Mengagumi Kecerdasan dan Gaya Kebapakan Ancelotti

Carlo Ancelotti adalah sebuah contoh bahwa usia tua tak menghalangi seseorang untuk mempelajari hal baru. Dalam waktu enam tahun, pria berusia 56 tahun itu tahu-tahu sudah menguasai empat bahasa.
Selama kariernya sebagai pemain sepakbola, yang dimulai di pertengahan tahun 70-an, Ancelotti hanya bermain di klub-klub negaranya. Ia juga menghabiskan 14 tahun pertamanya sebagai pelatih dengan menukangi tim-tim Italia.
Akan tetapi, begitu dia ditunjuk sebagai manajer Chelsea pada musim panas 2009, Ancelotti langsung unjuk gigi. Walaupun dengan "meraba-raba", tapi dia tampak berusaha keras untuk melakoni konferensi pers pertamanya sebagai orang Chelsea dengan berbahasa Inggris.
Walaupun bicaranya tidak fasih, Ancelotti bahkan dengan "pede" berguyon di depan para pewarta. "Saya tidak tahu apakah John Terry akan tetap jadi kapten," ucap dia dengan nada serius. Hadirin tak bereaksi. Tapi Don Carlo kemudian tersenyum dan berkata, "Tidak, tidak. Itu hanya lelucon. Saya orang yang senang bercanda." Hadirin pun tertawa.
Ketika diperkenalkan untuk pertama kalinya sebagai pelatih Real Madrid pada musim panas 2013, Ancelotti juga langsung berbicara dalam bahasa Spanyol. Tidak sangat lancar memang, tapi sudah terbilang baik — antara lain karena akar bahasa Italia dengan Espanola banyak kemiripan.
Hanya kala direkrut Paris St Germain Ancelotti tidak melakoni sesi jumpa pers pertamanya dengan bahasa setempat. Dia berbicara dalam bahasa Italia, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis oleh direktur teknis PSG kala itu, yang juga pernah jadi anak asuhnya di AC Milan, Leonardo.
Mungkin itu karena Ancelotti tak punya banyak waktu untuk belajar bahasa Prancis. Sebab, dia digaet PSG secara mendadak, setelah klub top Prancis itu melepas pelatihnya, Antoine Kombouare, pada akhir Desember 2011. Waktu itu Ancelotti masih menganggur sejak dipecat Chelsea di akhir musim 2010/2011.
Terbukti, dalam waktu relatif cepat Ancelotti sudah bisa berbahasa Prancis dan terbiasa tampil di televisi, atau sekadar diwawancarai dalam bahasa Prancis.
Nah, dengan kemauan dan kemampuannya belajar bahasa asing, hampir dipastikan Ancelotti akan sudah akan bisa berbahasa Jerman pada saat ia memulai pekerjaannya sebagai pelatih baru Bayern Munich pada musim panas mendatang. Tak lama setelah perekrutan dirinya oleh Bayern diumumkan ke publik, Ancelotti mengatakan dirinya sudah mulai mengambil kursus bahasa Jerman.
"Kalau (eks pelatih Bayern asal Italia) Giovanni Trapattoni bisa mempelajari bahasa Jerman, saya pasti bisa juga," seloroh dia, merujuk pada sosok Mr. Trap yang kala melatih Bayern sudah berusia 55 tahun.
Ancelotti adalah figur pelatih yang nyaris tanpa kontroversi dengan para pemainnya. Ia nyaris tak pernah mengatakan hal-hal buruk tentang pemainnya. Ia juga jarang terlihat memarahi pemainnya di depan publik. Ia adalah antitesis dari Fabio Capello, pelatih Italia hebat lainnya, yang dikenal punya prinsip "tidak perlu berteman dengan pemain" — karena pelatih adalah "bos".
Saking dianggap baik, Ancelotti sampai dipancing wartawan untuk mengungkapkan sisi "liarnya" sebagai pelatih. Dan dia akhirnya menceritakan sebuah kisah di dressing room PSG pada April 2013, ketika timnya kalah adu penalti di babak semifinal Piala Prancis dari tim gurem, Evian. Di situ, Zlatan Ibrahimovic gagal sebagai algojo.
"Mereka bilang, sesekali kamu harus pakai cambuk. Saya bilang, mungkin itu untuk pelatih-pelatih lain. Saya tak pernah 'mencambuk' orang: tidak sebagai manajer, maupun sebagai seorang ayah. Sebab, sepanjang hidup tak ada orang yang pernah mencambuk saya: tidak bapak saya, guru sekolah, maupun pelatih saya.
"Kalau soal marah besar, tentu saya pernah. Waktu itu kami kalah di kandang sendiri melawan Evian. Saya betul-betul marah. Saya tendang sebuah kardus dan kena kepala Ibrahimovic!"
Tapi cerita itu tak pernah sekondang episode "sepatu melayang" di antara Sir Alex Ferguson dan David Beckham. Toh para pemain PSG tak berselera untuk membesar-besarkan kejadian itu. Si "korban", Ibrahimovic, pun santai-santai saja.
"Kurang lebih mirip tendangan sepatu Ferguson pada Beckham lah," kata striker Swedia itu. "Tapi setelah itu kami malah sering menertawakan kejadian itu."
Ibrahimovic adalah sebuah bukti bahwa Ancelotti adalah tipikal pelatih yang punya kemampuan istimewa dalam menciptakan hubungan yang baik dengan para pemainnya. Ibrahimovic, yang tak bisa ditaklukkan oleh sembarang orang — apalagi oleh Pep Guardiola (!) — memberi testimoni yang amat manis untuk Ancelotti.
"Dia jadul (old school) , tapi pribadi yang luar biasa Dia sosok paling fantastis yang pernah melatihku. Dengan pelatih lain aku tak pernah memiliki hubungan seperti aku dengan Ancelotti. Dia lebih seperti pelatih, teman, dan hampir seperti seorang bapak. Tidak cuma denganku, tapi dengan semua pemain."
Cerdas, rendah hati. Dan tentu saja: jago. Situs Wikipedia menulis. Ancelotti adalah satu-satunya manajer yang pernah memenangi Liga Champions sebanyak tiga kali, dan mencapai final empat kali. Dia telah diakui sebagai salah satu manajer sepakbola tersukses sepanjang masa.
Bayern sangat beruntung bisa mendapatkannya.