banyak gol. Sejatinya Indonesia kalah jumlah usaha tembakan ke arah gawang pada laga ini.
Berdasarkan pengamatan situs AFF Suzuki Cup, pada laga ini Laos melepaskan 31 tembakan dengan hanya sembilan yang mengarah ke gawang I Made Wirawan. Jumlah tersebut kalah jauh dengan torehan Indonesia yang hanya menciptakan tujuh usaha tembakan selama 90 menit.
Namun dari ke tujuh tembakan Indonesia tersebut, lima di antaranya berhasil menjadi gol. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah lima gol tersebut dihasilkan dari lima percobaan yang mengenai sasaran.
Hal ini menunjukkan demikian efektifnya serangan Indonesia. Efektivitas serangan Indonesia sudah terlihat sejak babak pertama. Umpan dari Evan Dimas sebagai poros dalam mengalirkan bola dari tengah ke depan selalu dimanfaatkan dengan baik oleh Ramdani dan Gonzales.
Pada babak pertama, Indonesia sudah unggul dengan skor 2-1. Dengan dua gol tersebut tercipta berkat kerja sama antara Evan-Ramdani dan Gonzales.
Pada gol pertama, Ramdani yang menerima umpan silang dari Supardi memberikan umpan pendek pada Gonzales yang berada lebih dekat ke mulut gawang.
Namun, Gonzales yang menerima umpan tersebut, tak langsung melepaskan tembakan melainkan memberikannya pada Evan Dimas yang berada di luar kotak penalti. Sempat mengecoh satu pemain, Evan Dimas pun melepaskan tembakan keras dari luar kotak penalti dengan kaki kirinya.

Gol Kedua yang diciptakan Ramdani pun melibatkan ketiga pemain ini. Evan yang menguasai bola di tengah memberikan umpan terukur pada Gonzales yang berada di kotak penalti. Pemain naturalisasi asal Uruguay ini mengontrolnya, lalu menyodorkan bola pada Ramdani yang berada di tengah. Pemain sayap Persija Jakarta ini langsung menyambar bola dengan tendangan kerasnya.

Dua gol ini menjadi penting karena membuat Indonesia unggul pada paruh pertama. Apalagi setelah Supardi Nasir diusir wasit. Dengan keadaan tertinggal selisih dua gol, Laos yang unggul jumlah pemain mulai tampil lebih terbuka dan menyerang.
Pertahanan Disiplin dan Skema Serangan Balik Indonesia
Sadar Indonesia kehilangan bek kiri, Laos langsung berinisiatif menggencarkan serangan ke sisi kiri pertahanan Indonesia. Manahati yang berperan menggantikan Supardi pun terus menerus dicecar habis-habisan pada posisinya.
Hal ini pun terlihat dari banyaknya crossing yang dilakukan para pemain Laos di babak kedua melalui sisi kiri pertahanan Indonesia. Dari 21 umpan silang yang dilepaskan Laos pada pertandingan ini, 11 diantaranya dihasilkan sisi kiri pertahanan Indonesia, pada babak kedua.

Grafis umpan Laos pada babak dua
Namun lini pertahanan Indonesia bermain sangat disiplin. Manahati bermain cukup apik meski terus menerus mendapatkan serangan. Selama 90 menit ia mencatatkan dua tackle bersih dan tanpa sekalipun melakukan pelanggaran.
Hal ini dibarengi dengan performa apik Achmad Jufrianto dan Victor Igbonefo di dalam kotak penalti. Hal ini dapat terlihat dengan jumlah sapuan Indonesia yang mencapai 19 pada laga ini. Jumlah tekel bersih sebanyak 15 dari 18 percobaan pun mencerminkan betapa kokohnya pertahanan Indonesia.
Selain karena menyerang sisi yang ditinggalkan Supardi, Laos menyerang lewat sayap pun dikarenakan Alfred Riedl menumpuk pemainnya di tengah. Pola yang digunakan Riedl pasca bermain dengan 10 pemain sendiri adalah dengan menggunakan 4-3-1-1.
Kejelian Riedl dalam melakukan pergantian pemain pun patut diapresiasi. Dimulai dengan mengganti Ramdani oleh M. Ridwan, Boaz Solossa oleh Zulham Zamrun, dan Hariono oleh Firman Utina.

Dengan memasukkan Ridwan dan Zulham, Riedl terlihat sekali ingin mempertahankan pola penyerangan dengan memanfaatkan lebar lapangan dalam melakukan serangan balik.
Dengan pergantian ini, lini sayap Indonesia dihuni oleh pemain yang masih bugar dari semula Ramdani dan Boaz yang juga bermain di sayap.
Hal ini terbukti berhasil karena proses gol keempat dan kelima Indonesia dihasilkan melalui serangan sayap. Firman Utina yang baru masuk pada menit ke-84 pun langsung menjadi kreator serangan pada gol kelima tersebut.

Kesimpulan
Meski pada akhirnya Indonesia tetap gagal melangkah ke babak semifinal, kemenangan atas Laos memberikan beberapa hal positif. Dengan hasil ini Indonesia terhindarkan dari melalui Piala AFF 2016 melalui babak kualifikasi.
Indonesia pun mampu menunjukkan bahwa mereka bisa memperagakan permainan umpan pendek, setelah pada dua laga sebelumnya selalu memainkan umpan panjang.
Laga melawan Laos pun membuktikan bahwa Indonesia rasanya perlu memberikan banyak kesempatan bermain pada pemain-pemain muda seperti Evan Dimas dan Ramdani Lestaluhu. Karena pada laga ini, keduanya terbukti memberikan warna baru pada gaya bermain Indonesia, tanpa melupakan peran Gonzales tentunya.
Kegagalan Indonesia di Piala AFF sendiri harus disikapi dengan serius oleh segala elemen yang memiliki wewenang di Indonesia. Gagal pada babak fase grup ini, menyamai kegagalan Indonesia di Piala AFF dua tahun lalu.
Ini tentunya menjadi sinyal buruk bagi Indonesia. Pasalnya, sebelum Piala AFF 2012, Indonesia nyaris selalu melenggang ke babak semi-final (kecuali pada 2007) sejak Piala AFF pertama kali digelar pada 1996.
Jika di Asia Tenggara saja sudah sangat sulit berprestasi, bagaimana mungkin Indonesia bisa berprestasi lebih jauh lagi?
(mrp/mrp)