Calon Ketum PSSI: Vijaya Fitriyasa Ibarat New Kids On The Block

Calon Ketum PSSI: Vijaya Fitriyasa Ibarat New Kids On The Block

Mercy Raya - Sepakbola
Rabu, 16 Okt 2019 11:19 WIB
Vijaya Fitriyasa, calon ketum PSSI (Rachman Haryanto/detikSport)
Jakarta - Vijaya Fitriyasa lolos sebagai calon ketua umum PSSI 2019-2013. Berstatus pendatang baru, dia optimistis bakal menduduki kursi panas orang nomor satu di PSSI.

Vijaya lolos seleksi dalam seleksi awal calon ketua umum, wakil ketua umum, dan anggota Komite Eksekutif PSSI 2019-2023 dalam pengumuman Komite Pemilihan (KP) PSSI pada Kamis (10/10/2019). Vijaya akan bersaing dengan wajah-wajah lama seperti La Nyalla Mattalitti, Benhard Limbong, hingga Rahim Soekasah pada Kongres PSSI 2 November.

Meski begitu, dia percaya diri voters bakal memilihnya. Menurutnya, publik butuh wajah baru untuk membenahi organisasi sepakbola.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Saya sih cukup optimistis. (Memang) sebagian besar muka lama, (artinya) orang-orang yang pernah menjadi ketum PSSI, mantan pejabat. Nah, saya yakin publik menginginkan orang baru. Anak muda yang punya niat, visi dan misi, serta mempunyai visi ke depan. Dengan itu, saya yakin. Itu juga kalau mereka memiliki keinginan yang sama untuk memperbaiki PSSI," kata Vijaya dalam perbincangan dengan detikSport, di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Vijaya bertekad untuk mengutamakan menawarkan visi pengembalian kepercayaan publik kepada PSSI untuk menarik suara voters. Menurut pria kelahiran Jakarta, 15 Oktober 1974 itu, PSSI sedang berada di titik nadir setelah kasus mafia bola, ditambah prestasi Tim Nasional yang jeblok, menjadi pekerjaan rumah jika dirinya terpilih nanti.

"Bayangkan saja, di peringkat FIFA saja urutan kita berada di ranking 167. Bagaimana mungkin Indonesia kalah dengan Palestina (yang ibaratnya) negara yang setiap hari perang dan kita juga tidak tahu kapan mereka latihan sepakbolanya. Ini lah yang menjadi evaluasi kami nanti," katanya.

"Artinya, bagaimana memperbaiki kualitas timnas supaya lebih baik lagi dan meningkatkan ranking FIFA. Hal itu akan berhasil jika PSSI dikelola dengan good corporate governance. Artinya, harus ada akuntabilitas, transparansi, dan profesional," dia menjelaskan.



Menurut Vijaya transparansi pengelolaan organisasi PSSI mutlak dilakukan saat ini. Sebab, PSSI tak bisa menafikkan sebagai organisasi olahraga yang mengelola cabang olahraga paling favorit di Tanah Air, namun justru tak memiliki prestasi sip.

"Maka itu, untuk kali pertama yang harus dibenahi adalah PSSI itu sendiri. Pengelolaan manajemen yang transparan, termasuk pemasukan dan pengeluaran dana yang mereka terima. PSSI harus diaudit dan menyampaikan laporan itu kepada masyarakat. Terutama kepada voters, asprov, kepada pemilik klub. Sebenarnya berapa uang yang dikelola PSSI, berapa banyak uang yang dikeluarkan, kan kita tidak tahu persis jumlah itu," kata dia.

"Kami hanya dengar saja mau dapat sekian, PSSI sekian. Bapak La Nyalla mengklaim saat beliau jadi Ketum PSSI, organisasi itu berutang kepada beliau secara pribadi. Nah, publik harus tahu berapa penggunaannya, dan berapa besar, dan sebagainya. Ini menjadi langkah awal kami mengembalikan kepercayaan publik," ujar dia.

Vijaya juga tak akan membiarkan pengurus menjadi parasit di PSSI, dari tingkat kota/kabupaten, provinsi dan pusat. Dia berjanji untuk mencari sponsor agar pengurus mendapatkan gaji.

"Sekarang ini, asprov mencari uang sendiri. Padahal, PSSI harus memikirkan bagaimana mereka menerima gaji dan mendapatkan subsidi untuk menjalankan program kerja. Selama ini, baru klub saja yang dapat subsidi. Sementara, asprov yang mengelola pembinaan, baik pembinaan usia dini, tidak mendapat perhatian PSSI ke depan. Ini yang ke depannya harus mendapat perhatian lebih," ujar dia.

"Kita sama-sama tahu dana yang dikelola PSSI besar dari sponsor, dari iklan, ini yang saya dengar saja ya. Shoopee yang saya dengar 1 tahun dapat Rp 350 miliar, kemudian dari hak siar SCTV (Emtek Group) bayar Rp 180 miliar. Itu kan jumlah yang cukup besar. Sekali lagi, saya tak tahu persisnya berapa, tetapi harusnya PSSI terbuka, menerima uang sekian, pengeluarannya sekian, buat timnas berapa, subsidi klub berapa, asprov berapa, dari situ publik akan percaya. Jika sudah percaya tentunya iklan itu atau sponsor itu akan datang dengan nilai yang lebih besar," dia menjelaskan.

Vijaya juga siap nombok jika diperlukan. Tapi, dia akan berupaya semaksimal mungkin pengelolaan keuangan PSSI tak bikin pengurusnya harus merogok kocek sendiri.

"Kalau saya yakin (nombok) itu konsekuensi. Apapun yang terjadi organisasi tentu ketum harus bertanggung jawab. Tetapi, saya yakin dengan pengelolaan yang baik dan estimasi itu, harusnya tidak ada nombok. Jadi kalau selama ini nombok ada something wrong. Apakah pengelolaan yang tidak benar atau ada pengeluaran yang harusnya bisa dihemat, tapi tidak dihemat," ujar Vijai.

(mcy/fem)

Hide Ads