Tawa dan Tangis Garuda Muda di Bukit Jalil

Tawa dan Tangis Garuda Muda di Bukit Jalil

Lucas Aditya - Sepakbola
Rabu, 03 Okt 2018 18:42 WIB
Timnas Indonesia U-16 menyudahi kiprah di Piala Asia di babak 8 besar usai dikalahkan Australia (AFC/Adam Aidil Padali)
Jakarta - Tendangan Amiruddin Bagus Kahfi Alfikri nyaris saja membuat laga Indonesia vs Australia lanjut ke babak adu penalti. Air mata pun menjadi penutup perjalanan Garuda Muda di Piala Asia U-16 2018.

Timnas Indonesia U-16 menelan kekalahan 2-3 dari Australia di babak perempatfinal Piala Asia U-16 2018. Kekalahan ini jelas tak seperti biasanya.

Di stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (1/10/2018), Indonesia berjarak paling dekat dengan Piala Dunia. Tepatnya sejauh 39 menit untuk bisa tampil di level tertinggi kelompok umur di bawah 17 tahun di Peru tahun depan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gol Sutan Diego Armando Ondriano Zico sempat membuat Indonesia melambung tinggi di babak pertama. Sutan Zico menunjukkan diri menjadi penyerang yang kejam di laga melawan Joeys.



Kesalahan pemain belakang Australia dihukum Sutan Zico dengan tendangan terarah dari tepi kotak penalti. Sebanyak 13 ribu lebih pasang mata yang ada di tribune dibuat histeris.

Keunggulan pun bertahan hingga saat jeda. Bayangan bakal berlaga di Piala Dunia tahun depan pun sudah ada di benak para pecinta sepakbola tanah air.

Tawa dan Tangis Garuda Muda di Bukit JalilFoto: AFC/Adam Aidil Padali


Beberapa akun Instagram sudah mengunggah story harga tiket penerbangan dari Jakarta ke Peru. Mimpi itu cuma bertahan hingga menit ke-51. Di babak kedua, Australia tetap tampil tenang. Tak ada gambaran anak-anak asuhan Trevor Morgan itu bermain gegabah karena sudah tertinggal.

Setelah beberapa kali melakukan penyelamatan, Ernando Ari Sutaryadi akhirnya harus memungut bola dari gawangnya sendiri.

Sundulan Daniel Walsh menjadi penyama kedudukan. Dalam durasi 23 menit setelah itu, mimpi ke Piala Dunia benar-benar terkubur. Ada dua gol tercipta lagi dari kubu Australia, Adam Leombruno dan Noah Botic, yang membukukan namanya di papan skor.

Indonesia terus menyerang untuk memperkecil ketertinggalan, hingga akhirnya Rendy Juliansyah membukukan gol di menit-menit akhir pertandingan. Satu gol saja tak cukup untuk terus menjaga mimpi Piala Dunia.

Dengan prestasi ke perempatfinal ini Indonesia seharusnya pantas berbangga. Tim Merah-Putih sudah menyelamatkan muka ASEAN di Piala Asia 2018. Ya meski Australia juga masuk ke kawasan Asia Tenggara sejak bergabung ke AFC.



Sejak awal perhelatan Piala Asia U-16, rasanya ada yang janggal. Bocah-bocah milenum baru Indonesia dibebani prestasi tinggi. Sejatinya, beban itu memang harus dibebankan pada level yang lebih tinggi.

Beberapa kali memang tim asuhan Fakhri Husaini ini menjadi penyelamat muka PSSI. Sudah ada 3 gelar dipersembahkan oleh Brylian Negiehta Dwiki Aldama cs.

Namun dengan pembinaan di level grassroot yang masih kurang berkesinambungan, Indonesia kesulitan bersaing di level Asia. PSSI baru mulai menggelar Liga U-16 mulai tahun ini, tepatnya 15 September 2018.

Tawa dan Tangis Garuda Muda di Bukit JalilFoto: PSSI.org


Para penggawa timnas U-16 kali ini merupakan hasil dari kompetisi yang digelar oleh beberapa pihak swasta. Beberapa sekolah olahraga (PPLP) juga menyumbangkan beberapa pemainnya.

Andai membandingkan dengan beberapa negara elit Asia, Indonesia memang harus mengejar banyak hal agar bisa bersaing di papan atas.

Penerapan sport science yang menyeluruh menjadi salah satu yang harus dilakukan. Nutrisi pemain menjadi salah satu faktor kunci.

Di usia pertumbuhan, para pesepakbola muda ini harus mendapatkan asupan gizi yang mencukupi. Ya alasannya sederhana saja, agar petumbuhannya maksimal. Kalau saja ada pemain yang bisa berduel dengan Walsh saat tendangan bebas, mungkin mimpi Indonesia untuk ke Piala Dunia bisa bertahan lebih lama lagi.

Belum lagi persoalan jumlah lapangan latihan yang masih sangat kurang. Dalam 'curhat' dengan Menpora Imam Nahrawi, ketersediaan lapangan standar internasional merupakan salah satu request yang disampaikan.

Tawa dan Tangis Garuda Muda di Bukit JalilFoto: Adam Aidil/AFC


Dalam beberapa kesempatan, Fakhri selalu menekankan perlunya teknik sepakbola yang baik di level sepakbola usia dini. Menciptakan peluang itu taktik, penyelesaian itu soal teknik.

Kini, Timnas U-16 harus bisa mengulang apa yang mereka lakukan tahun lalu. Mereka gagal total di Piala AFF 2017, lalu bisa bangkit dan terbang lebih tinggi.



Lolos ke Piala Asia 2018 dengan status juara grup menjadi pembuktian pertama. Lalu, gelar juara yang didapat di Sidoarjo menjadi pembuktian lainnya.

Ada juga turnamen Jenessys Japan-ASEAN Tournament yang didapat di antaranya, juga Tien Phong Plastic Tournament yang berhasil dimenangi.

Satu hal yang cukup membesarkan hati pasca kegagalan di Bukit Jalil, meski timnas U-16 memang terpukul saat di atas lapangan, setidaknya mereka sudah bisa meninggalkan stadion dengan kepala tegak.

Mochammad Supriadi, Amiruddin Bagas Kaffa Arrizqi, Fadilah Nur Rahman, dan Amanar Fadillah kini masih bocah berusia 16 tahun. Setidaknya, mereka masih mungkin mempunyai rentang karier hingga 20 tahun ke depan sebagai pesepakbola.

Menjadi tugas kita bersama untuk mejaga bibit-bibit potensial ini, agar bisa menjadi pesepakbola-pesepakbola andal di masa depan.

Asian Games 2022, Olimpiade Paris 2024, Piala Dunia 2026, atau beberapa edisi Piala AFF bisa saja menjadi ajang-ajang akan menjadi kesempatan mereka untuk memberikan lebih banyak kesuksesan buat negara ini.

Kini, saatnya buat mereka kembali menjadi anak sekolah. Pelajaran di bangku SMA sudah menanti. Selamat belajar, Garuda Muda!



========
Penulis adalah reporter detikSport, beredar di dunia maya melalui akun Twitter @lucasadit (cas/din)

Hide Ads