Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) menuntut PSSI untuk memenuhi gaji pemain sesuai Undang-Undang. Sebabnya, masih banyak pemain yang menerima di bawah gaji UMR usai ada pemotongan.
PSSI mengeluarkan kebijakan untuk semua klub Liga 1 dan Liga 2 untuk membayar gaji pemain serta pelatih sebesar maksimal 25 persen. Hal itu dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) PSSI pada Maret, menyusul penyetopan kompetisi.
Akan tetapi, dalam perjalanannya banyak pemain yang justru menerima gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR) usai dipotong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
APPI sebagai asosiasi yang menaungi pesepakbola profesional berupaya untuk memperjuangkan ketidakadilan tersebut.
"Memang ada pemain yang menerima tapi di bawah UMR/UMP Kesepakatan apapun. Kalau di bawah UMR? UMP itu sudah pasti batal demi hukum. Artinya, klub berkewajiban memberikan pemain itu minimal UMR/UMP," kata kuasa hukum APPI, Mohammad Agus Riza, kepada pewarta Selasa (16/6/2020) dalam sambungan telepon.
Hal itu dinilai Riza sangat merugikan. Merujuk pada Pasal 90 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 pada ayat 1 berbunyi : "Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud pasal 89.
"Kalau Liga 1 seharusnya di atas UMR setelah dipotong. Yang riskan itu Liga 2 karena rata-rata gaji mereka Rp 5 jutaan. Bayangkan dipotong 50 persen, pasti di bawah UMR/UMP," dia menjelaskan.
"Pemain berhak menuntut. Kalau mereka memilih menerima di bawah UMR/UMP harus diihitung selisihnya. Kekurangan itu bisa diminta ke klub," ujarnya.
APPI, sebut Riza, akan selalu mengingatkan PSSI agar tidak memunculkan tuntutan di kemudian hari.
"Soalnya, PSSI sepihak dan tidak ada tindak lanjut. Berarti, kami selalu menuntut 100 persen," katanya.
Baca juga: PSM Menunggak Gaji Pemain Berbulan-Bulan? |
(mcy/cas)