Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Detik Insider

    Garry Monk: Bos Muda yang Necis dan Piawai

    Rahman Fauzi - detikSport
    Foto-foto: Getty Images Foto-foto: Getty Images
    Jakarta -

    Dia masih berstatus sebagai pemain ketika ditunjuk sebagai pengganti Michael Laudrup sebagai pelatih Swansea City. Garry Monk kini sedang terus menunjukkan potensinya sebagai pelatih muda yang menjanjikan.

    “Anda selalu mengalahkan saya. Saya memilih anda sebagai Manager of The Season, yang tidak anda menangkan. Namun, mungkin semestinya anda-lah yang meraihnya."

    Demikian diucapkan Louis van Gaal, manajer Manchester United, kepada Monk dalam tradisi pertemuan para manajer tim sebelum kompetisi Premier League musim ini bergulir. Van Gaal memuji Monk karena di musim lalu dia dan "Setan Merah" menyerah 1-2 dari Swansea besutan Monk.

    Dan akhir pekan lalu, Monk kembali memimpin kesebelasannya menundukkan MU, juga dengan skor 2-1. Itu artinya, dalam tiga pertemuan berturut-turut Monk (dan Swansea) selalu bisa mengalahkan Van Gaal (dan MU).

    "Kami telah memainkan beberapa penampilan yang hebat, tapi kami menunjukkannya kepada tim yang berbeda hari ini, tim yang begitu bagus,” ungkap Monk dalam situs resmi Swansea, setelah kemenangan terakhir di Liberty Stadium tersebut.

    "Secara keseluruhan, saya merasa kami punya peluang terbaik dan menuntaskannya dengan kemenangan, sesuatu yang paling penting," tambahnya.

    Di musim lalu, di musim penuh pertamanya sebagai manajer, Monk mengantarkan The Swans finis di peringkat kedelapan di liga. Itulah posisi terbagus Swansea dalam sejarah mereka di Premier League.

    Catatan itu mungkin tidak terjadi seandainya Swansea tidak memecat Laudrup pada Februari 2014. Kala itu Laudrup hampir menjerembabkan tim ke lembah degradasi karena kalah enam kali dalam delapan pertandingan. Swansea saat itu hanya unggul dua angka dari tim di zona merah.

    Kemudian pemilik tim, Huw Jenkins, menunjuk Monk sebagai player-manager sementara. Padahal, setahun sebelumnya Monk menandatangi perpanjangan kontrak sebagai pemain sampai Juni 2015.

    "Kebetulan", Monk sejak awal musim itu tidak bisa main. Selain memang sudah mulai tidak jadi pilihan pertama di posisi bek tengah --karena usia mulai menua--, dia pun sempat dibekap cedera selama empat bulan. Dus, ketika dipercaya untuk memimpin rekan-rekannya sebagai atasan, Monk sebenarnya sudah habis karier bermainnya.

    Langsung fokus sebagai arsitek tim, Monk berhasil memperbaiki keadaan. Dalam engansisa 14 pertandingan Monk masih bisa memberikan lima kemenangan dan 3 hasil seri, walaupun kalah 6 kali. Paling tidak, Swansea tetap selamat dengan menduduki urutan ke-12 di klasemen akhir. Monk pun dijadikan sebagai manajer tetap dan diberi kontrak tiga tahun.

    Di periode awal Monk melatih Swansea, dia tak langsung memberi jarak kepada pemain-pemainnya. Dia tidak mengenakan jas saat memberi instruksi di pinggir lapangan. Para pemain pun masih boleh memanggilnya dengan ‘Monks’ atau ‘Garrs’ saja.

    Kini, semua orang memanggil Monk sebagai ‘boss’, berkat karisma yang Monk tunjukkan kepada pemain. Dia mulai berdandan necis dengan jas dan rambut tersisir rapi saat memberi arahan kepada pemain bertanding. Beberapa hal detil dia perhatikan, seperti menyusun meja makan dengan bentuk segitiga supaya para pemain bertegur sapa.

    “Dia tidak langsung membuat segalanya benar di awal, tapi anda bisa melihat dia tahu apa yang dia ingin lakukan. Dia kapten dalam waktu yang lama dan itu membantunya tahu bagaimana cara menjadi manajer,” kata salah satu staf kepelatihan di Swansea, Alan Curtis.

    Monk memang sangat lekat dengan Swansea. Ia sudah memperkuat klub Wales itu sejak 2004 dan mulai menjabat kapten semenjak Roberto Martinez hengkang pada Agustus 2006.

    “Saya punya cedera lutut ketika saya berusia 26 dan dari sana saya mulai menaruh perhatian pada sesi latihan, bagaimana manajer bicara kepada pemain, bagaimana menjalankan tim,” ceritanya.



    Monk ternyata menjadikan Brendan Rodgers sebagai panutan dalam melatih tim. Di bawah kendali Rodgers, Swansea mengalami promosi pertama kalinya ke Premier League. Swansea juga dipuji berkat permainan atraktif mereka.

    Meski tergolong pelatih muda --saat ini 36 tahun-- dan pernah bermain bareng rekan-rekannya yang dia latih saat ini, Monk menekankan peran dan status yang mereka emban.

    “Kami punya budaya tanpa kompromi. Jika seorang pemain mengeluhkan sesuatu saat mendapat pijatan, saya bahkan tidak mau si tukang pijat membiarkannya,” ujar Monk.

    Ketegasan yang Monk tetapkan membuahkan hasil manis di pekan-pekan awal Premier League. Mereka hinggap di posisi keempat dengan koleksi delapan poin. Kemampuan menahan imbang Chelsea 2-2 dan kembali menundukkan MU menjadi fakta tambahan yang membuat semua terasa indah.

    ====

    * Penulis adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, sedang magang di @detiksport. Akun twitter: @oomrahman

    (a2s/krs)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game