Rivalitas antara Persib Bandung dan Persija Jakarta selalu panas dan sengit, bahkan faktanya hingga keluar dari stadion. Bagaimana Atep, yang pernah membela dua klub itu, melihatnya?
Atep memiliki darah Pasundan. Dia lahir di Cianjur, Jawa barat. Dia serius berlatih sepakbola bersama UNI Bandung, sebuah akademi yang menjadi produsen pemain-pemain Persib.
Tapi, justru bukan Persib yang menjadi klub senior yang dibela Atep lebih dulu setelah bersama-sama Persib U-18. Atep justru bergabung dengan Persija pada 2005. Dia baru 'pulang' ke Persib tiga tahun kemudian.
Atep merasakan cemoohan bobotoh di awal kariernya bersama Persib. Makanya, dia tahu betul persaingan di dalam stadion sudah keluar jauh ke jalanan, padahal pemain kedua tim akur setelah pertandingan usai.
Dia sih menganggap rivalitas sangat dibutuhkan dalam sepak bola. Dia mengibaratkan persaingan itu sebagai 'bumbu' agar masakan tidak terasa hambar ketika disantap.
Tapi, justru bukan Persib yang menjadi klub senior yang dibela Atep lebih dulu setelah bersama-sama Persib U-18. Atep justru bergabung dengan Persija pada 2005. Dia baru 'pulang' ke Persib tiga tahun kemudian.
Atep merasakan cemoohan bobotoh di awal kariernya bersama Persib. Makanya, dia tahu betul persaingan di dalam stadion sudah keluar jauh ke jalanan, padahal pemain kedua tim akur setelah pertandingan usai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya, rivalitas itu dibutuhkan namun terkadang keluar dari jalurnya," kata Atep dalam One on One detikSport di Lapangan Lodaya, Kota Bandung, Rabu (23/1/2019).
"Sebenarnya, sesama pemain tak ada masalah. Ketika pertandingan selesai, ya pelukan lagi. Persaingan hanya di dalam lapangan saja," tutur pemain 33 tahun ini.
Bahkan, rivalitas suporter dua klub itu bukan sekali atau dua kali berujung tragedi. Salah satunya, seorang Jakmania, Haringga Sirla, tewas dikeroyok oknum Bobotoh saat Persib menjamu Persija di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Minggu (23/9).
"Harusnya sepak bola itu sebatas rivalitas saja jangan ke arah kriminal. Akhirnya, sepak bola menyeramkan," ujar pemain berjuluk Lord Atep ini.
Meski tak lagi mengenakan jersey Maung Bandung, Atep berharap tidak ada lagi korban jiwa baik dari Bobotoh maupun Jakmania. Tentunya semua pihak harusnya sepakat sepak bola menjadi sarana pemersatu bukan pemecah-belah.
"Mudah-mudahan bisa introspeksi diri, karena sepakbola pemersatu bukan pemecah belah. Jadi, kejadian kemarin yang terakhir, demi kemajuan sepak bola kita," kata bapak dua anak ini.
(mud/fem)