Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Detik Insider

    Budaya Walk Out Tim-Tim Sepakbola Indonesia

    Lucas Aditya - detikSport
    Jakarta -

    Lini masa ramai membahas mengenai walk out pada 27 September lalu. Pelakunya bukan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sedang membahas pengesahan sebuah rancangan undang-undang, tapi klub yang baru berganti nama dan logo, Bonek FC.

    Di Stadion Jakabaring, Bonek FC memulai laga dengan satu keuntungan. Mereka unggul agregrat 1-0, lalu menggandakannya dengan gol Ilham Udin Armaiyn.

    Awal dari mogoknya pemain Bonek FC itu dimulai pada menit 11. Wasit yang memimpin pertandingan, Jerry Elly, menunjuk titik putih, karena ada pemain Bonek FC yang dianggap melakukan handsball di dalam kotak penalti.

    Tayangan ulang menunjukkan bahwa keputusan Jerry tidak tepat. Tapi, keputusan untuk memilih tak melanjutkan pertandingan juga lebih tidak tepat.

    Netizens langsung bereaksi mengomentari kejadian itu.

    "Gegayaan walk out, kaya anggota DPR!!!! MALU MALUIIIIIIN!!! Sriwijaya vs Bonek FC #BekuinSepakBolaIndonesia," demikian kicau akun @Ghulamnayazri.

    Ulangan Peristiwa Jakabaring 6 Tahun Silam

    Enam tahun silam juga pernah terjadi aksi WO yang menggemparkan. Kala itu laganya lebih 'serius', yakni final Copa Indonesia. Tim yang bertanding pada 28 Juni 2009 itu kebetulan juga Sriwijaya FC. Tapi, lawannya adalah Persipura Jayapura. Durasi pertandingannya lebih lama, sudah berlangsung selama satu jam.

    Pertandingan yang dipimpin oleh Purwanto --wasit yang mempunyai reputasi sebagai salah satu pengadil lapangan terbaik di Indonesia-- itu berjalan wajar pada paruh pertama. Sriwijaya FC lalu unggul lebih dulu lewat Anoure Richard Obioran pada menit 51.

    Pengamatan kurang jeli Purwanto di laga terakhirnya sebagai wasit sembilan menit kemudian berbuah menjadi drama.

    Boaz Solossa melepaskan sepakan ke arah gawang Sriwijaya FC yang sudah kosong, tapi bolanya diblok Tsimi Jaques ke luar lapangan. Bola mengenai tangan Tsimi sebelum keluar lapangan.

    Karena tak mendapatkan penalti, para penggawa 'Mutiara Hitam' melancarkan protes. David Da Rocha yang dinilai berlebihan saat melakukan protes malah diacungi kartu merah. Hal ini yang makin memperkeruh situasi.

    Ketua PSSI saat itu, Nurdin Halid, sampai turun tangan untuk membujuk Persipura agar mau kembali bermain.

    "Pemain bersedia main, ofisial yang tidak mau main. Mereka marah, kecewa. Saya kasih waktu 15 menit, setelah itu aturan harus ditegakkan," ungkap Nurdin yang hadir di Jakabaring dalam wawancaranya dengan sebuah stasiun televisi kala itu.

    Sriwijaya FC akhirnya diputuskan menjadi juara Copa Indonesia dengan kemenangan WO. Mereka berhasil menjadi juara untuk kedua kali secara berturut-turut.

    Pasca pertandingan sidang Komisi Disiplin PSSI menjatuhkan sanksi untuk Persipura selama satu musim tak diperbolehkan berpartisipasi di Copa Indonesia. Tapi, hukuman itu akhirnya direvisi Komisi Banding, hanya menjadi denda sebesar Rp 150 juta dan juga cuma dinyatakan kalah WO saja.

    Apa sanksi untuk Bonek FC di Piala Presiden, yang notabene 'cuma' turnamen untuk mengisi kekosongan kompetisi? Pihak Mahaka Sports selaku event organizer menjatuhkan hukuman berupa denda Rp 150 juta, dan mencabut hak bonus Bonek FC dari rating televisi.

    Wasit Selalu Jadi Kambing Hitam

    Dari kasus-kasus mogok main di Indonesia, hal yang paling sering dijadikan alasan bagi para pelakunya adalah kinerja wasit yang kurang memuaskan.

    Marilah sedikit berandai-andai. Lemparkan ingatan pada pertandingan babak 16 Piala Dunia 2010, kala Inggris bertanding melawan Jerman. Bayangkan jika para pemain Inggris mogok untuk memprotes keputusan wasit asal Uruguay, Jorge Luis Larrionda Pietrafesa, yang tidak mengesahkan gol Frank Lampard ke gawang Manuel Neuer.

    Tapi The Three Lions terus melanjutkan pertandingan yang berlangsung 27 Juni 2010 itu, meski akhirnya mereka tersingkir di babak 16 besar sebab kalah 1-4.

    Kejadian itu lantas memang memicu perdebatan. Tapi, perdebatan itu dilakukan seusai pertandingan. Hasilnya? Diterapkannya teknologi garis gawang di ajang Piala Dunia berikutnya.

    Mungkin masih terlalu jauh untuk memimpikan para pelaku sepakbola tanah air bisa memiliki jiwa besar seperti yang ada di Eropa atau yang di luar negeri.

    Untuk mendengar para pelatih klub Indonesia bilang, "klub yang bermain lebih bagus memenangi pertandingan", pun masih jarang dibaca dalam komentar pasca pertandingan baik di media online atau cetak yang beredar.

    CEO Bonek FC, Gede Widiade, mengatakan bahwa aksi timnya menolak untuk melanjutkan pertandingan sebagai bentuk kritik atas kinerja wasit yang buruk selama penyelenggaraan Piala Presiden. Dia berujar itu sebagai sanksi sosial kepada wasit.

    CEO Mahaka Sport, Hasani Abdulgani, mengungkapkan fakta bahwa sebagian besar tim yang lolos ke babak perempatfinal tak percaya pada kinerja wasit. Tapi, kritik dengan aksi WO juga merupakan tindakan yang jauh dari fairplay. Jangan lupa juga, penonton yang datang ke stadion dan membeli tiket, tentu berencana menonton selama minimal 90 menit.

    Bukan Contoh Bagus untuk Pemain Muda

    Coba bayangkan dengan kasus WO tersebut: bagaimana jadinya kalau Putu Gede Juni Antara, Fatchu Rochman, Sahrul Kurniawan, Ilham Udin Armaiyn, Muhammad Hargianto, Zulfiandi, dan Evan Dimas, merekam aksi itu ke dalam benak mereka dalam-dalam.

    Mereka menjadi deretan pemain yang mungkin akan menjadi penggawa timnas saat Indonesia berlaga di ajang internasional ketika nanti sudah terbebas dari sanksi FIFA.

    Bukan tidak mungkin mereka akan melakukan aksi WO di laga internasional karena itu menjadi sebuah aksi yang dianggap wajar. Pengaruh-pengaruh negatif seperti inilah yang dulu ditakutkan oleh sebagian besar pecinta sepakbola tanah air hingga menyarankan Evan Dimas dkk. untuk berkarier di luar negeri.

    Hal itu boleh jadi akan lebih memalukan dibandingkan dengan kekalahan 0-10 yang diderita timnas saat melakoni laga Pra Piala Dunia melawan Bahrain pada Februari 2012 silam. Kekalahan itu masih tercatat menjadi rekor kekalahan terbesar Indonesia di ajang internasional.

    Ada satu pernyataan dari Evan Dimas yang melegakan soal itu. Di banyak media massa, dia bilang kalau ingin bermain.

    "Di Persebaya 'kan semuanya seperti keluarga. Jadi, meski ingin main, tapi kita 'kan harus menurut apa kata tim," ujar Evan.

    Walk Out (Mungkin) Sudah Jadi Budaya Klub Indonesia

    Aksi WO bukanlah hal baru di kompetisi di tanah air. Sebagai contoh adalah saat kompetisi Indonesia Premier League (IPL). Sebanyak enam tim acap kali tak menghadiri laga, hingga dinyatakan kalah tanpa bertanding.

    Persibo Bojonegoro, Persema Malang, Persija Jakarta, Persebaya Surabaya, Persepar Palangkaraya, dan Arema Malang merupakan klub-klub itu. Tiga klub pertama bahkan sampai harus didiskualifikasi dari kompetisi.

    Aksi WO kala itu didasari oleh alasan masalah finansial. Daripada berangkat bertanding menelan kekalahan lebih besar, lebih baik tak usah melakoni laga tandang dengan hanya menelan kekalahan tiga gol tanpa balas.

    Sama seperti dengan memilih WO untuk mengkritik wasit seperti yang dilakukan oleh Bonek FC, cara klub-klub di atas boleh dibilang hanya mau mencari jalan pintas atas sebuah persoalan.

    Baru-baru ini ada contoh yang bagus dari Liga Italia soal klub yang masalah kesulitan finansial. Meski harus berdarah-darah, Parma akhirnya bisa menyelesaikan kompetisi, setelah itu dinyatakan bangkrut.

    Kebiasaan-kebiasaan buruk yang terus berulang dan diterima oleh sebagian besar pelaku sepakbola Indonesia itu seperti sudah menjadi budaya.

    Selain WO yang mungkin sudah menjadi budaya, ada dua lagi kebiasaan yang sudah dianggap lumrah di kalangan klub Indonesia. Mengambinghitamkan wasit saat satu tim menelan kekalahan, dan juga menunggak gaji pemain tanpa ada perasaan bersalah.

    Masih ingat bagaimana perjuangan para pemain PSMS Medan yang menuntut haknya sampai ke kantor PSSI pada bulan Juni 2013? Bukannya difasilitasi untuk bisa mendapatkan hak-haknya, mereka malah mendapatkan ancaman sanksi dari Komisi Disiplin PSSI.


    ====

    * Penulis adalah wartawan detiksport. Akun twitter: @LucasAdityA

    (cas/a2s)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game