Preview Taktik Final Liga Champions
Adu Taktik Serangan Balik di Lisbon

Estadio Da Luz dinihari WIB nanti akan menggelar duel dua tim yang gemar memainkan taktik serangan balik. Siapa yang lebih unggul di final Liga Champions nanti, Real Madrid atau Atletico Madrid?
Final kali ini mempertemukan dua tim sekota yang justru bersebrangan pada beberapa faktor. Real Madrid adalah tim kaya bertabur bintang.
Sementara itu, Atletico tidak memiliki dukungan finansial dan bermain lebih mengandalkan kekompakan serta visi tim yang dibangun Diego Simeone.
Belum lagi jika berbicara mengenai prestasi. Los Galacticos sedang mengejar trofi Eropa kesepuluh, sedangkan Atleti (baru) ingin memenangi Liga Champions untuk pertama kalinya.
Tetapi pelatih kedua tim memiliki kesamaan dalam hal taktik andalan yang digunakan, yakni serangan balik. Hanya saja, Atletico lebih memilih banyak menunggu lawan di belakang sedangkan Real memiliki berbagai variasi serangan.
Lalu apa jadinya jika dua tim yang saling mengandalkan counter-attack ini bertemu?
Prediksi Lineup – Whoscored
Head-to-head Carlo Ancelotti vs Diego Simeone
Serangan Balik Los Galacticos
Cristiano Ronaldo dkk berhasil tampil di final Liga Champions setelah mengalahkan Bayern pada semifinal dengan skema serangan balik.
Pada pertandingan pertama yang diselenggarakan di Santiago Bernabeu, gol tunggal yang dilesakkan Benzema memang tercipta melalui pola itu. Demikian pula dengan pertemuan kedua. Meski 3 dari 4 gol tercipta melalui bola mati, tapi Bayern dibuat kocar-kacir dengan serangan cepat. Demikian pula dengan gol ketiga yang juga dilakukan melalui counter-attack.
Cara yang sama juga dilakukan Madrid saat mengalahkan Barcelona pada final Copa Del Rey. Selain menjadi strategi andalan musim ini, pola serangan balik Real Madrid juga sudah ada sejak era Jose Mourinho.
Salah satu yang membuat skema ini menjadi sangat berbahaya adalah amunisi ampuh yang dimiliki Ancelotti, terutama di lini depan. Perpaduan antara kecepatan Gareth Bale dan ketajaman Cristiano Ronaldo adalah mimpi buruk bagi pemain bertahan lawan.
Ronaldo adalah topskor sekaligus pemecah rekor gol terbanyak di Liga Champions dalam satu musim. Pada kompetisi kali ini, ia telah mengoleksi 16 gol dan masih mungkin untuk menambah pundi-pundi golnya. Sementara itu Bale meski tak sesubur Ronaldo, ia memiliki kecepatan yang sangat krusial dalam serangan balik Madrid.
Misalnya saja saat winger asal Wales ini mengirimkan assist ke Ronaldo di pertemuan kedua melawan Munich. Atau, ketika ia dengan luar biasa berlari meninggalkan Marc Bartra pada final Copa Del Rey melawan Barcelona.
Kemampuan yang dimiliki Ronaldo dan Bale membuat serangan balik Real menjadi sempurna. Cepat, tajam, didukung dengan teknik membawa bola yang baik. Apalagi ditambah kehadiran pemain pendukung lainnya macam Angel Di Maria, Luka Modric, dan Karim Benzema yang juga tak kalah apik bermain musim ini.
Benzema dan Di Maria adalah dua pemain pemuncak torehan assist Real Madrid juga keseluruhan tim di Liga Champions. Masing-masing telah menyumbangkan lima assist.
Dengan pemain-pemain di atas, sebuah strategi bertahan dapat buyar seketika, karena serangan balik yang dilakukan El Real hanya berlangsung dalam tempo beberapa detik. Kuncinya adalah dengan mendorong bola ke depan secepat mungkin.
Jika bola berada di kaki Benzema, yang notabene tak punya akselerasi sebagus Bale atau Ronaldo, ia selalu memberikan bola tersebut ke pemain terdekat lalu berlari mencari ruang atau melempar jauh ke depan.
Ancelotti pun tak menerapkan skema yang terlampau rumit, dan lebih sering menggunakan umpan 1-2 ataupun bola terobosan panjang.
Possession Bukan Jaminan
Pertandingan derbi Madrid kali ini adalah duel dua tim yang mempunyai catatan possession yang kontras. Rataan penguasaan bola Real Madrid sepanjang musim ini mencapai 59%, atau hampir selalu menguasai jalannya pertandingan.
Bandingkan dengan catatan Atletico yang hanya 49%. Bahkan, jika dianalisis dari empat pertemuan mereka musim ini, rataan penguasaan bola Madrid masih jauh lebih unggul 65,75% - 34,25%.
Sebagaimana seterunya, Atletico juga sering memanfaatkan serangan balik untuk menjebol gawang lawan. Itu artinya Simeone akan lebih senang apabila Real nanti memilih mengurung mereka dan banyak memegang bola.
Apalagi dengan absennya Xabi Alonso yang menerima akumulasi kartu kuning saat melawan Bayen. Alonso yang bertugas memberi perlindungan pada empat bek Real, kemungkinan akan digantikan perannya oleh Assier Illarramendi.
Bersama Modric di lini tengah, Alonso memang memiliki tugas khusus untuk memotong umpan lawan, sehingga dapat menjadi salah satu kunci untuk menangkal serangan balik yang dilancarkan Atletico.
Meski kedua tim memiliki kekuatan pada serangan balik, namun Atletico dan Real sebenarnya mempuyai cara bermain yang berbeda.
Simeone lebih memilih menunggu lawan melakukan kesalahan untuk kemudian melakukan serangan balik. Sementara itu, Ancelotti masih memanfaatkan kesempatan untuk menyerang pada keadaan apapun. Perbedaan El Real dan Los Colchoneros dalam bermain ini dari perbandingan possession keduanya.
Madrid sendiri memimpin perolehan gol di Liga Champions musim ini dengan total 37 gol dan menempatkan nama Ronaldo di puncak topskorer, sedangkan Atleti hanya mencetak 25 gol tetapi memiliki jumlah kebobolan paling sedikit, yakni hanya enam.
Prestasi di liga juga sudah membuktikan bahwa anak asuh Simeone lebih berjaya meski tak bermain menyerang. Begitu juga prestasi di Eropa. Atletio bermain di final tanpa satupun kekalahan.
Tetapi, catatan pertemuan keduanya pada musim ini, baik Liga maupun Copa Del Rey, justru memperlihatkan Madrid yang lebih unggul. Atletico hanya mampu menang sekali dengan skor tipis 1-0 pada pertemuan pertama di Liga, sedangkan sisanya Real mampu menang dengan skor 3-0 dan 2-0. Pada pertandingan terakhir, keduanya bermain imbang 2-2.
Skema Bertahan ala Simeone
Pertahanan kuat yang berhasil dibangun oleh Simeone musim ini menjadi salah satu kunci kesuksesan Atletico. Kokohnya tembok pertahanan yang dibangun tidak hanya sekadar berkat aksi gemilang kiper Thibaut Courtois.
Statistik juga membuktikan gawang Atletico musim ini hanya ‘kebobolan’ tembakan 9 kali per pertandingan, lebih kecil dari yang diterima Real Madrid dengan 11 kali. Hal ini karena Simeone menerapkan pressing di tengah dikombinasikan dengan pertahanan yang rapat.
Fungsinya adalah untuk memaksa lawan membuat kesalahan kemudian melakukan serangan balik. Catatan tekel per-pertandingan mereka juga tertinggi dengan 25 kali.
Tetapi, pemain Atletico yang telah mengoleksi 27 kartu kuning di UCL ini juga harus waspada terkait pelanggaran. Pasalnya Real memiliki para algojo yang piawai dalam mengeksekusi bola-bola mati.
Tiga dari empat pertandingan melawan Madrid, Simeone sendiri memilih menggunakan formasi 4-2-3-1 dan bukan 4-4-2 yang menjadi andalannya. Fungsinya adalah untuk menempatkan dua gelandang sekaligus, sehingga mampu meredam serangan balik cepat El Real.
Tetapi Simeone juga harus berpikir keras karena Diego Costa belum dapat dipastikan tampil di Lisbon nanti. Pasalnya, pemain yang memilih bermain untuk timnas Spanyol ini adalah mesin utama Atletico untuk mencetak gol di seluruh kompetisi musim ini. Di liga, Costa telah mencetak 27 gol yang merupakan peringkat ketiga terbaik dalam urusan menjebol jala lawan.
Sebenarnya, raihan Atletico tanpa Costa tak jelek-jelek amat. Dari 10 pertandingan tanpa kehadiran Costa, Atletico mampu 7 kali menang, 2 imbang, dan hanya sekali kalah. Hanya saja, kekalahan tersebut terjadi saat melawan Madrid pada leg kedua Copa Del Rey.
Untungnya Simeone masih bisa mengandalkan dua nama, yaitu David Villa dan Raul Garcia. Tetapi kedua pemain ini jarang menjalani fungsi yang dimainkan oleh Costa, yakni sebagai seorang targetman.
Serangan Atletico
Atletico bermain memanfaatkan lebar lapangan dengan mengandalkan kedua sayap saat menyerang. Meski begitu, Simeone juga memanfaatkan dua penyerang mereka dalam formasi 4-4-2 untuk memanfaatkan sisi lapangan. Kedua pemain yang biasa mendampingi Costa di depan –David Villa atau Raul Garcia—memang kerap membantu para pemain sayap dengan bermain melebar.
Patut dicatat bahwa kedua winger Atletico bukan tipe pemain yang hobi melakukan umpan silang ke kotak penalti. Dua pemain yang beroperasi di sayap, Koke dan Arda Turan, lebih sering masuk ke dalam saat mendekati sepertiga akhir. Bahkan, posisi salah satunya bisa berada di depan kedua striker.
Pada skema serangan balik, Simeone memang cenderung menghindari ruang di tengah dan memilih menyisir sayap agar dapat berlari tanpa hambatan.
Madrid Subur, Tetapi Banyak Kebobolan
Di La Liga maupun Champions, Real Madrid menjadi tim yang paling produktif. Tetapi kondisi ini bertolak belakang dengan jumlah kebobolan mereka, total 107 gol telah berhasil dicetak El Real di Liga, tetapi mereka juga kebobolan 38 gol.
Meski begitu, catatan tersebut juga tak buruk-buruk amat, karena menempati urutan kedua selisih gol setelah Barcelona yang hanya berjarak satu gol. Permainan terbuka dan tampil menyerang yang diperagakan Ancelotti memang memiliki resiko kebobolan lebih besar.
Sebagai gambaran, jika membandingkan statistik shot conceded dengan empat semifinalis lainnya, Real menempati urutan terbanyak, yaitu 14 kali setiap pertandingan. Hal ini menunjukan betapa terbukanya permainan Sergio Ramos dkk.
Gol Pembuka Jadi Kunci
Pada laga final kali ini, siapapun yang mencetak gol pertama akan mendapatkan keuntungan. Ini karena kedua tim akan mengalami kesulitan jika harus bermain lebih menyerang.
Misalnya saja Atletico. Saat menghadapi Chelsea pada laga semifinal pertama lalu, Atletico kesulitan menciptakan peluang karena Mourinho juga memilih strategi bertahan dan membangun tembok yang kokoh. Padahal, kala itu Atletico membutuhkan tabungan gol karena sedang bermain di kandang.
Pertandingan sendiri akhirnya berakhir dengan skor imbang tanpa gol. Tetapi, saat pertemuan kedua di Stamford Bridge, Chelsea yang memilih bermain terbuka justru kemudian dipermalukan di depan pendukungnya sendiri dengan skor 1-3.
Simeone sendiri akan menghadapi jenis lawan yang berbeda, karena Madrid memiliki penyerang dengan akselerasi lebih cepat dari Chelsea. Maka, ketinggalan terlebih dahulu akan menjadi faktor yang tidak menguntungkan, karena Real akan bermain bertahan dan bisa mematikan dengan serangan balik.
Tapi, kebobolan lebih dahulu juga jadi PR besar untuk Ancelotti. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Atleti mempunyai sistem pertahanan kokoh yang membuat mereka mampu bersinar musim ini.
Saat berhasil mengalahkan Bayern, Ancelotti diuntungkan dengan cara bermain anak asuh Pep Guardiola yang menyerang dan dominan dalam penguasaan bola, sehingga Real mampu menerapkan taktik serangan balik cepat. Ini satu hal yang tak akan ditemuinya saat berhadapan dengan Simeone.
Laga final ini bisa jadi berjalan super ketat, dan bahkan bisa berakhir dengan skor tipis 1-0. Karena, tim yang mencetak gol lebih dahulu akan buru-buru "menutup toko" dan tak memberikan ruang bagi lawan melakukan counter-attack.
Lalu, tim manakah yang memiliki serangan balik paling tajam? Mari kita tunggu!