Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Match Analysis

    Liga Champions: City 1-1 Roma

    Kecepatan dan Koordinasi Kunci Roma Menahan City

    - detikSport
    OLI SCARFF/AFP/Getty Images OLI SCARFF/AFP/Getty Images
    Jakarta -

    Manchester City tak bisa memanfaatkan keutungan sebagai tuan rumah saat menghadapi AS Roma dalam lanjutan Liga Champions dini hari tadi. Bermain di Etihad Stadium, City malah bermain imbang 1-1.

    Pada laga ini Pelatih City, Manuel Pellegrini mencoba untuk belajar dari kesalahan kecil yang mereka lakukan saat mereka menghadapi Hull City akhir pekan kemarin di Liga Premier. Eliaquim Mangala kembali masuk bench, dan Demichelis bermain kembali sebagai inti.

    Penunjukkan bek veteran asal Argentina ini mungkin awalnya bisa kita pahami, tapi ternyata keputusannya tersebut malah berbuah bencana bagi City. Pertahanan mereka jadi mudah dilewati oleh kecepatan dan operan terobosan (serta kombinasi antara keduanya) pemain-pemain Roma.

    Di sisi lain, Rudi Garcia mencoba bermain serius untuk merepotkan City, sesuai dengan pernyataannya sebelum pertandingan, dengan menurunkan kombinasi pemain-pemain cepat, visioner, dan berpengalaman yang tepat.



    Miskoordinasi pada Pertahanan Manchester City

    Seperti pada saat melawan FC Bayern Munich pada pertandingan pertama, salah satu titik lemah Man City adalah pada pertahanan.

    Saat melawan Bayern, mereka membiarkan Jerome Boateng mencetak gol menjelang akhir pertandingan. Kali ini pertahanan City kembali dihukum oleh koordinasi yang kacau dari sistem bertahan mereka.

    Baik Kompany, Demichelis, salah satu dari Yaya Toure atau Fernandinho, dan kedua sayap City berperan pada buruknya sistem pertahanan City dalam menghadapi kombinasi kecepatan dan operan terobosan Roma.

    Sistem 4-4-2 mereka dengan Toure dan Fernandinho di tengah memang seringkali menciptakan tembok kokoh di depan para bek City. Namun, pada dini hari tadi itu semua sirna, salah satunya juga adalah dari Jesus Navas dan David Silva yang seringkali terlihat terlambat turun dan terlalu membuka ruang bagi lawan.



    Proses terjadinya gol Francesco Totti

    Kesalahan sistemik ini membuat seluruh pemain City kepusingan dalam pembagian peran bertahan. Contohnya adalah pada gol Totti di atas.

    Awalnya Keita bebas mendapatkan bola di posisi yang ideal di tengah lapangan. Kemudian ia melakukan operan terobosan kepada Nainggolan yang tidak berhasil ditutup oleh Toure. Pada titik ini, tidak jelas siapa yang bertugas menjaga Nainggolan. Apakah Navas yang harus track-back? Atau justru Toure yang bertugas menjaga sementara Fernandinho menutup Keita?

    Kekosongan ini membuat Kompany yang semula terfokus kepada Totti menjadi mengalihkan perhatiannya kepada Nainggolan. Lalu masalah selanjutnya muncul ketika Kompany yang terlambat menutup Nainggolan justru membiarkan Totti menguasai ruang di belakangnya.

    Paling sialnya adalah Demichelis ketika ia gagal menutup Totti. Seharusnya ia sadar ia bukanlah tipikal pemain cepat, alih-alih mengejar Totti (yang sebenarnya sudah tua juga - artinya tidak terlalu cepat juga) ia bisa saja menjaga garis offside (garis putus-putus berwarna hitam) dengan naik sejajar dengan kedua bek sayapnya sehingga akan membuat Totti terjebak offside.

    Akhirnya buah dari miskoordinasi ini adalah gol cip cantik dari Totti yang tinggal berhadapan dengan Joe Hart.

    Namun, beberapa menit sebelum gol pertama tercipta, sebenarnya pertahanan City juga sempat menunjukkan boroknya ketika Maicon hampir membobol gawang Hart.



    Peluang Maicon yang membentur mistar gawang

    Pada gambar di atas, kita bisa melihat bahwa ketika Totti berencana melakukan operan sontekan, sebenarnya garis pertahanan City sudah menunjukkan tanda-tanda yang baik.

    Mesipun hanya Gervinho yang berada pada posisi offside, masing-masing dari bek City sebenarnya sudah mendapatkan lawan yang harus mereka jaga: Gael Clichy menjaga Gervinho, Silva menutup operan kepada Maicon, Demichelis menjaga Maicon, Fernandinho menutup operan kepada Pjanic, Kompany menjaga Pjanic, Toure menutup operan kepada Florenzi, Zabaleta menjaga Florenzi, dan Navas melakukan track-back kepada Cole.

    Tetapi yang terjadi justru bencana. Para pemain City terpaku sementara operan sudah sampai kepada Maicon (ataupun Pjanic yang keduanya berada pada posisi onside).

    Tendangan Maicon memang masih membentur mistar gawang, tetapi apa yang akan terjadi seandainya tendangan tersebut masuk? Atau andaikan Maicon mengoper kepada Cole maupun Florenzi yang berada pada posisi yang menguntungkan juga? Atau bagaimana jika tendangan muntahan Maicon berhasil disambut Cole atau Florenzi? Jawabannya tentu: bencana.

    Pertahanan Disiplin Roma

    Berseberangan dengan City, Roma menunjukkan performa yang luar biasa meskipun mereka tidak bisa memainkan beberapa pemain utama. Tercatat, Morgan De Sanctis, Davide Astori, Leandro Castan, Daniele De Rossi, dan Kevin Strootman tidak bisa diturunkan oleh Garcia.
     
    Namun, mereka tetap menjaga asa dalam bertahan dan menyerang lewat Cole di kiri dan Maicon di kanan. Di depannya, Gervinho beroperasi dengan keunggulan kecepatan dan permainan to the point-nya. Sementara Nainggolan bermain dengan ketenangan dan kecerdasan yang ia tunjukkan pada assist-nya terhadap gol Totti.

    Roma memang datang ke Etihad dengan memenangkan seluruh pertandingan Serie A mereka dan baru kebobolan dua gol saja di segala kompetisi. Garcia mungkin kecewa dengan gol pertama Aguero pada awal pertandingan, tetapi setelah itu Roma selalu menunjukkan solidnya pertahanan mereka.



    Peluang yang menggambarkan pertahanan disiplin Roma

    Salah satu kejadian yang paling menunjukkan kesigapan, kesolidan, koordinasi, dan kecepatan pertahan Roma adalah pada gambar di atas.

    Pada gambar A, Aguero yang dijaga Manolas melakukan operan kepada Silva yang menunjukkan bahwa tersedianya banyak ruang kosong di depan Silva yang bisa ia eksploitasi. Tetapi dengan sigap dan cepat Maicon mampu membalap Silva dan menutup ruang kosong tersebut.

    Lalu pada gambar B, Silva melakukan hal yang sama ketika ia ditutup oleh Maicon, yaitu ia mengoper pada ruang kosong di sisi kiri yang bisa diekploitasi oleh Navas. Sayangnya, setelah Navas menerima operan Silva pun Manolas mampu menutup ruang Navas.

    Pada posisi ini (gambar C), Navas memiliki tiga opsi yang bisa ia pilih, yaitu menembak ke gawang, mengoper terobosan lambung kepada Dzeko, maupun mengoper Aguero. Tetapi Roma yang cerdik memiliki kesigapan yang luar biasa. Jika Navas menembak, tidak akan cukup ruang baginya untuk mengincar sudut yang menguntungkan, sehingga tendangannya hampir pasti akan mampu dimentahkan oleh Skorupski. Lalu jika Navas mengoper kepada Dzeko, Cole sudah siap untuk menutup ruang tersebut dengan berlari ke arah tiang jauh. Kemudian jika ia mengoper kepada Aguero, Manolas sudah siap untuk menutupnya.

    Pada akhirnya memang ia mencoba untuk mengoper kepada Aguero. Meskipun ada insiden bola mengenai tangan Manolas, tetapi tidak ada unsur kesengajaan sehingga wasit Bjorn Kuipers sah-sah saja untuk tidak memberikan penalti lagi kepada City.



    Grafik pertahanan Roma (sumber: FFT Stats Zone)

    Selain kejadian di atas, kita juga bisa melihat bagaimana solidnya pertahanan Roma melalui grafik di atas. Manolas cs berhasil melakukan 17 tekel (dari 28 percobaan), lima buah blok, 33 buah clearance sempurna dengan 18 di antaranya adalah duel bola udara.
    James Milner dan Frank Lampard Mengubah Permainan Manchester City.

    Pelegrini sadar bahwa Navas terlalu banyak membuat pertahanan City terbuka, maka ia memasukkan James Milner untuk bermain lebih melebar dan bisa menjelajahi sisi ke sisi lapangan, daripada navas yang terlalu satu dimensional.



    Perbandingan grafik permainan Jesus Navas dengan James Milner (sumber: FFT Stats Zone)

    Jika dilihat pada grafik di atas, terlihat jelas bahwa Navas terlalu berorientasi pada satu sisi (satu dimensional), yaitu sisi kanan. Sementara Milner bisa bermain lebih melebar baik di kiri maupun di kanan.

    Selain masalah Navas, tempo City juga agak buruk sehingga membuat Toure tidak efektif bermain di tengah. Ia seringkali terlihat malas untuk turun membantu pertahanan.

    Ini juga yang membuat Pellegrini memasukkan Frank Lampard dan mengganti skema City menjadi 4-2-3-1 untuk mendukung Aguero di depan dan memainkan Milner di kiri dan Silva di kanan.

    Perubahan yang Pellegrini lakukan ini membuat permainan City menjadi lebih baik, bahkan mereka terlihat sebagai tim yang lebih berpeluang membawa tiga angka pada dini hari tadi.

    Namun, sayangnya itu tidak terjadi lantaran penyelesaian akhir mereka yang buruk. Tercatat hanya dua dari 15 buah tendangan mereka yang mencapai target.

    Senasib dengan City, Roma pun gagal memanfaatkan 9 buah tembakan yang mereka lepaskan. Hampir setengahnya (empat buah tembakan) tembakan mereka yang mencapai sasaran, tetapi angka tersebut sudah lebih banyak daripada yang City peroleh.

    Sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa Roma bermain lebih efektif. Satu poin yang mereka bawa pulang dari Manchester adalah modal yang sangat berharga bagi mereka untuk menghadapi dua pertandingan melawan Bayern Munich yang menanti mereka di depan.

    Kesimpulan

    Keputusan Pellegrini menurunkan Demichelis patut dipertanyakan, mengingat ia bukanlah opsi pemain yang tepat untuk menghadapi kecepatan para pemain sayap Roma. City mungkin bisa mengatasi Roma jika saja mereka mampu menjaga tekanan tinggi ke pertahanan Roma.

    Sayangnya gol menit awal dari Aguero justru melecut semangat Roma untuk menyamakan kedudukan melalui Totti. Kedua tim sebenarnya punya banyak kesempatan untuk mencetak gol, tetapi sayang penyelesaian akhir mereka tidak pernah menemui sasaran.

    Grup E bisa dibilang sebagai grup neraka pada Liga Champions musim ini. Bayern Munich, City, Roma, dan CSKA Moscow adalah para penghuni grup panas ini.

    Banyak lelucon beredar bahwa neraka tidak akan lengkap tanpa kehadiran setan (Setan Merah Manchester United tepatnya). Tetapi dalam dua pertandingan ini, City sudah sangat jelas merefleksikan kealfaan United di Liga Champions musim ini, yaitu selain dengan performa mereka, tetapi juga dengan nama stadion dan sponsor mereka, Etihad (dalam bahasa Arab memiliki arti "United"). Ironis.

    Menghadapi CSKA yang sudah mengalami dua kali kekalahan bisa menjadi titik balik klub Manchester Biru ini di Eropa. Hanya saja, tekanan yang akan mereka hadapi pastilah sangat berat mengingat akan banyak yang meragukan performa dan mental mereka di Eropa (karena tidak ada yang peduli jika CSKA kalah lagi, tetapi sebaliknya).

    Kata-kata Sir Alex Ferguson yang meledek City sebagai klub mental tempe akan dipertaruhkan pada pertandingan selanjutnya ini yang akan dilangsungkan di Moscow. Pellegrini tentunya memiliki pekerjaan rumah yang panjang.





    (din/mrp)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game