Pelatih dari Afrika Selatan, Aveenash Pandoo, bersama barisan pelatih tim nasional angkat besi yang mendampingi Eko, terus membisikkan semangat kepada Eko. Mereka sekaligus menghitung dengan cermat peluang untuk anak didiknya yang tengah menunggu giliran untuk Pavilion 2 Riocentro, Rio de Janeiro, Brasil.
Eko berhasil mencatatkan total angkatan tertinggi, dengan 132 kg. Eko mencatatkan angkatan melampaui dua pesaing terdekat, Oscar Figueroa dari Kolombia dan 309 kg dan Farkhad Kharki dari Kazakhstan dengan angkatan 305 kg.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angkatan lawan tak terlalu menakutkan buat Eko. Tapi rupanya, hasil-hasll latihan dan angkatan terbaik dari ajang sebelumnya tak berhasil diulang oleh Eko.
Sebaliknya, Oscar yang menambah angkatan bisa melampaui capaian Eko. Angkatan ketiga pun lepas.
[Baca Juga: Eko Yuli dan Pertarungan-pertarungan Sunyi]
Eko terperangah. Lifter yang tampil di Olimpiade 2016 Rio sebagai pemilik dua medali perunggu olimpiade itu masih tak percaya gagal meraih emas. Tapi, di sisi lain dia bahagia dengan perolehan perak tersebut.
![]() |
"Sampai sekarang saya masih bingung juga mengungkapkan situasi di Olimpiade itu, puas atau kurang puas. Senang karena nggak semua atlet bisa mendapatkan medali olimpiade. Apalagi kemarin bisa dapat perak," kata Eko yang kini berusia 28 tahun itu.
"Tapi, di sisi lain saya masih kecewa. Sebab, ibaratnya, emas sudah di tangan kok lepas. Sedikit lagi emas," Eko menambahkan.
Dengan kekecewaan itu Eko berharap menjalani olimpiade sekali lagi. Meskipun, dia menyadari usianya tak lagi muda.
Untuk Rumah Ibu
Emas olimpiade memang menjadi obsesi Eko sejak kecil. Semua berawal dari kekecewaan Eko yang tak mendapatkan uang tunai usai menjadi juara nasional di kelompok remaja. Waktu itu, dia masih ada di Sekolah Dasar.
Yon Haryono, pelatih Eko, di Desa Teja Agung, Kota Metro, Lampung, meredakan kekecewaan Eko dengan memperlihatkan foto, Winarni binti Slamet. berkalung medali perunggu Olimpaide 200 Sydney. Dia juga atlet binaan sasana tersebut.
[Baca Juga: Polemik Tuntas, Eko Yuli Irawan Tinggal Bertarung Vs Kenyamanan]
"Pak Yon bilang kalau mau uang Rp 1 miliar, saya harus bisa meraih medali emas olimpiade. Kalau level nasional, itu baru awal, jadi tidak dapat apa-apa," tutur Eko, yang kelahiran 24 Juli 1989.
Sejak itu, Eko memiliki tujuan pasti soal angkat besi. Bersama pelatih, dia menyusun target angkatan naik 10 kg per bulan.
Eko tak pernah mendebat porsi latihan berat yang diberikan oleh pelatihnya. Selama hasil angkatannya naik sesuai rencana, dia menelan mentah-mentah seluruh instruksi pelatih.
"Saya hanya ingin secepatnya mendapatkan uang itu untuk ibu. Untuk membangun rumah dan membeli tanah," ujar Eko.
Ya, Eko khawatir jika dia tak cepat-cepat meraih medali emas olimpiade, besar kemungkinan ibu dan anggota keluarga lainnya bisa-bisa tak memiliki tempat tinggal. Sebab, selama ini, mereka tinggal di rumah yang dibangun di atas tanah milik orang lain.
Rezeki datang lebih cepat. Dia sudah mendapatkan uang saku setelah masuk pelatnas. Juga bonus emas SEA Games. Tanah terbeli dengan uang Rp 250 juta sebagai apresiasi emas SEA Games 2007. Dalam prosesnya, Eko bahkan memiliki tiga rumah. Juga mulai membuka usaha lewat bonus-bonus yang didapatkannya.
'Bonus' lain didapatkan Eko. Lewat angkat besi, dia dianggap sebagai pahlawan olahraga. Dia masih menjadi andalan Indonesia di ajang-ajang internasional.
"Saya masih menginginkan medali emas olimpiade sebab belum tercapai. Saya harus berusaha lagi. Olimpaide baru perak, Asian Games baru perunggu, masih banyak pekerjaan rumah, kekurangan dilatih lagi," ujar dia.
(fem/cas)