Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Detik Insider

    Thomas Mueller sebagai 'Joker' Lapangan Hijau

    Rossi Finza Noor - detikSport
    Foto: AFP/Odd Andersen Foto: AFP/Odd Andersen
    Jakarta -

    Thomas Mueller bukanlah kartu AS, bukan bintang utama. Mueller adalah wild card, kartu Joker, atau malah Joker itu sendiri --yang menciptakan chaos di pertahanan lawan.

    Dalam sebuah kolom di About The Game ini, Zen RS pernah menulis demikian tentang Mueller: "Dia seorang raumdeuter, 'juru ruang', 'penyelidik ruang', atau untuk konteks Mueller saya lebih sreg dengan frase 'penafsir ruang'. Seorang 'penafsir' lebih dari sekadar 'pembaca'. Penafsir adalah pembaca yang aktif: apa yang dia baca akan diolah sedemikian rupa dalam semesta kesadarannya menjadi sesuatu yang baru, sesuatu yang berfaedah bagi kehidupannya atau kepentingannya sendiri."

    Mueller memang begitu. Kemampuan terbaiknya bukan sekadar "bermain buruk 89 menit, tapi tiba-tiba saja mencetak 1 gol", ia lebih dari itu. Mueller tidak punya kemampuan menggiring bola sebagus Franck Ribery dan tidak juga sesubur Robert Lewandowski. Sosoknya di atas lapangan amat mudah tertutupi oleh bintang-bintang Bayern lainnya.

    Ia tidak tampak cakap-cakap amat sebagai pesepakbola. Tampangnya tidak segarang Arturo Vidal atau semenenangkan Xabi Alonso, yang kapan pun bisa diandalkan untuk menyeimbangkan tim. Mueller lebih mirip mahasiswa ketimbang seorang atlet. Atau, dalam beberapa kesempatan tertentu, ia lebih mirip bocah yang bergerak tak tentu arah di atas lapangan --dengan tubuh cungkring-nya dan kaos kaki yang turun amat rendah.

    Tapi, justru di situlah keunggulan Mueller. Ia tidak tampak berbahaya sampai tiba-tiba saja ia menusuk jantung lawan. Ia tidak agresif, tapi progresif.

    Seperti yang diutarakan Zen, Mueller punya kemampuan untuk "menafsirkan ruang", bukan sekadar "membaca ruang". Mueller tidak sekadar mengetahui keberadaan ruang yang tidak diketahui pemain lain, tetapi ia juga bisa menciptakan atau bahkan hidup di dalam ruang itu dan mengeksploitasinya.

    Dalam dunia sepakbola modern di mana cara bertahan sudah sedemikian metodisnya, Mueller hadir sebagai anti-tesis. Mueller adalah glitch dalam sistem paling rapi sekalipun. Ia adalah chaos itu sendiri.

    Tidak percaya? Lihat saja golnya ke gawang Arsenal pada tahun 2014. Simak baik-baik bagaimana pemain-pemain Arsenal berusaha untuk menjaga bentuk baris pertahanan. Mereka berusaha untuk berdiri rapat dan sejajar, mengawasi baik-baik pemain Bayern yang mungkin saja jadi target operan.

    Yang tidak diketahui pemain-pemain bertahan itu, Mueller berlari mundur menjauhi bola --dan menjauhi pandangan pemain-pemain Arsenal. Perhatian pemain-pemain Arsenal terbagi dua: Pada bola yang sedang dikuasai oleh kapten Bayern Munich, Philipp Lahm, dan kepada pemain Bayern lainnya yang ada di hadapan mereka. Mueller, sementara itu, seolah-olah menghilangkan hawa kehadirannya hingga tidak bisa dideteksi sama sekali.

    Pergerakan Mueller itu berbuah hasil. Ia melihat pemain bertahan paling belakang Arsenal terkecoh oleh pergerakan pemain Bayern lainnya, yang bergerak mendekati area operan Lahm. Dalam sepersekian detik terjadilah proses itu. Mueller bergerak ke dalam ruang kosong yang ditinggalkan pemain Arsenal itu, Lahm melepas umpan lambung, lalu Mueller menyundulnya... dan terjadilah gol.



    Dalam sepersekian detik itu, "tatanan" pertahanan Arsenal diruntuhkan oleh Mueller. Mirip-mirip seperti Joker dalam film arahan Christopher Nolan, The Dark Knight. Ya, Joker si pencipta chaos itu.

    Dalam laga dini hari tadi, giliran rencana besar Juventus yang ia luluhlantakkan. Sepakbola seringkali tidak mengenal naskah. Kalaupun naskah itu benar-benar ada, dan muncul dalam benak penikmatnya, biasanya selalu ada tokoh-tokoh tertentu yang entah muncul dari mana untuk mengacak-acaknya.

    Dini hari tadi, Mueller adalah tokoh itu. Garis utama naskah terbaca seperti ini: Setelah unggul dua gol di babak pertama, Juventus sekali lagi membuktikan bahwa perkiraan banyak orang salah. Bayern yang katanya tidak bisa ditaklukkan dan calon juara itu, dibuat tertunduk di rumah sendiri.

    Sampai Juventus unggul 2-0, lalu Robert Lewandowski mencetak satu gol untuk Bayern, naskah itu masih berjalan dengan baik. Tapi, Mueller memainkan perannya dengan baik dalam naskah sepakbola; naskah yang lebih bagus dari perkiraan kebanyakan orang, naskah yang ending-nya kerap tidak bisa ditebak. Tiba-tiba saja, ia melompat menyambut umpan Kingsley Coman dan menyundul bola masuk ke dalam gawang. Skor berubah menjadi 2-2.

    Dengan kedudukan 2-2, laga pun harus dilanjutkan ke extra-time. Kita kemudian tahu bahwa Bayern sukses mencetak dua gol lagi dan menang 4-2. Semua itu bermula dari gol Mueller di injury time babak kedua tersebut.

    Yang saya pahami, bagaimana pergerakan sebuah tim dalam membangun serangan kerap diasah pada saat latihan. Namun, insting adalah hal yang berbeda. Insting adalah bekal naluriah yang ada dalam diri masing-masing pemain. Jika pergerakan pemain yang sudah diasah itu bertemu dengan insting individual, maka purnalah sudah.



    Mueller punya insting itu. Jika Anda memperhatikan baik-baik proses terciptanya gol kedua Bayern itu, Mueller sempat salah melakukan operan. Berniat untuk memberikan operan kepada Arturo Vidal, bola yang diopernya malah direbut oleh Paul Pogba. Namun, Mueller beruntung (atau hoki, tergantung bagaimana Anda memandangnya) karena Vidal kembali merebut bola dan memberikannya kepada Coman yang berada di sisi kanan.

    Legenda hidup sepakbola Belanda, Johan Cruyff, pernah menuturkan bagaimana krusialnya turnover dalam permainan. Kata Cruyff, tiap kali sebuah tim berhasil merebut bola dari kaki lawan, yang sebaiknya dilakukan adalah langsung menghantam balik, tanpa menunda-nunda lagi. Sebab, pada saat kehilangan bola, sebuah tim membutuhkan waktu untuk menyusun ulang kembali pertahanan mereka, dan pada saat itulah tim yang berhasil merebut bola mendapatkan banyak ruang untuk dieksploitasi.

    Mueller menjalankan prinsip itu dengan baik. Begitu bola direbut kembali oleh Vidal, ia langsung bergerak ke kotak penalti, menunggu, lalu membiarkan bek paling kanan Juventus, tertarik masuk dan bergerak ke depan gawang yang dikawal Gianluigi Buffon. Dengan demikian, pos tiang jauh Juventus pun kosong, dan ke sanalah Mueller bergerak.

    Selanjutnya, kita semua tahu... Itu adalah awal yang menyakitkan buat Juventus.

    ====

    *penulis adalah wartawan detikSport, beredar di dunia maya dengan akun @Rossifinza.



    (roz/a2s)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game