Satlak Prima menjadi kepanjangan tangan pemerintah untuk menyiapkan atlet elite bertarung di multievent. Namun, Satlak Prima gagal mewujudkan 55 medali emas dan perbaikan peringkat di SEA Games 2017 Kuala Lumpur. Kontingen Indonesia hanya mampu meraih 38 emas dan finis di urutan kelima.
Kegagalan itu diperparah dengan munculnya keluhan pengurus cabang olahraga dan atlet soal keterlambatan dana akomodasi, uang saku atlet, peralatan latih tanding, dan uji coba.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca Juga: [Satlak Prima: Setelah SEA Games Jeblok, Pemerintah Harus Hadir Secara Lebih Tuntas dan Serius]
"Saya masih optimistis dengan Satlak Prima, tapi harus ada evaluasi besar-besaran secepatnya. Kalau dilihat, Satlak Prima ini bagian kecil dari ketidakberesan stakeholder olahraga Tanah Air. Mereka (Satlak Prima) bekerja dengan sistem yang tidak mendukung. KONI bergerak sendiri, KOI bergerak sendiri, Satlak Prima bergerak sendiri, pemerintah juga belum hadir di sana. Sistem ini harus dipadukan. Semua harus sinergi," kata Irmantara dalam obrolan dengan detikSport, Senin (4/9/2017).
"Tapi, bagaimanapun Satlak Prima sudah berkontribusi membiarkan pelatnas berjalan tidak memadai, tidak mempunyai jalan keluar lokasi latihan setelah renovasi GBK, juga ketidakmampuan memenuhi kebutuhan gizi, latihan, peralatan, dan kompetisi," tutur pria yang akrab disapa Ibag itu.
[Baca Juga: Pelatnas SEA Games Menyisakan Utang, Menpora: Kirim Tagihan Resmi ke Saya]
"Satlak Prima harus tetap menjadi tempat penggodokan atlet elite, apalagi Asian Games sudah dekat. Kalau memang pola pelatnas saat ini kurang tepat, semestinya mereka mampu menciptakan yang baru," imbuh dosen Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu.
Selain itu, Satlak Prima diminta untuk bekerja ekstra keras meningkatkan kekuatan cabang olahraga Olimpiade dan memperebutkan medali cukup banyak. Satlak Prima juga memiliki PR besar untuk merampingkan personel yang kini mencapai 200 orang. Dengan jumlah tersebut, Satlak Prima dinilai sebagai duplikasi KONI semata. Satlak Prima juga diminta agar tak hanya mampu membaca kekuatan sendiri, tapi juga memiliki data detail peta kekuatan lawan. Sebelumnya, Ketua Satlak prima, Achmad Sutjipto, mengakui tak mengetahui kekuatan lawan.
[Baca Juga: Menpora: Beberapa Cabor Akan Diprioritaskan di Asian Games]
"Dari pelaksanaan SEA Games 2017, semestinya bisa dilihat kalau kita lemah dalam cabang olahraga multievent. Semestinya, Satlak Prima mulai menyetir agar induk organisasi cabang olahraga mengedepankan cabor multievent. Jadi apapun yang akan dilakukan tuan rumah, kita memiliki pegangan yang kuat. Contohnya Thailand. mereka tetap menjadi penguasa nomor-nomor andalan mereka," ujar kakak kandung mantan petenis nasional Bonit Wiryawan itu.
(fem/din)