Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Detik Insider

    La Decima dan Sebuah Kesempurnaan untuk Rossi

    Rifqi Ardita Widianto - detikSport
    Jakarta -

    Tak bisa dan tak boleh disangkal siapapun, Valentino Rossi sudah merupakan legenda. Musim 2016, jika bisa juara lagi, akan memberinya sebuah "kesempurnaan".

    16 Februari kemarin, Rossi berulang tahun ke-37. Usia yang sepantasnya disebut veteran untuk berkecimpung di olahraga yang amat menuntut fisik seperti MotoGP.

    Balap motor sesungguhnya tak cuma menuntut fisik, tapi juga mental. Itu sebabnya pebalap masuk kategori atlet. Secara fisik, pebalap dituntut punya tubuh yang prima, ketahanan stamina yang tinggi, konsentrasi yang selalu terjaga di level maksimal, dan juga motivasi.

    Tubuh yang prima dibutuhkan untuk mengendalikan motor di kecepatan tinggi, sampai 300 km/jam. Bobot motornya saja rata-rata150-160 kilogram. Di kelas MotoGP, balapan berlangsung kurang lebih 40 menitan. Artinya, setiap pebalap harus punya fisik tangguh untuk merebahkan dan menaikkan motor di tiap tikungan selama itu. Belum lagi soal gravitasi dan 'hantaman' angin yang dialami rider tiap kali menegakkan badan untuk masuk tikungan.

    Fisik yang mumpuni tak berarti kalau stamina tak tahan lama. Bayangkan saja dulu mengenakan racing suit berbobot sekitar 4,5 kg, di sirkuit yang bersuhu 36 derajat celcius seperti di Sepang. Dijamin panas bukan main dan tubuh cepat kehilangan cairan.

    Meski temperatur per sirkuit berbeda-beda, tapi rata-rata pebalap kehilangan sampai dua liter cairan selama balapan. Dehidrasi tinggi menjadi ancaman buat daya tahan fisik. Kalau stamina drop, urusan menjaga konsentrasi pun bisa kacau balau. Padahal setiap rider wajib punya konsentrasi tinggi untuk mengambil keputusan cepat: kapan mengerem, kapan menutup dan membuka gas, kapan menyalip lawan. Semuanya dilakukan di titik idealnya masing-masing.

    Untuk membuat motor melaju maksimal niscaya perlu kerja keras, melalui percobaan beratus-ratus kali. Mesin, rangka, elektronik, ban, dan komponen lainnya semuanya harus berjalan harmonis dan mencapai titik optimalnya masing-masing. Motor tak ubahnya sebuah band, adalah perpaduan berbagai alat musik untuk menciptakan simfoni terbaik.

    Maka di usia 37 tahun, Rossi secara fisik dan mental punya tantangan lebih besar daripada para rival terkuatnya yang lebih muda seperti Jorge Lorenzo (28 tahun), Marc Marquez (23), atau Dani Pedrosa (30). Lorenzo dan Pedrosa bisa dibilang ada di usia puncak atlet alias matang secara fisik dan mental. Sementara Marquez sebagai yang paling belia, tentu saja punya fisik dan tenaga ekstra khas darah muda.

    Rossi telah membuktikan dirinya mampu tampil kompetitif di musim lalu, kala finis sebagai runner-up kejuaraan di usia 36 tahun, hanya lima poin di belakang Lorenzo.



    ****




    Rossi adalah pebalap MotoGP paling populer di dunia saat ini, sekali lagi tak bisa disangkal. Di twitter, pengikutnya mencapai 4,19 juta. Unggul jauh dari Marquez (1,75 juta) dan Lorenzo (1,32 juta). Ini di twitter saja, belum media sosial lainnya.

    Seperti halnya rekor-rekor dan catatan-catatan lain milik Rossi, popularitas ini juga sangat mungkin dilewati oleh junior-juniornya. Marquez, yang tampan dan selalu tampak ceria, sejauh ini menunjukkan potensi itu. Tapi bagaimanapun nama Rossi tak akan pernah tergusur dari daftar pebalap top dalam sejarah MotoGP, sebagaimana Giacomo Agostini dan Mick Doohan.

    Selain berkat torehan-torehan cemerlangnya, itu karena Rossi amat dicintai dan memang mudah dicintai. Bagaimana tidak? Pria kelahiran Urbino itu selalu menebar senyum, ekspresif, cerdas, punya aksen lucu setiap berbicara dalam bahasa Inggris, dan yang terutama karena selalu menikmati balapan. Dalam hal menikmati pekerjaannya, Rossi mungkin mirip seperti Ronaldinho Gaucho di lapangan hijau: dinantikan kejutan-kejutannya dan sentuhan ajaibnya.

    Saat menjalani masa suram bersama Ducati di 2011-2012, nyaris tak sekalipun juara dunia 9 kali itu mengucapkan kata negatif untuk tim dari negaranya tersebut, kecuali senyumnya yang berkurang. Jatuh, bangun, jatuh, bangun lagi. Segalanya dicoba. Pada akhirnya Rossi cuma menertawakan dirinya sendiri, ketika mengakui bahwa dirinya merasa sudah mengambil keputusan yang keliru.

    Soal passion, tak perlu diragukan. Rossi bahkan sudah lebih dulu bisa naik motor balap mini sebelum belajar caranya naik sepeda, yang menunjukkan ketertarikan besar terhadap motor sejak belia. Usianya saat itu belum sampai tiga tahun. Di usia lima tahun, Rossi sudah menunggangi GoKart. Sisanya kemudian adalah sejarah.

    Rossi juga selalu menikmati pertarungan kompetitif, yang diyakini menjadi salah satu sebab kenapa meninggalkan Honda di akhir musim 2003 untuk bergabung ke Yamaha. Saat itu Rossi amat dominan, dengan tak pernah gagal naik podium sepanjang 2003. Dia memenangi 9 dari 16 balapan.

    "The great fights with your strongest rivals are always the biggest motivation. When you win easily it's not the same taste." - Rossi.



    Bergabung ke Yamaha jelas tak mudah karena saat itu pabrikan berlogo garpu tala itu kesulitan bersaing di papan atas. Tapi kedatangan Rossi seketika mendongkrak level mereka sehingga merebut gelar juara dunia pertama di 2004. Rossi bahkan langsung membawa Yamaha memenangi seri pertama --kemenangan perdana Yamaha di MotoGP-- di Afrika Selatan, di mana dia menangis usai balapan sambil menciumi motornya, usai melalui balapan berat di bawah tekanan Max Biaggi dan Sete Gibernau.

    Bicara soal persaingan, setelah era Biaggi dan Gibernau, Rossi kini menghadapi persaingan lain yang tak jauh lebih ketat dengan Lorenzo dan Marquez. Musim lalu cukup merangkum betapa ketatnya persaingan tersebut. Lorenzo mengalahkan Rossi untuk gelar juara dunia, tapi Marquez juga punya peran tersendiri karena turut menciptakan insiden yang akan dikenang dalam sejarah balap motor.

    Barangkali insiden itu pula yang jadi salah satu momen mengecewakan untuk para penggemar Rossi. Di Sepang, dia memepet Marquez ke bagian luar tikungan, yang lalu terjatuh. Meski Race Director tak menyatakan bahwa Rossi melakukan tendangan --namun menjatuhkan hukuman poin penalti karena upaya mendesak dan memperlambat--, tapi sebagian dari publik sudah terlanjur mengecap Rossi sebagai sosok yang bersalah.

    Sejujurnya insiden itu cuma setitik noda, tapi merupakan fragmen tersendiri yang malah legendaris. Mirip dengan tandukan Zinedine Zidane ke dada Marco Materazzi di final Piala Dunia 2006. Salah satu gelandang terbaik di muka bumi itupun sempat mengalami momen dipertanyakan. Publik pun menyebut insiden itu sebagai insiden 'Tandukan Zidane' bukan 'Provokasi Materazzi'. Apapun penilaian yang pernah diterima Zidane sebelumnya, faktnya hingga kini legenda sang bintang tak pernah luntur dan tercerabut.

    Dari situ, amatlah wajar kalau orang-orang menyebut insiden Sepang dengan 'Tendangan Rossi', karena pada dasarnya legenda seperti Rossi juga manusia. Cela membuatnya manusiawi, sehingga berbagai kekalahan dan kesalahannya sebelumnya terlihat sangat lebih wajar dan bisa diterima.




    
***

    Dua tes pramusim sudah berjalan menyambut MotoGP 2016, Sepang dan Phillip Island, tinggal tes terakhir di Qatar 2-4 Maret nanti. Hari hasil kedua ujicoba tersebut, Rossi mengisyaratkan akan memakai setelan motor seperti musim 2015 ketimbang 2016.

    Setelan motor tentu saja urusan Rossi dan tim mekaniknya. Tapi bagi penggemarnya, titel ke-10 -- atau La Decima, jika meniru istilah yang dipopulerkan Real Madrid saat bermisi memenangi Liga Champions mereka yang ke-10 -- akan menjadikan kesempurnaan tersendiri buat legenda yang satu ini.

    Jika demikian, itu berarti Rossi sudah mengumpulkan delapan titel kelas primer, menyamai catatan Agostini sebagai pemegang gelar juara dunia kelas teratas yang paling banyak. Dia juga bisa menjadi salah satu pebalap tertua yang memenangi seri MotoGP. Saat ini Troy Bayliss masih mengungguli Rossi dengan memenangi seri di usia 37 tahun 213 hari. Rekor tertua kelas primer sendiri dipegang oleh Fergus Anderson, kala menang di usia 44 tahun dan 237 hari.

    Itu akan membuat Rossi sekali lagi memasang tolok ukur tinggi di MotoGP. Bahwa di usianya yang 37 tahun, mampu mengangkat trofi juara dunia. Gelar juara dunia juga akan membuatnya lebih ringan menatap jalan keluar alias pensiun.

    Buon Compleanno, The Doctor. Panjang umur!

    "Riding a race bike is an art - a thing that you do because you feel something inside." - Rossi



    ====

    * Penulis adalah wartawan detikSport, beredar di dunia maya dengan akun @EkiArdito.

    (raw/a2s)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game