Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Detik Insider

    Pada Sebuah Kesederhanaan di Lapangan Bola Kampung di Kepulauan Seribu

    Andi Abdullah Sururi - detikSport
    Foto: a2s Foto: a2s
    Jakarta - Remaja-remaja tanggung itu baru saja akan memasuki lapangan sebelum kumandang adzan ashar dari masjid di gang sebelah menghentikan langkah mereka.

    Delapan menit kemudian, mereka sudah ada di tengah lapangan, berlari-larian mengejar bola, memeragakan apa yang mereka bisa lakukan terhadap si kulit bundar, yang acapkali memantul-mantul tak terkendali di lapangan yang permukaannya tak rata.

    Jika anak-anak adalah sebuah cermin dari sebuah harapan, itulah yang barangkali terhampar di lapangan kampung itu. Mereka mungkin tak bermain dengan teknik melainkan dengan hati. Keriangan melakoni kesenangan, kebanggaan ditonton oleh teman-teman dan ibu bapaknya di pinggir lapangan. Tak soal kalau warna kaus kaki mereka tidak kompak satu sama lain, atau logo SSB-nya plek-plekan mirip klub Italia, Lazio.


    Warga tua muda menonton dengan riuh rendah dan keasyikan tersendiri. Anak-anak duduk-duduk dan berdiri bahkan melewati garis lapangan -- dan tak perlu dihalau juga bukan? Bapak-bapak dan para ibu, duduk-duduk di bawah pepohonan, memberi teriakan semangat kepada anak-anaknya, sambil sesekali mengemil aneka jajanan dari para pedagang yang selalu memanfaatkan momen-momen keramaian untuk mengais rejeki -- sambil cari hiburan tontonan juga.

    Sore itu keringnya angin pantai sedikit dilembutkan oleh gerimis yang sejenak turun. Pepohonan di sekeliling lapangan lebih menghijaukan tempat bermain bola tersebut ketimbang rerumputannya itu sendiri, yang memang tidak menutupi seluruh tanahnya. Bukankah seperti itu lapangan-lapangan bola di negeri ini? Janganlah bicara soal lapangan di kampung-kampung. Bukankah jumlah stadion besar yang memiliki kualitas lapangan baik pun bisa dihitung dengan jari?

    "Dari beberapa lapangan bola di Kepulauan Seribu, ya ini lapangan yang terbaik. Kalau ada perlombaan, 17 Agustus-an, masyarakat pulau lain menyeberang pakai perahu untuk main di sini," ujar Mastur (42), seorang warga Pulau Pramuka, tempat kick-off Liga Sepakbola Pelajar (LSP) U-14 yang diadakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), pada hari Selasa (17/5) lalu.

    Menpora Imam Nahrawi, yang datang ke tempat tersebut untuk membuka secara resmi turnamen, tak abai dengan pemandangan itu.

    "Dari tadi saya mencari-cari, di mana ya tribunnya. Ternyata ada, ngumpet di sebelah sana (tangannya menujuk ke sebuah arah, yang sebetulnya pun bukan tribun melainkan undakan semen rata yang bisa dijadikan tempat duduk, sebagai pembatas lapangan dengan jalan gang --Red). Habis ini saya akan perintahkan kepada jajaran saya untuk membangunkan tribun," seru dia dalam sambutannya.


    Budi Utomo, bupati Kepulauan Seribu, yang juga hadir, tampak tersenyum lebar. Warga yang ikut menyaksikan acara tersebut bertepuk tangan.

    "Beneran ini, Pak Bupati. Pemerintah 'kan punya program 1 desa 1 lapangan. Nanti ditagih saja ke Pak Deputi, Pak," sambung Imam, menunjuk Raden Isnanta, Deputi II Bidang Pembudayaan Olahraga Kemenpora.

    Dalam perbincangannya dengan detiksport, Budi Utomo mengungkapkan kendala yang dihadapi terkait  pengembangan olahraga di daerahnya, termasuk urusan pembinaan usia muda.

    "Infrastruktur selalu jadi salah satu masalah utama. Lapangan yang seadanya, fasilitas lain yang pas-pasan... ya begini ini. Jadi kalau Pak Menteri tadi bilang akan fokus ke pembinaan usia muda, kami pasti senang sekali," tutur Budi.

    "Kalau soal bibit pemain sih, tiap hari anak-anak di sini main bola. Soal nendang bola sih, semua juga bisa. Kalau teknik, skill, itu 'kan bisa dipelajari. Soal kemampuan fisik, misalnya, anak-anak kami ditempa oleh alam. Kami orang pesisir punya keunggulan fisik. Kami biasa berenang antarpulau, bisa lari keliling pulau. Tapi kuncinya adalah pembinaan yang baik. Ya infrastruktur, pelatih, dan lain-lain. Anak-anak kita butuh inspirasi untuk bisa menjadi lebih baik," tambah sang bupati.

    SSB dari Pulau Panggang, misalnya, yang sore itu bertanding melawan SSB Pupra (Pulau Pramuka) FC, dilatih oleh seorang mahasiswa yang bersedia meluangkan waktunya untuk menangani anak-anak penghobi sepakbola di sana.

    Infrastruktur dan pengadaan pelatih yang bagus. Dua hal ini sudah dari dulu menjadi wacana (dan keluhan) setiap kali orang-orang sepakbola membicarakan "pembinaan usia muda". Jika selama ini seperti tak ada yang sungguh-sungguh mengurusi, maka pembinaan usia muda akan terus menjadi ilusi.

    Jangan-jangan, pembinaan usia muda bukan sesuatu yang "seksi" untuk digarap oleh mereka yang mengklaim sebagai pengurus sepakbola, karena mungkin tidak komersil, sebab sebuah "pembinaan" semestinya mengedepankan usaha, keikhlasan, dan komitmen.

    "Di saat federasi (PSSI) sedang sibuk berkonsentrasi membenahi organisasinya, kita harus menyiapkan pengelolaan total usia dini. Pemerintah punya kemauan besar, rencana besar, turunan dari blue print pengembangan olahraga di Indonesia. Saya sudah minta Deputi untuk mencari operator-operator untuk melakukan kompetisi secara berjenjang, bukan semata-mata festival," sebut Imam.

    **

    Suasana pertandingan mendadak "pecah" ketika tim tuan rumah mencetak gol melalui tendangan penalti. Penonton anak-anak seketika berhamburan ke tengah lapangan, berjingkrak-jingkrak merayakan gol tersebut. Di bawah pepohonan, bapak-bapak, ibu-ibu, dan tukang-tukang jajanan tertawa-tawa dan bertepuk tangan.

    Sesederhana itu.


    ====

    *penulis adalah redaktur pelaksana detikSport, beredar di dunia maya dengan akun @sururi10.

    (a2s/roz)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game