Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Detik Insider

    'Piknik' Menyaksikan Kashima Antlers Berlaga

    Rossi Finza Noor - detikSport
    detikSport/Rossi Finza detikSport/Rossi Finza
    Kashima -

    Sepakbola dan rekreasi adalah dua hal yang amat bisa dipadukan. Akhir pekan kemarin, Sabtu (25/7/2015), saya berkesempatan menyaksikan laga J-League antara Kashima Antlers vs FC Tokyo yang oleh banyak keluarga dijadikan acara jalan-jalan.

    "Cari saja di Seven Eleven terdekat. Biasanya tidak terjual habis karena bukan pertandingan baseball," demikian informasi yang saya terima ketika bertanya di mana bisa mendapatkan tiket pertandingan J-League.

    Mengingat Jepang adalah negara yang mementingkan waktu dan efisiensi, saya tidak heran mendengar tiket tersebut dijual di tempat yang jauh terpisah. Sebenarnya, tiket pertandingan itu juga dijual langsung di stadion. Namun, lantaran tidak ingin mengambil risiko jauh-jauh datang ke stadion tapi tiketnya habis dibeli penonton lain, jadilah saya membeli tiket tersebut di Seven Eleven kawasan Shibuya, Tokyo, satu hari sebelum pertandingan.

    Dengan bahasa Jepang seadanya (kalau tidak mau disebut amburadul), saya pun bertanya kepada penjaga toko perihal tiket pertandingan tersebut. Yang ditanya pun segera menunjuk ke mesin penjual khusus, di mana di dalamnya terdapat berbagai pilihan; mulai dari tiket pertandingan sepakbola hingga berbagai wahana rekreasi seperti museum Doraemon.

    Salah satu tiket termurah pertandingan J-League dijual dengan harga 2.300 yen (sekitar Rp 250 ribu). Tiket seharga itu memberikan Anda sebuah tempat duduk di tribun belakang gawang. Mengingat Kashima Soccer Stadium, yang akan dijadikan arena pertandingan keesokan harinya, tidak memiliki lintasan lari sebagai pemisah antara tribun dan lapangan, tribun di belakang gawang menjadi salah satu spot terbaik.

    ***

    Kashima Soccer Stadium terletak tidak jauh dari jalan tol yang menghubungkan Tokyo dan Kashima, yang terletak di Prefektur Ibaraki. Stadion berkapasitas 40.728 tempat duduk itu hanya berjarak 30 menit dari pintu tol. Keseluruhan perjalanannya sendiri bisa ditempuh dalam waktu 2 jam menggunakan bus yang berangkat dari Stasiun Sentral Tokyo.



    Di sinilah menariknya. Ternyata tidak hanya pendukung FC Tokyo saja yang berangkat ke Kashima Soccer Stadium untuk menyaksikan pertandingan. Nyatanya, banyak juga pendukung Antlers berasal dari Tokyo. Malah, jumlah pendukung Antlers yang berangkat ke Kashima jauh lebih banyak dari pendukung FC Tokyo.

    "Mungkin kalian baru bisa naik bus 20 menit lagi. Hari ini cukup padat karena ada pertandingan," ujar petugas penjual tiket kepada saya, usai membayar seharga 3.800 yen (sekitar Rp 414 ribu) untuk tiket pergi-pulang Tokyo-Kashima.

    Benar saja. Begitu berjalan menuju halte tempat pemberhentian bus, antrean panjang mengular sampai empat baris. Sekitar setengah jam kemudian, barulah saya bisa naik ke dalam bus yang berangkat ke Kashima.

    ***

    Sebagai salah satu stadion yang pernah menjadi arena pertandingan Piala Dunia 2002, Kashima Soccer Stadium tergolong megah. Atap lengkung berwarna abu-abunya sudah terlihat sejak 500 meter sebelum bus sampai di parkiran stadion. Tiang-tiang penyangganya berdiri kokoh bersilangan, menopang atap-atap lengkung itu.

    Kashima Soccer Stadium dipugar dan diperbesar pada tahun 2001 untuk menyambut Piala Dunia. Namun, sisa-sisa guratan kuno masih terlihat di berbagai pojok. Salah satunya adalah tulisan "KASHIMA" di atas pintu gerbang masuk menuju tribun yang sudah aus dimakan angin dan hujan.

    Sisa-sisa kejayaan Kashima Antlers di masa lalu --sebagai pengoleksi gelar terbanyak J-League-- juga diabadikan lewat patung Zico tepat di depan stadion. Zico, si 'Pele Putih' itu, merupakan sosok yang diagung-agungkan oleh pendukung Antlers. Sampai-sampai spanduk 'Spirit
    of Zico' terpampang di salah satu sudut stadion.

    Zico menghabiskan sisa-sisa kariernya sebagai pesepakbola dengan menjadi pemain Antlers. Setelah pensiun, dia juga sempat menjadi pelatih tim berlogo rusa tersebut. Tidak heran jika dirinya dibangunkan patung yang posenya tengah menggiring bola bisa Anda jumpai tepat di dekat pohon rindang di depan stadion.

    ***

    "Anda pendukung Antlers atau FC Tokyo?" tanya salah seorang petugas ketika saya menanyakan sisi tribun belakang gawang mana yang harus ditempati. Rupanya, tiket yang saya pegang tidak mengharuskan duduk di salah satu tribun belakang gawang tertentu. Si pemegang tiket bebas duduk di sisi sebelah mana pun, tergantung dia pendukung tim mana.

    Akhirnya saya memilih untuk duduk bersama pendukung Antlers. Ketika itu, jalanan masuk menuju tribun sudah penuh dengan para pendukung kedua tim. Berbaur begitu saja, tidak ada pemisah.

    Tentu, pendukung Antlers jauh lebih banyak. Namun, saya masih bisa menemukan satu atau dua pendukung FC Tokyo --dengan kostum biru gelap-merah khas tim kesayangan mereka-- yang berseliweran di tengah lautan merah suporter Antlers. Kebanyakan menunggu kick-off pertandingan sembari membeli bir, mie goreng, dan berbagai makanan lainnya. Pintu gerbang stadion sudah dibuka sejak pukul 15.30, sementara kick-off pertandingannya dilangsungkan pada pukul 18.30.



    Jadilah jalanan menuju tribun stadion itu berubah menjadi tempat piknik. Sebagian besar pendukung Antlers yang datang menonton hari itu membawa serta anak-anak mereka. Tak lama setelah membeli makanan dan minuman, mereka duduk menggelar alas dan menikmati makanan yang baru saja mereka beli.

    Tak jauh dari tempat para pendukung menggelar alas dan makan bersama itu, ada sekelompok suporter fanatik tengah mendengungkan chant-chant dukungan dengan dipimpin oleh seseorang yang membawa pengeras suara. Ini adalah adegan menarik yang mempertontonkan dua wajah sepakbola: Sebagai arena untuk piknik serta bersenang-senang dan gelanggang untuk meneriakkan fanatisme.

    ***

    Di atas tribun, berbagai bendera merah Antlers sudah dikibarkan. Tidak sedikit pula ada bendera Brasil mencuat di tengah-tengah lautan bendera merah itu. Brasil dan Jepang memang punya keterikatan khusus. Tapi, buat Antlers, keterikatan itu lebih erat lagi.

    Sepanjang sejarah mereka di J-League, Antlers sudah dibesut delapan manajer asal Brasil. Pelatih Brasil teranyar mereka, Toninho Cerezo--yang juga pernah mengantarkan mereka menjuarai J-League pada 2000 dan 2001, baru saja didepak empat hari sebelumnya lantaran serentetan hasil buruk. Penggantinya, Masatada Ishii, jadi orang Jepang ketiga yang pernah menangani Antlers.

    Saya datang menyaksikan pertandingan pertama Ishii, yang tadinya menjabat sebagai pelatih tim utama, sebagai seorang manajer. Ada ekspektasi tersendiri untuknya. Namun, para pendukung Antlers tahu bahwa mereka harus berada di belakang pria berusia 48 tahun itu. Teriakan "Ishii! Ishii! Ishii!" menggema di tribun tempat saya berdiri.

    Selain Ishii, beberapa nama lainnya yang juga sering diteriakkan para pendukung fanatik Antlers adalah kapten mereka, Mitsuo Ogasawara, dan Gaku Shibasaki. Ogawasara kini sudah berusia 36 tahun. Hanya satu musim dia pernah meninggalkan Antlers, yakni pada 2006/2007, ketika dia dipinjam oleh Messina. Selebihnya, dia setia membela Antlers dan itu menjelaskan mengapa namanya begitu dielu-elukan.

    Hari itu, Ogasawara tampil solid memimpin teman-temannya dari lini tengah. Antlers yang unggul dalam penguasaan bola tidak membiarkan FC Tokyo leluasa mengembangkan permainan di babak pertama. Sebaliknya, FC Tokyo sendiri beberapa kali mengandalkan umpan terobosan dari jauh untuk menerobos garis pertahanan Antlers yang naik begitu tinggi.

    Berkali-kali FC Tokyo nyaris menembus garis pertahanan tinggi itu. Namun, para pemain depan mereka tidak cukup cepat untuk menerobosnya. Alhasil, belum sempat bola sampai ke kotak penalti, para bek Antlers sudah bisa merebutnya.

    ***
     
    Shibasaki bermain brilian hari itu. Dia rajin menyisir area sepertiga akhir lapangan dan menjadi orang pertama yang menyambut bola tiap kali rekan-rekannya di sisi sayap terpojok dan tidak tahu lagi ke mana harus membagi bola. Ia jugalah yang menjadi pemecah kebuntuan Antlers pada babak pertama.

    Antlers yang sejak awal bersabar memutar-mutar bola hingga FC Tokyo memperlihatkan celah di lini belakang. Shibasaki pun melihat celah tersebut. Tepat ketika pertandingan memasuki menit ke-30, Shibasaki melepaskan sebuah tendangan datar dari luar kotak penalti. Bola membentur kaki bek lawan, mengecoh penjaga gawang FC Tokyo, Shuichi Gonda, dan tribun pendukung Antlers di belakang gawang pun bergemuruh.



    Di babak kedua, FC Tokyo sempat menyamakan kedudukan. Mereka tak lagi bermain narrow (rapat) dan lebih rajin bermain melebar serta melepaskan umpan silang juga umpan panjang langsung ke depan. Ini membuat pertahanan Antlers menjadi lebih dalam, berbeda daripada di babak pertama, di mana mereka memasang garis pertahanan tinggi.

    Salah satu umpan panjang itulah yang kemudian membawa mereka menyamakan skor. Dari umpan tersebut, Nathan Burns menerima di dalam kotak penalti dan membuat angka di papan skor berubah menjadi 1-1. Para pendukung Antlers di tribun belakang gawang tidak terdiam. Malah semakin riuh.

    Keriuhan itu kemudian terbalas 10 menit menjelang pertandingan berakhir, ketika Gen Shoji menanduk sebuah sepak pojok di tiang jauh. Adegan di mana sundulan Shoji mengoyak gawang Gonda itu terjadi tepat di depan tribun pendukung Antlers --tempat di mana saya juga berada. Keriuhan pun kian menjadi-jadi.

    ***

    Shibasaki dinobatkan menjadi man of the match malam itu, kendati Shoji yang menjadi pahlawan kemenangan. Untuk gelar tersebut, Shibasaki pun diganjar hadiah sebesar 100.000 yen (sekitar Rp 10 juta) dan diwawancarai di pinggir lapangan oleh stasiun televisi. Karena wawancara itu, Shibasaki tidak ikut victory lap yang dilakukan oleh rekan-rekannya.

    Baru ketika wawancara selesai dilakukan, gelandang berusia 23 tahun itu melakoni victory lap sendirian. Tepat di depan tribun belakang gawang itu, dia melambai-lambai seraya menepuk-nepuk lambang klub di dadanya. Kegembiraan hari itu berakhir bersamaan dengan masuknya Shibasaki ke lorong menuju ruang ganti.



    Tapi, perjalanan pendukung Antlers yang tinggal di Tokyo hari itu belum berakhir. Masih ada barisan yang mengular panjang menuju bus yang akan membawa mereka pulang.

    Setelah masuk dan bus bergerak meninggalkan Kashima Soccer Stadium, terlihatlah antrean kendaraan memanjang hingga ke garis batas kota. Hari itu, malam masih panjang.

    ====

    *penulis adalah wartawan detikSport, beredar di dunia maya dengan akun @Rossifinza

    (roz/din)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game