Soal Atmosfer yang Meredup di Stadion Baru West Ham

Wajar kalau West Ham dan pendukungnya belum terbiasa dengan Olympic Stadium. Sebab, selama 112 tahun sebelumnya, mereka bermarkas di Upton Park. Bagi mereka, Upton Park yang berkapasitas 35.000 tempat duduk itu bukan sekadar stadion, tetapi juga "rumah".
Kapasitas Upton Park yang tidak begitu besar itu justru membuat suasana lebih intim. Jarak dari tribun ke lapangan tidak terlalu jauh. Teriakan para suporter pun jadi lebih nyaring terdengar.
Upton Park, yang dulunya adalah ladang untuk menanam kentang dan kubis, sudah ditinggalkan. Stadion kebanggaan fans The Hammers itu dirobohkan dan dialihfungsikan sebagai pemukiman dan pertokoan.
[Baca Juga: Tiupan Peluit Terakhir untuk Upton Park]
[Baca Juga: Tentang Mimpi yang Mati]
Kini, West Ham sudah menjadikan Olympic Stadium yang jauh lebih besar dan lebih mewah sebagai kandang. Tetapi, ada sesuatu yang hilang ketika pendukung mereka menduduki bangku-bangku di stadion berkapasitas 60.000 tempat duduk itu.
Stadion yang lebih besar berarti juga jarak yang tidak sedekat biasanya dengan lapangan. Atmosfer yang biasanya begitu hidup kini meredup. Keintiman yang biasanya hadir di Upton Park itu kini tak lagi ada.
"Saya datang ke pertandingan melawan Bournemouth dan saya duduk di belakang tempat duduk khusus media. Rasanya, lapangan begitu jauh dan atmosfer jadi tidak hidup sama sekali," ujar eks gelandang dan pelatih West Ham, Billy Bonds, kepada Mirror.
Bonds mengaku sejak awal tidak setuju dengan kepindahan West Ham ke Olympic Stadium. Namun, ia memilih untuk diam karena merasa, pendapatnya tidak akan berarti apa-apa. Klub sudah pasti akan pindah juga ke Olympic stadium.
"Menurut saya, ini bukan stadion bola," ucapnya.
Olympic Stadium memang bisa digunakan buat macam-macam. Selain juga bisa digunakan untuk menghelat perlombaan atletik, stadion yang dibangun pada tahun 2008 tersebut juga biasa digunakan untuk konser.
![]() |
Soal atmosfer yang redup itu pun dikait-kaitkan dengan performa buruk West Ham ketika tampil di kandang. Sejauh ini, jika menghitung pertandingan Premier League dan fase kualifikasi Liga Europa, West Ham sudah tampil empat kali di Olympic Stadium. Dari empat pertandingan itu, West Ham kalah dua kali.
Kekalahan pertama mereka dapatkan dari Astra Giurgiu di babak play-off Liga Europa, membuat mereka tersingkir dan gagal melaju ke fase grup Liga Europa. Kekalahan kedua mereka dapatkan dari Watford di pekan keempat Premier League.
"Rasanya amat aneh... Seperti melihat sebuah pulau terpencil di tengah lautan," kata Bonds lagi, menyoal bagaimana suporter melihat lapangan dari tribun.
"Slaven (Bilic, manajer West Ham) harus berjalan 20 yard untuk bisa sampai ke pinggir lapangan. Arsenal membangun stadion baru, tapi jarak mereka dengan lapangan hanya 2 yard saja."
Kendati mengkritik, Bonds tetap meminta West Ham dan para pendukungnya untuk membiasakan diri. Ia memang tidak bilang bahwa teriakan dari pendukung lenyap sama sekali. Tetapi, untuk menghidupkan kembali atmosfer di rumah yang baru memang tidak mudah.
![]() |
Bagaimana sebuah tim beradaptasi dengan stadion baru memang kerap menjadi cerita tersendiri. Ajax Amsterdam, ketika pindah ke ArenA Amsterdam untuk pertama kalinya pada 1996, juga sempat mengalaminya.
Ajax pindah ke ArenA lantaran stadion legendaris mereka, De Meer, sudah terlalu kecil. Bahkan, pada pertengahan 90-an, untuk menggelar beberapa laga penting, Ajax tidak menggunakan De Meer lagi. Mereka memilih untuk berlaga di Olympic Stadium Amsterdam.
Kala itu, rumput di ArenA Amsterdam dikritik lantaran tidak memiliki kualitas yang baik. Ini disebabkan oleh desain stadion, dengan atap yang nyaris seluruhnya tertutup, membuat rumput tidak mendapatkan cukup cahaya.
Seiring berjalannya waktu, kualitas rumput pun diperbaiki dengan teknologi cahaya lampu, turbin angin, dan semprotan air. Ajax pun kini sudah terbiasa dengan ArenA Amsterdam, bahkan sukses meraih 7 gelar juara liga sejak pindah ke sana.
(roz/din)