Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Detik Insider

    Kisah Mercu Buana, Klub Milik Probosutedjo yang Rontok karena Suap

    Aryo Bhawono - detikSport
    Mediang Probosutedjo pernah punya klub bernama Mercu Buana di era Galatama. Foto: ANTARA/Hermanus Prihatna Mediang Probosutedjo pernah punya klub bernama Mercu Buana di era Galatama. Foto: ANTARA/Hermanus Prihatna
    Jakarta - Dikenal sebagai pengusaha papan atas Indonesia, mendiang Probosutedjo juga pernah berkiprah di sepakbola Indonesia. Klub yang dia punya, Mercu Buana, rontok karena suap.

    Pelatih PSMS Medan, Djajang Nurdjaman punya kenangan tersendiri terhadap almarhum Probosutedjo yang berpulang, Senin (26/3/2018). Probosutedjo rupanya punya perhatian terhadap dunia persepakbolaan di tanah air.

    Hal itu ia wujudkan antara lain dengan membentuk klub Mercu Buana. Klub itu berkandang di Medan, dan menjadikan Stadion Teladan sebagai markasnya. Selain Djajang, Mercu Buana sempat juga diperkuat pemain top di era 1980-an, Bambang Nurdiansyah.



    Djajang termasuk salah satu pemain di klub tersebut pada pertengahan 1980-an. Ia mengaku sangat menikmati kiprahnya sebagai pemain professional di Mercu Buana, karena memberikan gaji sangat memadai.

    "Waktu itu kami pemain dari perserikatan, tidak ada gaji. Tetapi sekitar tahun 1981 dapat gaji, cukup lah untuk menutup kebutuhan," ujarnya ketika dihubungi detik.com, Senin (26/3/2018).

    Mercu Buana adalah klub baru peserta Galatama (Liga Sepakbola Utama) yang didirikan oleh Probosutedjo pada 1980. Klub menoreh prestasi ketika tampil perdana. Mereka mampu menduduki posisi tiga pada musim 1980-1981. Bahkan pada musim 1983-1984, Mercu Buana, berhasil masuk final namun kalah 0-1 di tangan Yanita Utama.



    Prestasi ini membuat Probosutedjo kagum. Djanur, sapaan Djajang Nurdjaman, menceeritakan kalau para pemain sering mendapat oleh-oleh berupa sepatu dan aksesoris sepakbola setiap kali Probosutedjo pulang melawat ke luar negeri. Para pemain juga beberapa kali diundang makan di kediaman Probo di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta.

    "Pak Probo jarang datang menyaksikan pertandingan. Tapi prestasi kami waktu itu tidak kalah dengan klub Jayakarta dan Warna Agung," jelas Djanur.

    Namun prestasi klub ini merosot pada musim 1984-1985. Probo merasa kedisiplinan pemain Mercu Buana mulai tak beres. Berbagai kabar tak enak ia dapatkan seputar semangat pemainnya.

    Buku Saya dan Mas Harto: Memoar Romantika Probosutedjo karya Alberthiene Endah menuliskan Probo menyaksikan pemandanagan tak lumrah ketika tim-nya merumput. Penjaga gawang Mercu Buana bertindak seolah membiarkan bola masuk ke gawang. Probo mendapat informasi para pemain sudah terkena suap sehingga membiarkan diri kalah.

    "Bukan main kecewanya saya. Klub Mercu Buana kemudian saya tutup. Tak ada pentingnya mengembangkan klub yang sudah dikotori oleh suap," kata Probo dalam buku itu.

    Probo tak habis pikir dengan perilaku ini tapi ia mengambil hikmahnya. Mental bangsa sangat rentan. Ketidakpuasan selalu dilampiaskan ketika kekurangan dana dan fasilitas. Tetapi ketika semua sudah tercukupi kemalasan dan mental hidup seenaknya muncul. Keputusan ini menjadi akhir klub Mercu Buana.

    Djanur sendiri tak menafikkan perkara suap tengah berkelindan di klub-klub peserta Galatama. Kasus suap ini tak hanya melanda Mercu Buana tetapi juga klub lainnya.

    "Saya akui waktu itu jaman sedang tak enak. Ada arah ke sana, memang ramai skandal suap," tandasnya.



    =====

    Penulis adalah reporter detikcom (ayo/din)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game