Liga Champions: Chelsea 1-3 Atletico
Cara Simeone Membongkar 'Parkir Bus' Chelsea

Setelah 40 tahun, akhirnya Atletico Madrid melaju ke final kompetisi Eropa. Di hadapan puluhan ribu pendukung musuh di Stamford Bridge, mereka menundukkan Chelsea dengan mencetak tiga gol.
Jika pada leg pertama pertandingan begitu membosankan, Jose Mourinho datang ke pertandingan ini dengan menyiapkan permainan yang sedikit terbuka, meski memasang lima pemain belakang.
Wajar saja, karena The Blues tak mampu mencatatkan gol tandang minggu lalu. Mereka butuh mencetak gol lebih dulu, baru menerapkan sistem bertahan.
Sampai menit ke-37, rencana Mourinho ini berjalan lancar. Fernando Torres sukses mencetak gol pertama Chelsea ke gawang Thibaut Courtois.
Dengan gambaran sistem bertahan rapat yang bisa ditunjukkan anak-anak asuhan Mourinho pada akhir pekan melawan Liverpool, pada menit tersebut nampaknya Chelsea bisa melaju ke final. Yang perlu mereka lakukan adalah mengulangi performa pertahanan pada pekan lalu.
Namun, nyatanya memainkan lima bek tak selalu berarti mengulangi sistem bertahan yang rapat. Malah Chelsea dipaksa melakukan kesalahan-kesalahan yang membuat mereka dijebol tiga kali.
Ketakutan Mourinho Pada Costa
Pada laga ini, perhatian Mourinho sendiri tak lepas dari pertahanan di sisi kanan. Ini tak lepas karena kekhawatirannya kepada sosok Diego Costa.
Tak heran ia memasang dua orang bek sekaligus pada sisi ini. Bek serba bisa yang juga kuat pada kaki kiri dan kanan, Cesar Azpilicueta, diposisikan sebagai winger kanan. Sementara itu, Branislav Ivanovic ditempatkan menjadi fullback kanan.
Pada leg pertama, untuk menghentikan Costa, manajer asal Portugal itu memasang trio David Luiz – Ramires - Azpilicueta. Dari ketiga sosok itu, kita bisa mengerti bagaimana Mourinho ingin Chelsea mempertahankan keunggulan pada sayap kanan.
Apalagi agresivitas Atletico juga lebih dominan di sayap kiri. Pasalnya sosok bek kiri mereka, Felipe Luis, selalu melakukan overlapping ke depan.
Keunggulan Chelsea bertahan di sayap kanan ini terbukti sukses. Lewat Azpilicueta, Chelsea mampu mematikan Costa yang memang cenderung bergerak di sayap kanan.
Tak hanya bertahan, pemasangan dua orang bek juga dimaksudkan sebagai taktik menyerang. Mourinho ingin menusuk langsung kelemahan lawan. Alasan itulah yang membuat Azpilicueta dijadikan winger. Chelsea butuh sosok yang mampu bertahan dan menyerang dengan cepat.
Hitung-hitungan Mourinho ternyata salah. Diego Simeone tak menginstruksikan Costa untuk terfokus bergerak hanya di sayap kanan. Ia bergerak bebas dan saling bertukar posisi dengan Adrian.
Akibatnya, perang taktik pun terjadi.
Kesulitan Chelsea Menembus dari Tengah
Pada menit-menit awal babak pertama, Atletico membiarkan Chelsea menyerang. Mereka menerapkan garis pertahanan yang dalam. Ketika Chelsea mendapat bola, secara otomatis mereka akan merapat di dalam area pertahanan sendiri.
Hal serupa juga dilakukan Chelsea. Namun, di antara kedua tim, terdapat perbedaan yang mencolok saat bertahan dan melakukan serangan balik.
Pada babak pertama, lewat duet poros ganda Luiz dan Ramires, Chelsea sebenarnya menguasai lini tengah. Mereka sukses menahan pergerakan para gelandang Atletico serta memotong aliran bola dari belakang ke lini depan. Hal inilah yang memaksa Atletico bermain rapat di tengah saat menyerang.
Rataan Posisi Pemain Chelsea Babak I
Saat memasuki area setengah lapangan, ada kesenjangan jarak diantara para pemain Chelsea. Dua winger Chelsea, Azpilicueta dan Eden Hazard, bermain melebar.
Sementara itu, Luiz serta dua fullback, Cole dan Ivanovic, selalu telat untuk naik ke depan. Hal ini yang membuat Chelsea kesulitan menyerang dari tengah. Otomatis Chelsea hanya mengandalkan Willian untuk mengalirkan bola ke Torres.
Sayangnya peran ini tak bisa diemban dengan baik mengingat area aksi Willian di babak pertama memang amat luas. Ia mesti bergerak dari kiri ke kanan, dan depan-belakang. Saat mundur, Chelsea terlihat berganti formasi menjadi 4-3-3 dengan mengorbankan Willian sejajar dengan Luiz dan Ramires untuk mengamankan posisi sayap kiri.
Lantas kemana Azpilicueta? Saat bertahan, winger berkebangsaan Spanyol ini ditarik sedalam mungkin. Posisinya sejajar dengan backfour Chelsea.
Pada leg pertama, Mourinho memainkan enam pemain sejajar sekaligus di depan kiper. Namun, pada laga dini hari tadi Mourinho hanya memasang lima pemain dengan tak mengintruksikan Hazard mundur jauh ke belakang.
Gol yang dicetak Atletico pada babak pertama pun berkat kelengahan Hazard yang tak mengantisipasi datangnya Juanfran dari lini belakang. Wajar saja, karena sepanjang babak pertama Juanfran memang jarang naik karena dia ditugasi man to man marking Hazard.
Pada sisi lain, Atletico memang tak memfokuskan menyerang dari lini ini. Dari sosok Arda Turan argumentasi itu bisa terlihat.
Serangan Balik Atletico
Ada yang unik jika menilik serangan balik yang dilakukan oleh Atletico. Saat bertahan, Atletico akan menumpuk para gelandang di belakang. Hanya saja, posisi Arda Turan akan berada sedikit di depan tiga gelandang lainnya.
Saat melakukan serangan balik, dia akan berlari diagonal ke sayap kiri, sementara ketika bertahan Arda akan menjaga sayap kanan. Hal ini yang membuat serangan Atletico terasa timpang.
Menumpuknya banyak pemain di posisi kiri membuat Atletico bisa memainkan bola-bola pendek di area final third Chelsea. Saat berhadap-hadapan di lini ini, Chelsea selalu kalah jumlah dua lawan tiga.
Karenanya, menarik Willian mundur adalah sebuah solusi. Taktik ini berimbas giliran Chelsea yang jadi bulan-bulanan Atletico.
Gol Ardan sendiri tak lepas dari sikap Mourinho yang menarik Luiz dan Ramires lebih agak tinggi. Saat bertahan, posisi dua pemain ini tak lagi rapat dengan back four. Ruang kosong ini yang dimanfaatkan Arda Turan yang berlari menerebos ke dalam kotak pinalti.
Mengubah Taktik dengan Memasukkan Eto’o
Hasil imbang 1-1 pada babak pertama membuat kans Chelsea lolos semakin berat karena Atletico unggul selisih gol tandang. Tapi, pada awal babak kedua, Mou bukan menyerang total malah memilih untuk bertahan dan memanfaatkan serangan balik.
Gol yang dicetak Atletico pada akhir babak pertama membuat Simeone sadar bahwa kelemahan Chelsea berada sayap kiri. Pada menit-menit awal babak kedua, Simeone menginstruksikan serangan pindah ke lini yang dijaga Ashley Cole itu.
Tapi ia tak menempatkan banyak pemain untuk mengeksploitasi area Cole. Simeone hanya memakai Raul Garcia dan Koke saja.
Pada menit ke-53, Mourinho menarik Ashley Cole dan memasukan Samuel Eto’o. Perubahan ini membuat Azpilicueta kembali mengisi posisi fullback kiri. Tapi masuknya Eto’o ternyata tak membuat Chelsea menyerang, namun masih tetap memanfaatkan serangan balik.
Bedanya, pada babak pertama, Chelsea hanya menyimpan Torres seorang di depan. Dengan masuknya Eto’o, ada dua orang yang berjaga untuk serangan balik. Karenanya, muncul variasi serangan baru dengan menggunakan longball.
Sayangnya, skema serangan itu tak efektif dan mudah dimentahkan Atletico. Mourinho mencoba menyerang total setelah Chelsea tertinggal 1-3. Tapi, perubahan strategi itu telat. Parkir bus kadang membuat orang lupa akan kemenangan.
Kesimpulan
Mourinho tertipu oleh Simeone. Kemenangan Atletico Madrid di laga ini bukan berkat Costa, tapi karena lini kedua yang masuk tanpa bisa dikira. Gol pertama dan ketiga Atletico lah yang menjadi bagian dari skema itu.
Naiknya Juanfran yang memberi assist pada menit-menit akhir babak pertama tentu tak akan bisa diprediksi oleh Mourinho. Sementara itu, gol ketiga yang dicetak Turan pun terjadi demikian. Dia mampu menerebos Luiz dan tiba-tiba saja berada di depan gawang Chelsea guna menerima crossing dari sayap kiri.
Atletico memang melakukan serangan dengan mengeksploitasi sayap Chelsea. Gol yang tercipta terjadi berkat variasi-variasi serangan yang tak hanya terpaku pada crossing saja. Simeone belajar dari pertandingan leg pertama saat anak asuhnya kesulitan menembus barikade parkir bus Mourinho. Pada laga itu, bola bisa dialirkan ke depan gawang hanya lewat crossing.
Menumpuk banyak pemain hingga lima pemain di sayap itu adalah sebuah perjudian, tapi taktik itu nyatanya dengan mudah membuat pemain Atletico masuk ke kotak penalti lewat umpan-umpan pendek.
Parkir yang dilakukan Mourinho pada laga ini memang tak seperti apa yang dilakukan saat leg pertama lalu. Tapi, setidaknya Simeone telah menemukan satu cara untuk membongkar parkir bus Mourinho.