Kabid binpres PB PABSI Hadi Wihardja mengevaluasi kiprah lifternya di Kejuaraan Asia Angkat Besi Remaja dan Junior 2022 di Tashkent, Uzbekistan. Menurutnya, semua sudah on the track!
Angkat besi Indonesia menurunkan enam atletnya yang berlaga di Kejuaraan Asia mulai 15-25 Juli. Dari kesemuanya berhasil membawa pulang medali. Totalnya 16 medali.
Rinciannya, Rizki Juniansyah dari kelas 73kg junior putra yang meraih tiga emas dan satu pemecahan rekor dunia atas namanya sendiri pada angkatan snatch dari 156kg menjadi 157kg, emas kedua dari angkatan clean and jerk 182kg, dan emas ketiga dari total angkatan yakni seberat 339kg.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian tiga emas lainnya dipersembahkan lifter Jawa Barat, Sarah di kelas 59kg kategori remaja dengan angkatan snatch seberat 88kg, emas kedua dari clean and jerk seberat 107kg, dan emas ketiga dari total angkatan seberat 195kg.
Ia juga berhasil menambah perolehan dua medali perak pada angkatan snatch dan total angkatan, serta perunggu untuk clean and jerk dengan angkatan yang sama seperti di kategori remaja.
Sedangkan lifter putri Restu Anggi yang tampil terakhir, Jumat (22/7) di kelas 71kg junior mempersembahkan dua perak dan satu perunggu.
Dua medali perak dan satu perunggu juga dipersembahkan lifter putra Satrio Adi Nugroho yang tampil di kelas 54kg kategori junior. Sedangkan lifter putri, Najla Khoirunnisa yang tampil di kelas remaja dan junior meraih satu perunggu untuk angkatan snatch.
"Jenjangnya sudah oke. Atlet remaja kita sudah bagus-bagus tapi dengan hasil itu juga kita jangan jadi memaksakan diri. Artinya, karena bagus wah jadi bisa bicara di tingkat senior. Enggak juga. Tapi untuk kategorinya oke walaupun tetap ada perbaikan-perbaikan," kata Hadi kepada detikSport, Minggu (24/7/2022).
Hadi mengatakan demikian bukan tanpa alasan. Seperti diketahui, tahun depan perebutan poin untuk Olimpiade Paris 2024 sudah akan dimulai. Tapi bukan berarti, lifternya dipaksa untuk mengikuti ajang tersebut guna mencari kuota tampil di multievent terbesar di dunia empat tahunan tersebut.
"Biarlah mereka fokus. Misalnya, ada junior kita kelas 55 kg. Kelas itu di Olimpiade tidak ada, jadi kita tak perlu memaksakan si lifter ini naik ke kelas 59 kg. Tahun depan kan masih ada di (Kejuaraan Dunia Junior) kelas tersebut. Jika di level itu sudah mantap baru kita ikutkan di babak kualifikasi tapi untuk empat tahun berikutnya," Hadi menjelaskan.
"Beda kalau sudah bisa bicara di tiga besar dunia. Kami akan dorong untuk ikut babak kualifikasi dan sesuai dengan kelas yang ada di Olimpiade. Kalau tak ada kelasnya, ya kami tak paksakan. Seperti misal punya junior kelas 61 kg, tapi belum bicara di dunia, ya alami saja (mempersiapkannya tak paksa ke senior atau pindah kelas)," lanjutnya.
Kasus berbeda untuk Rizki Juniansyah di kelas 73 kg. Ia di Kejuaraan Dunia junior sudah bersaing, bahkan pemegang rekor di kelasnya. "Buat Rizki, jam terbang dia sudah banyak, cuma membiasakan dia untuk mengatasi pertandingan, misalnya musuhnya bagus di snatch, tugas dia memang mengawal itu dulu. Step by step lalu clean and jerknya. Kalau latihan sih kami sudah yakin betul dan jangan sampai dia cedera dan atur ritmenya. Itu saja," kata Hadi.
Sementara itu, Pelatih Kepala Pelatnas, Dirdja Wihardja mengatakan para lifter sudah tampil maksimal dan hasil yang diraih para lifter harus lebih di tingkatkan lagi.
"Yang pasti, mereka jangan lantas berpuas diri dengan hasil ini. Prestasi mereka harus terus diasah lagi seperti halnya dengan Sarah yang mampu tampil gemilang di kategori remaja dengan meraih 3 emas dan perak di kategori junior. Intinya, mereka harus lebih meningkatkan lagi prestasi mereka untuk jenjang berikutnya," ungkap Dirdja Wihardja.
"Khusus untuk Rizki Juniansyah sebenarnya kami tak terlalu memaksakan pecah rekor itu, tapi ternyata Rizki mampu memecahkannya. Sebenarnya kekuatannya sengaja kami simpan untuk menghadapi Islamic Solidarity Games (ISG) di Konya, Turki, 18 Agustus mendatang," kata Dirdja.