Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Detik Insider

    Terima Kasih Jojo dkk di Piala Thomas! Rindu Ini Terbayar Tuntas

    Femi Diah - detikSport
    Indonesia menjuarai Piala Thomas 2020, membalas tuntas kerinduan. (Foto: AP/Claus Fisker) Indonesia menjuarai Piala Thomas 2020, membalas tuntas kerinduan. (Foto: AP/Claus Fisker)
    Jakarta -

    Nyaris dua dekade, akhirnya trofi Piala Thomas kembali ke Tanah Air. Kerinduan menggebu-gebu yang dibayar tuntas lewat perjalanan panjang. Malangnya, ternoda oleh keteledoran.

    It's coming home. Kembali pulang.

    Ungkapan itu mewarnai lini masa di media sosial tadi malam. Ditambah alunan Coming Home-nya Skylar Grey. Bergantian, beriringan muncul setelah smes menyilang Jonathan Christie memastikan kemenangan atas Li Shi Feng, tunggal kedua China. Jojo menutup laga dengan skor 21-14, 18-21, dan 21-14 di Ceres Arena, Aarhus, Denmark.

    Kemenangan Jojo disambut lompatan dan pelukan rekan satu tim bulutangkis Indonesia, juga para pemain Uber Indonesia yang menyusul kemudian saat pengalungan medali dan penyerahan trofi.

    Kemenangan Jojo telah menjadikan Indonesia menang atas China dengan skor telak 3-0.

    Dua laga sebelumnya sudah dimenangkan. Anthony Sinisuka Ginting mengalahkan Lu Guang Zu 18-21, 21-14, dan 21-16. Kemudian, Fajar Alfian/M. Rian Ardianto menggebuk pasangan dadakan China He Ji Ting/Tan Qiang 21-12 dan 21-19.

    Kemenangan Jojo, sapaan karib Jonatan Christie, atas Li Shi Feng itu dibuat di babak final. Kemenangan Jojo itu menjadikan Indonesia memastikan Piala Thomas kembali pulang.

    It's coming home.

    Dan, tidak salah memang Indonesia seolah memiliki Piala Thomas dan selalu berhasrat untuk membawa trofi itu pulang. Faktanya, sejak kejuaraan bulutangkis beregu putra-putri itu dihelat pada 1949, Indonesia-lah yang paling sering menjadi jawara Piala Thomas. Sebanyak 14 kali dengan empat kali mendapatkannya secara beruntun, mulai 1994 hingga 2002 di Guangzhou.

    Sukses di Guangzhou itu sekaligus menjadi yang terakhir sebelum berhasil membawa pulang lagi Piala Thomas tadi malam.

    Ucapan selamat pun mengalir dari berbagai kalangan. Presiden, menteri, pengusaha, politisi, sesama pemain, hingga fans bulutangkis. Media juga bergegas menyebarkan berita gembira itu.

    Bersamaan dengan ucapan selamat itu muncul ungkapan kelegaan karena sebuah kerinduan telah dibayar tuntas. Rindu melihat jagoan bulutangkis Tanah Air menjadi yang terbaik sejagat. Rindu melihat Piala Thomas diboyong pulang.

    Indonesia berhasil menjuarai Piala Thomas 2020 usai mengalahkan China 3-0. Puasa gelar dua dekade Merah-Putih di ajang ini berakhir sudah.Indonesia berhasil menjuarai Piala Thomas 2020 usai mengalahkan China 3-0. Puasa gelar dua dekade Merah-Putih di ajang ini berakhir sudah. Foto: AP Photo/Claus Fisker

    "Sudah sangat lama sekali Piala itu tidak kembali. Hampir dua dekade akhirnya trofi itu kembali. Selamat kepada tim Thomas, selamat untuk Indonesia," begitulah ucapan salah satu fans bulutangkis lewat Radio Elshinta yang mengudara lewat tengah malam. Masih dengan suara menggebu-gebu, belum ada tanda-tanda kantuk.

    Tetapi, di antara ucapan selamat, pujian, dan rasa senang, muncul gugatan. "Kenapa lama sekali, Piala Thomas baru bisa kembali. Ada apa, ya?"

    Gugatan yang bukan keinginan kosong. Sepanjang 19 tahun itu, Piala Thomas disimpan China selama enam kali dengan lima di antaranya didapatkan secara beruntun.

    Kemudian, menuju Jepang dan menjadi Denmark. Dua negara terakhir menunjukkan hegemoni bulutangkis dunia bukan milik negara itu-itu saja. Bukan cuma milik China dan Indonesia. Jepang dan Denmark membuat sejarah menjadi raja bulutangkis dunia.

    Selama 19 tahun itu, sejatinya optimisme dan harapan tidak pernah surut kepada para pemain Indonesia di Piala Thomas. Untuk tim Uber, hitung-hitungannya memang tidak terlalu menjanjikan ketimbang tim Thomas. Tunggal putri masih timpang, ganda putri baru 'mengguncang dunia' belakangan. Tetapi, selama itu pula, dalam tujuh kali perhelatan Piala Thomas, optimisme dan harapan itu pupus.

    Membangun tim solid untuk menjawab tuntutan persaingan di Piala Thomas memang tidak mudah. Minimal, sebuah tim harus memiliki dua pemain tunggal yang kuat dan satu ganda yang tangguh. Lebih dari itu, semakin meyakinkan karena pelatih bisa dengan mudah mengutak-atik formasi.

    Faktanya, regenerasi di sektor tunggal tidak mulus. Sebagai gambaran, Ihsan Maulana Mustofa yang diorbitkan lebih dulu ketimbang Jonatan dan Anthony menyerah dari cedera. Sebelumnya, Shesar Hiren Rhustavito, yang dinilai sebagai pemain dengan kemampuan paling komplet di sektor tunggal, menepi dari pelatnas dan kembali ke klub.

    Sempat menjadi anak hilang, Vito, yang berusia 27 tahun, comeback ke pelatnas dan dengan cepat beradaptasi dengan juniornya, yang lebih di depan, Jojo (24) dan Anthony (25).

    Sektor ganda putra lebih stabil. Perebutan tempat di pelatnas sangat kompetitif. Pasangan muda cepat muncul, ganda senior sulit digeser. Buktinya, PBSI sempat dibuat salah tingkah dengan kemampuan mumpuni Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan. Tua-tua keladi.

    Kemampuan dan pengalaman mereka dibutuhkan, tetapi mempertahankan The Daddies di pelatnas bakal mengurangi kuota ganda putra yang lebih muda untuk digembleng di Cipayung, lokasi pelatnas PBSI. Solusinya, menjadikan mereka sebagai sparring. Di turnamen open Hendra/Ahsan harus membiayai diri mereka sendiri, tetapi PBSI tetap memberi jalan buat mereka membela Merah Putih saat mewakili negara.

    Situasi itu bahkan memicu kelakar,"Andai Piala Thomas diperebutkan dua ganda dan satu pemain tunggal, trofi bisa dibawa pulang lebih cepat."

    Kelakar, yang buat mereka dengan daun telinga tipis dimaknai sebagai sindirian itu, direspons positif oleh Anthony, Jonatan, dan Vito, serta Chico Aura Dwi Wardoyo di bangku cadangan. Dibayar tuntas dengan merebut Piala Thomas 2020.

    Ketidaktahuan Atas Kemampuan Jagoan Merah Putih dan Keteledoran

    Sukses Jonatan Christie dkk di Piala Thomas di Aarhus, Denmark ternoda. Saat naik podium tertinggi, dikalungi medali emas, dan mengangkat trofi, serta menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, tidak ada bendera Merah-Putih yang dikibarkan. Yang ada bendera PBSI.

    Itu sebagai buntut sanksi Badan Anti Doping Dunia (WADA). Indonesia tak bisa memenuhi test doping plan (TDP) tahun 2020. Menpora beralasan target sampel doping tak bisa tercapai karena kegiatan olahraga terhenti saat pandemi Covid-19.

    Indonesia juga belum memenuhi sampel TDP 2021. Pekan Olahraga Nasional (PON) yang menjadi salah satu bagian dari sampel tes doping baru bergulir awal Oktober.

    Dalam surat resmi pada 15 September 2021 itu WADA meminta Indonesia segera memberi bantahan atau klarifikasi. Tenggat waktu yang diberikan adalah 21 hari sejak surat pertama dilayangkan.

    Namun, hingga batas waktu yang ditentukan kedaluwarsa tak ada balasan dari Indonesia. WADA pun mengirimkan surat ancaman sanksi untuk memberikan penjelasan terperinci.

    Sebelumnya, Menpora Amali sempat menilai kasus itu sebagai kasus biasa saja. Tidak serius-serius amat katanya.

    Menpora Zainudin Amali kemudian meralatnya. Dia juga meminta maaf kepada pemain dan masyarakat Indonesia.

    Sejatinya, perkara itu menjadi amat serius sejak tim Merah Putih lolos semifinal. Dengan mencapai empat besar, seluruh pemain bakal naik podium dan di sanalah seharusnya bendera dikibarkan.

    Indonesia's Anthony Sinisuka Ginting celebrates winning a mens single match in the Thomas Cup men's team final match between China and Indonesia, in Aarhus, Denmark, Sunday Oct. 17, 2021. (Claus Fisker/Ritzau Scanpix via AP)Anthony Sinsuka Ginting memenangi Piala Thomas 2020. Foto: AP/Claus Fisker

    Soal kealpaan bendera ini bukan sekali saja terjadi. Setidaknya dalam tempo tiga tahun terakhir dan sama-sama terjadi di ajang dunia.

    Ironi pertama itu terjadi saat Lalu Mohammad Zohri secara mengejutkan menjadi juara dunia junior lari 100 meter di Kejuaraan Dunia Atletik U-20 2018 di Finlandia.

    Momen itu menjadi pengalaman pertama Indonesia mengantarkan atletnya menjadi juara dunia atletik. Dan, terkesan tidak percaya kepada kemampuan si atlet, PB PASI tidak membawa bendera Merah Putih, yang biasa dikalungkan di bahu dalam selebrasi juara.

    Dalam tayangan video perlombaan, yang kemudian menjadi viral, terlihat Zohri sempat mencari-cari bendera Indonesia hingga ada seorang wartawan menyerahkan bendera merah putih. Kemudian, diketahui bendera itu bendera putih merah milik Polandia.

    Seharusnya, bagaimanapun, yakin atau tidak yakin dengan kemampuan si atlet, sudah semestinya bendera Merah Putih masuk dalam koper. Kalau toh tidak dikibarkan di tiang penghormatan, bendera Merah Putih bisa dimunculkan di tribune penonton. Itu bakal menjadi suntikan semangat berlipat ganda bagi mereka yang turun ke lapangan. Apalagi, mereka yang bertarung di negeri orang.

    So, jangan lagi bendera Merah Putih tidak menjadi bekal. Jangan kalah dengan para pendaki gunung yang selalu menyelipkan bendera Merah Putih di dalam carrier yang rasanya tidak ringan itu. Para pendaki yang menjelajahi gunung tanpa meninggalkan negaranya.

    Jangan lagi bendera Merah Putih alpa terpampang di negeri orang hanya karena keteledoran atau buah ketidakpercayaan. Yakin dan percayalah bahwa di dada mereka yang bertarung di gelanggang hanya ada satu keinginan. Menang. Membayar tuntas kerinduan.

    (fem/cas)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game